Friday, April 30, 2010

Untung-Rugi Hubungan Ekonomi RI-AS

Untung-Rugi Hubungan Ekonomi RI-AS

Oleh: Lajnah Mashlahiyah DPP HTI

Pengantar

Ketika Barack Obama, Presiden Amerika Serikat, dikabarkan akan datang ke Indonesia 23-25 Maret 2010 lalu, sontak terjadi perdebatan serius antara yang pro dan kontra. Kendati akhirnya dibatalkan -atau tepatrnya ditunda pada bulan Juni depan - namun menarik untuk mencermati alasan-alasan yang digunakan oleh masing-masing pihak.

Alasan utama penolakan kunjungan Obama adalah karena Obama adalah Pemimpin Negara Penjajah yang telah menjajah baik secara langsung seperti di Irak dan Afganistan maupun secara tidak langsung seperti Indonesia dengan hegemoninya terhadap sumber-sumber ekonomi vital seperti sumber enegi dan minyak bumi maupun barang tambang lainnya. Penjajahan tersebut baik langsung maupun tidak langsung telah telah membuat kesengsaraan dan penderitaan di Negara-negara jajahannya

Sementara alasan pihak yang menerima kedatangan Obama disamping alasan emosional karena Obama kecil pernah tinggal di menteng Jakarta selatan, alasan yang lainnya yang dikemukakan pemerintahan Indonesia dan kalangan ekonom pro kapitalis adalah karena kunjungan tersebut dalam rangka meningkatkan kerjasama ekonomi melalui perdagangan dan peningkatan investasi. Hal ini tergambar dari pernyataan yang dikemukakan oleh Jubir Kepresidenan Dino Patti Djalal di Istana Cipanas, Cianjur, Selasa (2/2/2010) dimana dia menyatakan “Banyak aspek perdagangan dan investasi yang harus kita genjot lagi.

Yang menjadi pertanyaan kita adalah benarkah peningkatan aspek perdagangan dan investasi antara AS dan Indonesia akan menguntungkan bagi Indonesia? Ataukah justru perdagangan dan investasi RI-AS selama ini lebih menguntungkan AS dan merugikan Indonesia. Atau sebenarnya adakah tujuan-tujuan lain yang ingin diambil AS dari hubungannya dengan RI. Tulisan ini akan memaparkan fakta tentang untung rugi hubungan ekonomi baik melalui perdagangan maupun peningkatan Investasi AS di Indonesia.

Untung Rugi Hubungan Perdagangan RI-AS

Ketika itu disinyalir terdapat tiga isu sebagai agenda utama yang diusung dalam kunjungan Obama ke Indonesia, yaitu mendesak Indonesia memperbaiki iklim investasi, peningkatan kerja sama perdagangan Amerika-Indonesia, dan menawarkan forum kerja sama perdagangan regional Asia-Pasific. Berkaitan dengan hal tersebut, maka sudah seharusnya Indonesia memperhitungkan besaran untung-rugi kerja sama di bidang ekonomi dengan Amerika Serikat yang sudah terjalin selama ini.

Indikator ekonomi yang harus diperhitungkan dalam bidang ekonomi mengenai untung-rugi ini adalah neraca pembayaran (balance of payment, BOP) dan neraca perdagangan (balance of trade, BOT) antara Indonesia-Amerika (In-Am). Neraca pembayaran suatu negara dibuat oleh pemerintah dan menjadi salah satu input utama dalam pembuatan kebijakan perekonomian. Adapun komponen-komponen dalam BOP dapat menjadi indikasi untuk memprediksi resiko ekonomi (economy risk) suatu negara. Dari penjumlahan aritmetik pada BOP, diperoleh informasi apakah suatu negara mengalami surplus, seimbang atau defisit dalam perdagangan internasional. Selanjutnya, untuk neraca perdagangan (BOT), adalah sebuah ukuran selisih antara nilai impor dan ekspor atas barang nyata dan jasa. Tingkat neraca perdagangan dan perubahan ekspor dan impor diikuti secara luas dalam pasar valuta asing.

BOP dan BOT: Tinjauan Empiris

Secara empiris, data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa BOP selama periode Januari-Desember 2009, Jepang menempati urutan teratas negara tujuan ekspor dengan nilai US$ 11,98 miliar atau 12,29 persen dari total ekspor ke 12 negara tujuan utama. Negara tujuan ekspor lainnya adalah Amerika Serikat dan Cina, dengan nilai masing-masing sebesar US$ 10,46 miliar dan US$ 906,3 juta. Berikutnya, negara pemasok impor nonminyak dan gas terbesar selama tahun lalu adalah Cina, US$ 13,50 miliar dengan pangsa 17,33 persen. Disusul Jepang US$ 9,82 miliar (12,61 persen) dan Singapura US$ 9,24 miliar (11,86 persen). Impor negara-negara kawasan ASEAN mencapai 23,18 persen dan Uni Eropa sebesar 11,11 persen.

Adapun untuk barang-barang yang diimpor dari Cina kebanyakan berupa barang jadi, di antaranya mesin, peralatan elektronik, kimia organik, barang plastik, tekstil dan produk tekstil, mainan, makanan, serta buah-buahan dan sayuran. Kegiatan ekspor Indonesia ke Amerika dan Jepang juga merosot. Pada 2004, Amerika menempati 12,3 persen dari total ekspor dan Jepang 22,3 persen. Angka itu turun menjadi 9,8 dan 16 persen pada 2009. Impor terjadi penurunan dari 6,9 dan 13,1 persen pada 2004 menjadi 6,3 dan 8,7 persen pada 2009. Amerika turun dan Jepang drop besar karena kalah bersaing oleh Cina (Abimanyu, 2009). Artinya, prospek kerjasama bidang ekonomi dengan Amerika dalam beberapa komoditi, terutama komoditi yang sama dengan Cina maka dipandang semakin menurun, demikian pula untuk produk-produk di tahun 2009 yang berupa bahan baku dan konsumsi terjadi penurunan.

Disamping itu, selama berhubungan dengan negara Barat khususnya AS, Indonesia sering mengalami tekanan-tekanan politik dan ekonomi berkaitan dengan isu politik, HAM, Terorisme dan lingkungan yang selalu dijadikan alat penekan negara-negara Barat ketika membangun hubungan dengan negara lainnya. Dengan kondisi ini, tentu memberikan pandangan bahwa Indonesia harus mempunyai strategi perdagangan internasional yang mampu memberikan keuntungan yang lebih besar disamping juga membina hubungan yang setara dan saling menguntungkan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka dan memperluas kerjasama perdagangan dengan negara-negara yang tidak mempunyai double standar dan komitmen sebagai emiten bisnisnya, selain Amerika.

Diperkirakan surplus neraca perdagangan Indonesia di tahun 2010 akan mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009 yang tentunya akan menyebabkan tekanan pada neraca transaksi berjalan yang selanjutnya akan menekan neraca pembayaran Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila kondisi ini terus menerus terjadi, maka nilai tukar rupiah akan terdepresiasi pada tahun 2010 dibandingkan tahun sebelumnya. Jika negara ini pengambilan keputusan ekonomi secara rasional, seharusnya terus melakukan berbagai kerjasama yang lebih besar dan luas lagi ke negara-negara tetangga di Asia yang tentunya masih negotiable.

Melihat kondisi tersebut, Amerika yang dipandang sebagai ikon perdagangan bebas secepatnya merespon dengan beberapa perjanjian perdagangan bebas. Ini dilakukan Amerika karena tidak mau tersaingi dan kalah bersaing dengan negara-negara di Asia seperti Cina, Jepang dan India dalam melakukan kerjasama perdagangan dan investasi dengan Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia masih dilihat negara yang sangat strategis dan potensial untuk sumberdaya alamnya, terutama komoditi-komoditi yang masih berupa bahan baku dan pertambangan sebagai sumber energi.

Karenanya kedatangan Obama ke Indonesia dapat dipastikan bukan semata-mata untuk kepentingan politik luar negerinya, tetapi justru karena adanya agenda untuk melakukan rescheduling berbagai transaksi ekonomi/perdagangan serta untuk memastikan agar perusahaan-perusahaannya tetap aman beroperasi di Indonesia. Disamping itu kondisi perdagangan Amerika yang kian menurun daya saingnya dibandingkan dengan negara lain, khususnya negara China dan ASEAN. Amerika membuat strategi baru supaya Indonesia tetap setia untuk menjadi mitra-dagang dengan Amerika. Oleh karena itu, Amerika berkeinginan agar Indonesia masuk dalam blok ekonomi baru yang sedang digodok Gedung Putih. Blok baru dalam kerangka perdagangan bebas itu bernama Trans Pasific Partnership (TPP). Indonesia masih menimbang-nimbang tawaran Amerika tersebut. Sejauh ini kerja sama ekonomi Indonesia dengan Amerika sudah sangat baik dengan tingginya arus modal masuk dari Amerika ke Indonesia (Wirjawan, 2010).

Gagasan atau isu yang diemban oleh Amerika tersebut adalah, mengajak Indonesia untuk tetap membangun blok baru perdagangan bebas dengan delapan negara terpilih. Antara lain Indonesia, Singapura, Brunei, Vietnam, Australia, Selandia Baru, Chili dan Peru. Blok perdagangan bebas Trans Pasific Partnership ini akan menjadi bahan utama gerilya yang dilakukan Presiden Barack Obama.

Kondisi inilah sebenarnya yang membuat Amerika merasa terancam dengan keberadaan China dalam berbagai kerjasama perdagangan negara-negara di ASEAN. Wajar saja karena perdagangan bebas yang dilakukan China dengan ASEAN bisa menggerus keuntungan perdagangan Amerika hingga 25 miliar dolar setiap tahun. Tidak hanya kerugian perdagangan, Amerika pun takut tingkat pengangguran di negaranya meningkat seiring hilangnya pasar produk Amerika di kawasan Asia Pasifik.

Tidak dapat dipungkiri bahwa, bagi Indonesia sendiri dari sisi ekspor keberadaan Amerika menguntungkan dari sisi ekspor nonmigas. Pasalnya, pasar ekspor non-migas Indonesia lebih besar ke Amerika dibanding ke negara China. Sehingga, ekspor produk nonmigas Indonesia ke Amerika tahun 2009 mencapai 10,5 miliar dollar Amerika dan ekspor non-migas ke China tumbuh dengan sebesar 8,9 miliar dollar Amerika.

Sebaliknya, dari sisi impor China lebih bisa menguasai pasar Indonesia dibanding Amerika. Angka impor China itu akan menggelembung di tahun 2010 akibat diterapkannya perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China. Impor China ke Indonesia tahun 2009 mencapai 13,5 miliar dolar. Sedangkan impor Amerika ke Indonesia hanya mencapai angka 7 miliar dolar Amerika. Dengan kondisi seperti ini, Indonesia seharusnya mempunyai sikap yang berdasarkan kepentingan negara dalam bidang ekonomi. Apabila dilihat dari surplus neraca perdagangan Indonesia di tahun ini, maka ternyata rupiah mengalami depresiasi terhadap nilai tukar, tentu saja neraca pembayaran negara menjadi tertekan. Hal ini memberikan arti, bahwa Amerika sudah tidak cukup prospek dalam membangun kerjasama perdagangan.

Selain semakin berkurangnya keuntungan hasil perdagangan antara Indonesia dan Amerika pada tahun ini khususnya dalam ekspor-impor non migas, maka diharapkan Indonesia mempunyai sikap untuk tidak melakukan berbagai kerjasama bidang perdagangan yang tidak efisien, diseconomies, dan tidak prospektus dalam menggenjot pendapatan nasional. Indonesia harus segera mengambil keputusan untuk mengurangi berbagai kerjasama yang ditawarkan Amerika, baik dari transaksi perdagangan maupun dari penanaman modal asing melalui investasi-yang beresiko tinggi untuk jangka panjang. Apabila negara Indonesia mempunyai keberanian untuk mengurangi kerjasama yang beresiko tinggi, tentunya harus memulai dengan melakukan perdagangan yang dapat meningkatkan produktivitas dalam negeri dan menaikkan jumlah tenaga kerja. Dengan kata lain, Indonesia harus keluar dari kerjasama yang dapat merugikan bangsa dan rakyat melalui orientasi ekonomi berbasis pada sumberdaya dan produktivitas dalam negeri, baik sumberdaya manusianya.

Berdasarkan data statistik bulan nov 2009 sumber impor non migas Indonesia yang berasal dari Amerika serikat berada di urutan ke 4 sebesar 7,91 % kalah oleh cina sebesar 17,92 %, Jepang 13,47 % dan Singapura 10,92 % . kondisi ini menunjukkan melemahnya ekonomi AS akibat gempuran krisis keuangan global, Oleh karena itu Amerika sangat berkepentingan untuk meningkatkan kembali jumlah ekspor non migas ke Indonesia yang sekarang sudah didominasi oleh China terlebih lagi dengan kebijakan ACFTA (Asean China Free Trade Agreement) maka dominasi impor China akan semakin kokoh dikawasan ASEAN, maka kunjungan obama ke Indonesia salah satunya adalah untuk meningkatkan ekspor Amerika Serikat Ke kawasan Asean Khususnya Indonesia sebagaimana yang dinyatakan oleh Obama : ” Jika kita hanya meningkatkan sedikit nilai persen ekspor kita untuk Asia, itu artinya ratusan dari ribuan, mungkin jutaan lapangan pekerjaan di Amerika Serikat akan bertambah, ” papar Obama. “Dan dengan mudah akan berlipat ganda”. Sebuah data dari Kantor Penasehat Perdagangan Amerika Serikat menunjukkan bahwa Ekspor Amerika Serikat untuk kawasan Asia Pasifik akan naik lebih besar 8% daripada tahun 2008 di atas tahun-tahun dulu menjadi $ 747 miliar. “Semua ini tentang lapangan pekerjaan. Dan jika dilakukan dengan benar, Presiden Obama dan saya sangat percaya bahwa kebijakan perdagangan yang cerdas, agresif dan progresif ini bisa menjadi bagian kritis dari program pemulihan perekonomian kami secara keseluruhan,” kata Kepala Perdagangan Ron Kirk.(JakartaGlobe. 4/2).

Karena itu Kunjungan Presiden Amerika Serikat Obama bukan untuk bernostalgia tapi sebagai bagian strategi baru melipatgandakan ekspor ke Indonesia dengan menghilangkan rintangan-rintangan sehingga akses lebih besar bagi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat untuk menembus pasar potensial di ASIA khususnya Indonesia .

Peningkatan Investasi atau Imperialisme ?

Selain meningkatkan volume perdagangan Amerika Indonesia , aspek ekonomi lainnya adalah peningkatan investasi dan keamanan investasi perusahaan-perusahaan AS di Indonesia. Menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Muhammad Lutfi Investasi Amerika Serikat di Indonesia selama 5 tahun terakhir ini sudah tidak masuk 5 besar, karena AS sudah banyak memindahkan tujuan investasinya dari Indonesia ke sejumlah negara lain (Inilah.com 18/12/2008). Oleh karena itu pemerintah menginginkan adanya peningkatan investasi AS di Indonesia, Pemerintah selalu beralasan bahwa peningkatan investasi asing akan meningkatkan perekonomian Indonesia yang akhirnya akan meningkatkan kesejahtertaa rakyat Indonesia. Benarkah Investasi AS akan meningkatkan kesejahteraan Indonesia ?

Selama ini sebenarnya investasi Asing lebih banyak merugikan dan menyengsarakan rakyat apalagi investasi yang ditanamkan oleh perusahaan-perusahaan AS. Ada 3 faktor yang bisa kita jadikan bukti bahwa Investasi AS telah banyak merugikan perekonomian indonesia dan menyengsarakan rakyat. Pertama, Investasi yang dilakukan perusahan AS seperti Exxon Mobil Oil, Caltex, Freeport dan Newmont adalah investasi di bidang ekploitasi barang tambang. Salah satu alasan pemerintah mengundang investasi asing adalah untuk mengatasi pengangguran padahal Investasi dibidang tambang tidak banyak menyerap tenaga kerja sehingga tidak akan mampu mengurangi pengangguran yang terjadi saat ini.

Kedua, Para Investor dengan prinsip kapitalis yaitu meraih keuntungan yang sebanyak-banyaknya telah mengakibatkan Kerusakan ekosisitem dan lingkungan alam serta lingkungan sosial. Penambangan yang dilakukan oleh Freeport, New Mont dan beberapa perusahan tambang lainnya telah menghasilkan galian berupa potential acid drainase (air asam tambang) dan limbah tailing. PT Newmont telah merusak pantai Buyat dan Sumbawa bagian barat dengan diikuti oleh aktifitas pembuangan limbah tailing ke laut dalam jumlah yang lebih besar yaitu mencapai 120.000 ton per hari, 60 kali lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang dibuang Newmont di pantai buyat Minahasa Sulawesi Utara. (http://jakarta.indymedia.org/). Apalagi saat ini pemrintah telah mengijinkan penambangan di daerah hutan lindung maka terjadilah kerusakan hutan akan semakin bertambah, saat ini laju kerusakan hutan mencapai 1,6 - 2 juta hektare per tahun. Luas hutan Indonesia 50 tahun terakhir diperkirakan terus menyusut, dari 162 juta hektare menjadi 98 juta hektare. Walhi mencatat 96,5 juta hektare atau 72 persen dari 134 juta hektare hutan tropis Indonesia telah hilang. Salah satu akibatnya adalah kekeringan dan bencana banjir seperti banjir bandang yang menimpa bohorok - sumatera telah merusak ratusan rumah, beberapa cottage beserta fasilitas publik, dan juga telah menewaskan 90 orang, beberapa orang luka-luka dan masih puluhan orang yang hilang.( http://www.rri-online.com/).

Ketiga, Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau kontrak karya selalu berpihak dan menguntungkan investor akan tetapi merugikan pemerintah dan rakyat dalam kasus Freport di Papua Pemrintah Indonesia hanya mendapatkan 18,72 % itupun 9,36 % miliki swasta sedangkan sisanya dimiliki Freepoort padahal PT Freeport saat ini telah berhasil mengeruk sekitar 30 juta ton tembaga dan 2,744 milyar gram emas Indonesia mengeksploitasi pertambangan di Papua bekerja atas dasar kontrak karya yang ditandatangani dengan pemerintah Indonesia. Sementara dalam kasus blok Cepu Exxon mobile mendapat konsesi 50 % padahal berdasarkan hasil survei dan kajian (technical evaluation study, TEA) Humpuss Patragas tahun 1992-1995, cadangan minyak Cepu mencapai 10,9 miliar barel, lebih besar dari Cadangan minyak yang sebelumnya ditemukan di Indonesia secara hanya sekitar 9,7 miliar barel. Sementara dalam kontar karya gas di Pulau Natuna lebih fantasisi lagi semua hasil gas 100 % milik Exxon mobile sementara pemerintah hanya mendapat pajak penjualan, maka saat ini exxon berusaha untuk memperpanjang kontrak tersebut yang sebenarnya sudah berakhir tahun 2005 kemudian diperpanjang sampai tahun 2007 dan sekarang sedang negoisasi untk diperpanjang lagi, dan perlu diketahui Ladang gas D-Alpha yang terletak 225 km di sebelah utara Pulau Natuna (di ZEEI) total cadangan 222 trillion cubic feet (TCT) dan gas hidrokarbon yang bisa didapat sebesar 46 TCT merupakan salah satu sumber terbesar di Asia.

Sementara pengaruh Cina di Bidang Minyak Indonesia sudah mulai mengusik dominasi Perusahaan Amerika Serikat, Kehadiran beberapa perusaahaan minyak Cina di Indonesia memang perlu mendapat perhatian khusus. Misalnya PetroChina, CNIIC, dan Sinopee. Hal ini tentu menimbulkan kejengkelan bagi perusahaan-perusahaan minyak multi-nasional asal Amerika dan Inggris yang dikenal sebagai SEVEN SISTERS yaitu Shell, British Petroleum, Gulf, Texaco, Exxon Mobil, dan Chevron. Ketika perusahaan-perusahaan minyak Cina tersebut masuk ke Indonesia, the Seven Sisters mulai goncang. Perusahaan-perusahaan minyak Cina tersebut masuk ke lokasi sumber minyak dan gas seperti Blok Sukowati di Jawa dan Blok Tangguh di Papua, maka Kunjungan Obama ke Indonesia di pastikan untuk mengokohkan kembali Imperilaisme di Bidang MIGAS di Indonesia.

Kesimpulan

Kerjasama transaksi perdagangan dan ekonomi dengan Amerika mengalami defisit. Bentuk kerjasama selama ini yang dilakukan harus dievaluasi dan direnegosiasikan lagi. Disamping itu investasi asing dalam hal ini yang dilakukan oleh perusahaan Amerika justru lebih banyak menimbulkan kerugian dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh bangsa Indonesia. Artinya, hubungan perdagangan dan investasi yang dilakukan RI-Amerika meskipun sudah memberikan dampak positif (profit), tetapi masih dipandang lebih banyak dampak negatif (loss)-nya, seperti halnya dalam menentukan berbagai kebijakan ekonomi/perdagangan seringkali tunduk pada kebijakan Amerika ketimbang kebutuhan nasional, termasuk keputusan negara dalam bidang politik ekonomi selalu yang tidak independen.

Karenanya dapat disimpulkan bahwa hubungan ekonomi antara RI dan Amerika lebih menguntungkan bagi Amerika dan lebih merugikan bagi RI. Dengan kata lain, Indonesia harus berani secara tegas melakukan terobosan dalam strategi perdagangan internasionalnya dengan tanpa mengikuti ‘pesanan dan tekanan’ politik Amerika dan merenegosiasi berbagai kerjasama bidang ekonomi yang seringkali keuntungan yang didapatkan lebih sedikit dibandingkan kerugiannya, oleh karena itu, saatnya Indonesia menentukan sikapnya sendiri dalam berekonomi tanpa dikendalikan oleh kepentingan Amerika dengan dalih ‘efisiensi’.

Catatan kaki :

1. http://jakarta.indymedia.org/newswire.php?story_id=689

2. http://www.rri-online.com/modules.php?name=Artikel&sid=20661

http://hizbut-tahrir.or.id/2010/03/27/untung-rugi-hubungan-ekonomi-ri-as/


__________________________________________________
ayo gabung dan daftar di milis islam : mediaumat@yahoogroups.com , caranya kirim email kosong ke mediaumat-subscribe@yahoogroups.com . setelah mendapatkan balasan klik reply dan sending ....

Judul: SEBARKAN>> INDAHNYA ISLAM MEMULIAKAN WANITA

Judul: SEBARKAN>> INDAHNYA ISLAM MEMULIAKAN WANITA

Sebelum Islam datang, bangsa Arab memperlakukan perempuan sebagai manusia yang bernilai rendah. Kaum perempuan saat itu dianggap sebagai harta benda yang bisa diwarisi. Jika seorang suami meninggal maka walinya berhak terhadap istrinya. Wali tersebut berhak menikahi si istri tanpa mahar, atau menikahkannya dengan lelaki lain dan maharnya diambil oleh si wali, atau bahkan menghalang-halanginya untuk menikah lagi.


Bayi perempuan dianggap sebagai aib, sehingga orang Arab Jahiliyyah mengubur hidup-hidup bayi perempuan yang baru lahir. Namun Rasulullah saw. datang membawa risalah Islam untuk melenyapkan semua bentuk kezaliman tersebut dan mengembalikan hak-hak kaum perempuan.
Tindakan yang memeras dan mengeksploitasi hak-hak kaum perempuan, semua dihapus. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam QS. an-Nisa’ ayat 19:


يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَحِلُّ لَكُمۡ أَن تَرِثُواْ ٱلنِّسَآءَ كَرۡهً۬اۖ وَلَا تَعۡضُلُوهُنَّ لِتَذۡهَبُواْ بِبَعۡضِ مَآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأۡتِينَ بِفَـٰحِشَةٍ۬ مُّبَيِّنَةٍ۬ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ فَإِن كَرِهۡتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـًٔ۬ا وَيَجۡعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيۡرً۬ا ڪَثِيرً۬ا


“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Rasulullah saw. juga bersabda:

“Barangsiapa yang memiliki anak perempuan, dan ia tidak menguburnya hidup-hidup, tidak menghinanya, dan tidak cenderung kepada anAk laki-lakinya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam sYurga.”

Islam juga menetapkan bagaimana seorang suami harus memperlakukan
isterinya, Rasulullah saw. bersabda:

“Wahai manusia, memang benar kalian memiliki hak atas isteri kalian, tapi mereka juga punya hak atas kalian. Ingatlah, bahwa kalian telah mengambil mereka sebagai isteri atas kepercayaan dan izin Allah. Jika mereka taat, maka mereka berhak diberi nafkah dan pakaian serta kebaikan. Baik-baiklah kepada mereka, karena mereka adalah pasangan dan penolong kalian.”

Penghargaan tinggi atas tugas-tugas perempuan sebagai ibu dan kepala rumah tangga juga diberikan Islam.

Nabi saw. bersabda:
“Pada masa kehamilan hingga persalinan, dan hingga berakhirnya maasa menyusui, seorang perempuan mendapatkan pahala yang setara dengan pahalanya orang yang menjaga perbatasan Islam.” (HR. Thabrani)

Nabi saw. juga pernah bersabda:
“Ketika seorang perempuan menyusui anaknya, untuk setiap tegukan itu ia akan mendapatkan pahala seolah-olah ia baru dilahirkan sebagai seorang manusia, dan ketika ia menyapih anaknya, para malaikat menepuk punggungnya sambil berkata, ‘Selamat! Semua dosa-dosamu yang telah lalu telah diampuni, kini semuanya berjalan dari awal lagi’.” (Raiyadhu as-Salihin)

Wallahua'lam bi ash-shawab

Kyai Hasyim Asy’ari dikenal pembela syariat Islam. Andai beliau masih hidup, pasti berada di garda depan menolak pemikiran Liberal

Kyai Hasyim Asy’ari dikenal pembela syariat Islam. Andai beliau masih hidup, pasti berada di garda depan menolak pemikiran Liberal

Oleh: Kholili Hasib*

SUSUNAN Pengurus PBNU telah diumumkan, namun apakah sudah steril dari orang-orang liberal? Tentunya, harapan itu besar bagi umat Islam Indonesia. Sudah saatnya arus liberalisasi agama yang diusung oleh sebagian intelektual muda NU belakangan ini ditanggapi serius dan tegas. Sebab, pemikiran ‘nyeleneh’ mereka sangat jauh dari ajaran-ajaran KH. Hasyim Asy’ari –pendiri NU – yang dikenal tegas dan tidak kompromi terhadap tradisi-tradisi batil.

Ironinya, ketokohan Kyai Hasyim tidak hanya sudah ditinggalkan, akan tetapi malah berusaha ditarik-tarik dengan mengatakan, Kyai Hasyim adalah tokoh inklusif.

“KH. Hasyim adalah tokoh moderat, menghargai keberagamaan, dan terbuka,” begitu ungkap seorang kader muda NU, dalam acara bedah bukunya berjudul “Hadratussyaikh; Moderasi Keumatan dan Kebangsaan” pada 13 Maret 2010 di Jombang.

Penulisnya yang juga aktivis Islam Liberal, tampaknya ingin menarik-narik bahwa pemikiran Kyai Hasyim sesuai dengan pemikiran progresif anak-anak muda NU saat ini.

Progresif dalam pemikirannya, adalah yang tak jauh dari pemikiran liberal dan inklusif. Tentu, ini sebuah kesimpulan yang cenderung gegabah. Kesimpulannya tersebut akan membawa dampak tidak sehat terhadap organisasi NU ke depan. Sebab, ketokohan Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari sangat jauh dari ide-ide inklusifisme (keterbukaan) mereka. Pada zamannya, harap dicatat, Kyai Hasyim adalah tokoh sangat concern membela syari’at Islam.

Dalam konteks dinamika pemikiran progresif anak-anak muda NU seperti sekarang, cukup menarik bila kita mengkomparasikan dengan pemikiran founding father Jam’iyah NU ini. Ada jarak yang cukup lebar ternyata antara ide-ide Kyai Hasyim dengan wacana-wacana yang dikembangkan kader-kader muda NU yang liberal itu.

Ketokohan KH. Hasyim Asy’ari yang sangat disegani, membuat orang NU ingin diakui sebagai pengikut beliau. Akan tetapi, upaya pengakuan yang dilakukan anak-anak muda liberal NU tidak dilakukan dengan mengaca pada perjuangan dan ideologi Kyai Hasyim.

Sebaliknya, pemikiran Kyai Hasyim justru secara paksa disama-samakan dengan pemikiran iklusivisme mereka. Padahal Kyai Hasyim pada zamannya terkenal sebagai ulama’ yang tegas dan tidak kompromi dengan tradisi-tradisi yang tidak memiliki dasar.

Ketegasan Kyai Hasyim

Wajah pemikiran pendiri NU ini yang paling menonjol adalah dalam pendidikan Islam, sosial politik, dan akidah. Akan tetapi pemikiran terakhir beliau ini belum banyak dielaborasi. Padahal untuk bidang keyakinan yang prinsip, beliau dikenal mengartikulasikan basicfaithnya secara ketat, tegas, dan tidak kompromi.

Dalam kitabnya Al-Tasybihat al-Wajibat Li man Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat mengisahkan pengalamannya. Tepatnya pada Senin 25 Rabi’ul Awwal 1355 H, Kyai Hayim berjumpa dengan orang-orang yang merayakan Maulid Nabi SAW. Mereka berkumpul membaca Al-Qur’an, dan sirah Nabi.

Akan tetapi, perayaan itu disertai aktivitas dan ritual-ritual yang tidak sesuai syari’at. Misalnya, ikhtilath (laki-laki dan perempuan bercampur dalam satu tempat tanpa hijab), menabuh alat-alat musik, tarian, tertawa-tawa, dan permainanan yang tidak bermanfaat. Kenyataan ini membuat Kyai Hasyim geram. Kyai Hasyim pun melarang dan membubarkan ritual tersebut.

Dalam aspek keyakinan, Kyai Hasyim juga telah wanti-wanti warga Nadliyyin agar menjaga basic-faith dengan kokoh. Pada Muktamar ke-XI pada 9 Juni 1936, Kyai Hasyim dalam pidatonya menyampaikan nasihat-nasihat penting. Seakan sudah mengetahui akan ada invasi Barat di masa-masa mendatang, dalam pidato yang disampaikan dalam bahasa Arab, beliau mengingatkan, “Wahai kaum muslimin, di tengah-tengah kalian ada orang-orang kafir yang telah merambah ke segala penjuru negeri, maka siapkan diri kalian yang mau bangkit untuk…dan peduli membimbing umat ke jalan petunjuk.”

Dalam pidato tersebut, warga NU diingatkan untuk bersatu merapatkan diri melakukan pembelaan, saat ajaran Islam dinodai. “Belalah agama Islam. Berjihadlah terhadap orang yang melecehkan Al-Qur’an dan sifat-sifat Allah Yang Maha Kasih, juga terhadap penganut ilmu-ilmu batil dan akidah-akidah sesat”, lontar Kyai Hasyim. Untuk menghadapi tantangan tersebut, menurut Kyai Hasyim, para ulama harus meninggalkan kefanatikan pada golongan, terutama fanatik pada masalah furu’iyah. “Janganlah perbedaan itu (perbedaan furu’) kalian jadikan sebab perpecahan, pertentangan, dan permusuhan,” tegasnya.

Tegas, tidak kenal kompromi dengan tradisi-tradis batil, serta bijaksana, inilah barangkali karakter yang bisa kita tangkap dari pidato beliau tersebut. Bahkan pidato tersebut disampaikan kembali dengan isi yang sama pada Muktamar ke-XV 9 Pebruari 1940 di Surabaya. Hal ini menunjukkan kepedulian beliau terhadap masa depan warga Nadliyyin dan umat Islam Indonesia umumnya, terutama masa depan agama mereka ke depannya – yang oleh beliau telah diprediksi mengalami tantangan yang berat.

Situasi aktual yang akan dihadapi kaum muslim ke depan sudah menjadi bahan renungan Kyai Hasyim. Dalam kitab Risalah Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah, beliau mengutip hadis dari kitab Fathul Baariy bahwa akan datang suatu masa bahwa keburukannya melebihi keburukan zaman sebelumnya. Para ulama dan pakar hukum telah banyak yang tiada. Yang tersisa adalah segolongan yang mengedepan rasio dalam berfatwa. Mereka ini yang merusak Islam dan membinasakannya.

Dalam kitab yang sama, mbah Hasyim (demikian sering dipanggil) menyinggung persoalan aliran-aliran pemikiran yang dikhawatirkan akan meluber ke dalam umat Islam Indonesia. Misalnya, kelompok yang meyakini ada Nabi setelah Nabi Muhammad, Rafidlah yang mencaci sahabat, kelompok Ibahiyyun – yaitu kelompok sempalan sufi mulhid yang menggugurkan kewajiban bagi orang yang mencapai maqam tertentu - , dan kelompok yang mengaku-ngaku pengikut sufi beraliran wihdatul wujud, hulul, dan sebagainya.

Menurut Kyai Hasyim, term wihdatul wujud dan hulul dipahami secara keliru oleh sebagian orang. Kalaupun term itu diamalkan oleh seorang tokoh sufi dan para wali, maka maksudnya bukan penyatuan Tuhan dan manusia (manunggaling kawula).

Seorang sufi yang mengatakan “Maa fi al-Jubbah Illa Allah”, maksudnya adalah bahwa sesuatu yang ada dalam jubbah atau benda-benda lainnya di alam ini tidak akan wujud, kecuali karena kekuasaan-Nya. Artinya, menurut Kyai Hasyim, jika istilah itu dimaknai manunggaling kawula, maka beliau secara tegas menghukumi kafir.

Karakter pemikiran yang diproduk Kyai Hasyim memang terkenal berbasis pada elemen-eleman fundamental. Dalam karya-karya kitabnya, ditemukan banyak pandangan beliau yang menjurus pada penguatan basis akidah. Dalam kitabnya Risalah Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah itu misalnya, Kyai kelahiran Jombang ini menulis banyak riwayat tentang kondisi pemikiran umat pada akhir zaman.

Oleh sebab itu, Kyai Hasyim mewanti-wanti agar tidak fanatik pada golongan, yang menyebabkan perpecahan dan hilangnya wibawa kaum muslim. Jika ditemukan amalan orang lain yang memiliki dalil-dalik mu’tabarah, akan tetapi berbeda dengan amalan syafi’iyyah, maka mereka tidak boleh diperlakukan keras menentangnya. Sebaliknya, orang-orang yang menyalahi aturan qath’i tidak boleh didiamkan. Semuanya harus dikembalikan kepada al-Qur’an, hadis, dan pendapat para ulama terdahulu.

NU Tapi Liberal

Sayangnya, model pemikiran-pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tersebut tidak menjadi kaca yang baik. Bahkan ‘kaca’ pemikiran Kyai Hasyim berusaha diburamkan sedemikian rupa, terutama oleh anak-anak muda NU yang liberal.

Punggawa-punggawa Jaringan Islam Liberal (JIL) tak sedikit berlatar belakang NU. Akan tetapi, yang diperjuangkan bukan lagi ke-NU-an sebagaimana ajaran Kyai Hasyim, melainkan pluralisme, sekularisme, kesetaraan gender, dan civil society.

Beberapa intelektual muda NU yang hanyut dalam arus liberalisme agama harus ditanggapi serius. Pemikiran anak-anak muda itu cukup membahayakan. Tidak hanya bagi NU, tapi juga keberagamaan di Indonesia secara umum.

KH. Hasyim Muzadi ketika masih menjabat ketua PBNU telah merasa gerah dengan munculnya wacana liberalisasi agama yang melanda kalangan muda NU. Beliau telah menyadari bahwa liberalisme telah menjadi tantangan di NU.

Sebab, liberalisasi agama jelas menyalahi tradisi NU, apalagi melawan perjuangan KH. Hasyim Asy’ari. ”Liberalisme ini mengancam akidah dan syariah secara bertahap,” ujar KH Hasyim Muzadi seperti dikutip www.nuonline.com pada 7 Februari 2009.

Kekhawatiran tersebut memang perlu menjadi bahan muhasabah di kalangan warga NU. Sebab, invasi anak-anak muda tersebut pelan-pelan akan menghujam ormas Islam terbesar tersebut. Kasus Ulil yang memberanikan diri mencalonkan diri sebagai ketua PBNU dalam muktamar kemarin adalah sebuah sinyal kuat, bagaimana tokoh liberal bisa masuk bursa calon ketua. Harusnya, ada ketegasan sikap dari elit-elit NU untuk mencegah.

Padahal, KH. Hasyim Asy’ari sangat menetang ide-ide pluralisme, dan memerintahkan untuk melawan terhadap orang yang melecehkan Al-Qur’an, dan menentang penggunaan ra’yu mendahului nash dalam berfatwa (lihat Risalah Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah). Dalam Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyati Nadlatu al-‘Ulama, Hadratusyekh mewanti agar berhati-hati jangan jatuh pada fitnah – yakni orang yang tenggelam dalam laut fitnah, bid’ah, dan dakwah mengajak kepada Allah, padahal mengingkari-Nya.

Memang mestinya, nadliyyin yang liberal tidak mendapat tempat di dalam NU. Sebab, perjuangan Kyai Hasyim pada zaman dahulu adalah menerapkan syariat Islam. Untuk itulah beliau, sepulang dari belajar di Makkah mendirikan jam’iyyah Nadlatul Ulama’ – sebagai wadah perjuangan melanggengkan tradisi-tradisi Islam berdasarkan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Ketegasannya semoga tidak sekadar diwacanakan secara verbal. Tentu ini tidaklah cukup dibanding dengan kuatnya arus liberalisme di tubuh ormas Islam terbesar di Indonesia ini. Tindakan nyata dan tegas hukumnya fardlu ‘ain bagi para ulama’ yang memiliki otoritas dalam tubuh organisasi.

Ormas-ormas Islam terbesar di Indonesia seperti NU adalah aset bangsa yang harus diselamatkan dari gempuran virus liberalisme. NU dan Muhammadiyah bagi muslim Indonesia adalah dua kekuatan yang perlu terus di-backup. Jika dua kekuatan ini lemah, tradisi keislaman Indonesia pun bisa punah. Maka, andai Kyai Hasyim hidup saat ini, beliau pasti akan berada di garda depan menolak pemikiran Liberal.

*)Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor - Ponorogo

Sumber: hidayatullah.com (22/4/2010)

'' Habib Riziq Syihab: AKKBB, Lu Jual Gua Borong! ''

'' Habib Riziq Syihab: AKKBB, Lu Jual Gua Borong! ''


Habib Riziq Syihab
Ketua Front Pembela Islam (FPI) |

Membiarkan berkembangnya aliran sesat adalah bentuk penghinaan kepada agama Allah SWT. Mencabut regulasi penistaan agama karena dianggap melanggar HAM pun dusta belaka. Benarkah? Temukan jawabannya dalam petikan wawancara Joko Prasetyo, wartawan Media Umat dengan Habib Riziq Syihab, Ketua Front Pembela Islam, di bawah ini.

Mengapa kelompok liberal menggugat regulasi penistaan agama ke Mahkamah Konstitusi?

Lantaran selama ini mereka gagal menjalankan paket-paket dari biangnya liberal internasional. Karena gerakan liberal ini bukan gerakan lokal, tetapi merupakan gerakan internasional, mereka mencegah SKB turun, ternyata SKB turun. Mereka mencegah agar Ahmad Musadiq, Lia Eden untuk tidak dihukum, tetapi ternyata tetap diproses dan dijebloskan ke penjara.

Artinya, regulasi yang mereka gugat sekarang ini memang efektif untuk menjerat aliran sesat. Makanya mereka gerah. Jadi kalau mereka ingin melindungi aliran sesat harus runtuhkan dulu itu perundang-undangannya.

Jadi bukan karena UU tersebut mereka anggap melanggar HAM kelompok minoritas Ahmadiyah dan aliran sesat lainnya?

Bukan. Dewan HAM PBB pada 26 Maret 2009 telah meloloskan resolusi yang menyatakan bahwa penistaan agama merupakan sebuah pelanggaran terhadap HAM. Jadi kalau itu sudah menjadi keputusan PBB tidak ada alasan lagi mereka mengatakan kalau kita melarang penistaan agama itu melanggar HAM.

Jadi yang melanggar HAM itu kalau melarang orang untuk menjalankan agamanya. Orang dipaksa masuk Islam, misalnya, itu melanggar HAM. Tetapi kalau menolak penistaan bukan melanggar HAM justru untuk melindungi HAM umat beragama yang agamanya dinodai.

Penistaan agama yang kita maksud itu bukan hanya kepada agama Islam, agama apapun tidak boleh kita nistakan. Islam mengajarkan kita tidak boleh menghinakan agama apapun.

Jadi sebenarnya tindakan AKKBB tersebut melanggar HAM?

Iya. Justru itu menunjukkan merekalah yang telah melanggar HAM. Oleh karena kita harus melakukan perlawanan melalui jalur hukum karena mereka menggunakan jalur hukum.

Karena prinsip FPI begitu, Anda menantang kami perang intelektual, ayo perang intelektual. Anda menantang kami perang ekonomi, ayo perang ekonomi, mau perang media, ayo perang media, kalau mereka menantang perang hukum ya perang hukum. Kalau mereka menantang perang otot, ya kita perang otot.

Jadi sederhana saja prinsipnya, istilahnya orang Betawi, ikan bawal buah terong, elu jual gua borong!

Saya ingin mendorong dari gerakan Islam yang selama ini konsen, terhadap urusan Ahmadiyah khususnya Lembaga Pusat Pengkajian Islam (LPPI) dan ormas Islam mestinya sudah mengajukan ke Mahkamah Konstitusi sebagai pihak terkait untuk bisa hadir ke MK untuk didengar pendapatnya.

Sementara ini kan pihak terkait yang baru saya ketahui Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin. Tetapi tentunya kita menginginkan lebih dari itu.

Apakah tidak cukup dari dua ormas Islam terbesar itu saja?

Karena kalau kita mau jujur, ketika praktek di lapangan masih banyak pihak-pihak lain yang menguasai persoalan Ahmadiyah. Dengan tidak mengurangi penghargaan kepada NU dan Muhammadiyah yang kita cintai dan pimpinannya juga merupakan pimpinan kita semua, tetapi ada persoalan-persoalan yang justru LPPI lebih menguasai dari pada NU dan Muhammadiyah dalam persoalan ini.

Oleh karena itu tokoh seperti Ketua LPPI yakni Pak Amin Djamaluddin, perlu didengarkan suaranya, kesaksiannya, di MK. Sebab kalau kita tidak masuk ke MK kita bisa kebobolan.

Karena nanti suara yang mendukung AKKBB lebih banyak dan suara kita tidak didengarkan nanti pemikiran pimpinan MK bisa berubah karena pimpinan MK adalah manusia yang mempunyai jiwa, akal pikiran, sehingga secara psikologis bisa terpengaruh oleh keterangan-keterangan orang lain. Apalagi kalau pimpinan MK itu tidak ngerti agama.

Kalau MK mengabulkan keinginan AKKBB?

Kalau sampai UU itu dibatalkan maka seluruh produk aturan yang bersandar pada UU tersebut seperti SKB, SK Gubernur Sumatera Selatan tentang pelarangan Ahmadiyah itu akan gugur dengan sendirinya.

Jadi kita lihat betapa liciknya ulah kalangan AKKBB ini, mereka sadar dengan berbagai macam cara mereka gagal, mencegah terbitnya SKB juga mereka gagal. Akhirnya mereka sekarang menghantam kita pakai MK. Oleh karena itu MK harus dikawal jangan sampai MK mengabulkan keinginan AKKBB. Karena itu akan menjadi benih konflik. Jadi bukan tidak mungkin suatu ketika nanti di Indonesia akan terjadi seperti yang pernah terjadi di Pakistan.

Saat itu, sebelum akhirnya dilarang, Ahmadiyah mengaku sebagai bagian dari Islam, terjadi pertempuran dan pertumpahan darah. Percikan ke arah itu sudah ada di Indonesia. Untuk ke arah itu tentunya kita tidak inginkan.

Yang kita inginkan ini bisa selesai kalau perlu hanya dengan dakwah. Kalau tidak bisa ya paling dengan hisbah yakni amar makruf nahi munkar. Tetapi kalau masih tidak bisa juga, akan ada saatnya persoalan ini kita selesaikan dengan jihad.

Jadi seluruh komponen umat Islam harus sudah siap menghadapi hal-hal semacam itu. karena bukan tidak mungkin konflik itu terjadi tanpa kita rencanakan. Kita yang tidak mau pun akan tetap terseret kepada konflik tadi karena semua di antara kita pasti mempunyai panggilan jiwa untuk memenuhi kewajiban dari agama kita.

Siapa yang menghinakan agama Allah SWT atau siapapun yang membiarkan agama Allah SWT dihinakan orang, maka niscaya Allah SWT akan menghinakan dia. Kita lihat saja, buka mata dan telinga.

Contohnya?

Bagaimana mereka yang membiarkan selama ini Islam dihina oleh Ahmadiyah. Bahkan saat ratusan ribu umat Islam turun ke Istana, orang nomor satu Istana tidak bersedia untuk menerima. Mengapa?

Apakah ini persoalan kecil? Ini agama Allah SWT yang dihina. Jadi kalau yang bersangkutan tidak menghina agama tetapi ikut andil dengan membiarkan kelompok penghina agama Allah SWT. Kalau itu terjadi Allah SWT akan hinakan dia.

Maka kita lihat sekarang. Bagaimana pejabat-pejabat di kepolisian yang saat itu melakukan berbagai macam rekayasa untuk memojokkan gerakan Islam, dihinakan oleh Allah SWT dengan adanya peristiwa Cicak VS Buaya. Sehingga mereka tidak ada harganya di mata masyarakat.

Begitu juga dengan orang nomor satu di republik ini, katanya sebagai orang yang punya wibawa, berpengaruh, dan paling dihormati tetapi sekarang sedang dihinakan dengan kasus Century. Sampai rakyat di desa-desa membicarakan hal itu.

Hilang wibawa dan kesantunan yang selama ini dia jaga sedemikian rupa. Sampai panik dan bingung dengan wacana pemakzulan dan lain sebagainya.

Ini baru permulaan. Siapa saja yang terlibat dalam penghinaan agama Allah SWT, tidak mau bertaubat, tidak mau kembali ke jalan Allah SWT, tidak mau merubah kebijakannya melindungi agama Allah SWT, Allah SWT pasti akan menghinakan mereka.[]

sumber : mediaumat.com

MENGUNGKAP PERSEKONGKOLAN WAHABI DAN PENGUASA SAUDI DALAM MENGHANCURKAN KHILAFAH

MENGUNGKAP PERSEKONGKOLAN WAHABI DAN PENGUASA SAUDI DALAM MENGHANCURKAN KHILAFAH

Oleh KH. M. Shiddiq Al-Jawi

Pengantar

Gerakan Wahabi (al-harakah al-wahhabiyyah) dapat dianggap salah satu gerakan reformasi Islam yang berpengaruh besar terhadap umat Islam sejak abad ke-18. (Al-Ja'bari, 1996). Gerakan yang dirintis oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1792) memang dinilai banyak pakar memberi kontribusi positif bagi umat Islam, misalnya membuka pintu ijtihad, memurnikan tauhid sesuai pahamnya, dan memerangi apa yang dianggapnya bid'ah dan khurafat. Bahkan Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Mujaddid Ad-Din fi Al-Qarn Ats-Tsani 'Asyar, menganggap Muhammad bin Abdul Wahhab adalah mujaddid abad ke-12 H. Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Kaifa Hudimat Al-Khilafah hal. 14, juga mengakui Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang mujtahid dalam mazhab Hambali.

Namun sisi gelap dari gerakan ini juga harus diungkap, khususnya dalam aspek politik. Menurut Abdul Qadim Zallum, gerakan Wahabi telah dimanfaatkan oleh Muhammad bin Saud (w. 1765) untuk memukul Khilafah Utsmaniyah dari dalam. Namun tindakan yang sudah dapat disebut pemberontakan ini, menurut Zallum terjadi tanpa disadari oleh para penganut gerakan Wahabi, meski disadari sepenuhnya oleh Muhammad bin Saud. (Zallum, Kaifa Hudimat Al-Khilafah, hal. 14).

Tulisan ini hendak mengkaji kitab Kaifa Hudimat Al-Khilafah (hal. 13-20) yang mengungkapkan upaya Muhammad bin Saud memanfaatkan gerakan Wahabi untuk mengguncangkan Khilafah Utsmaniyah dari dalam. Kajian akan dilengkapi dengan berbagai referensi lain yang relevan.

Persekongkolan Negara-Negara Eropa

Gerakan Wahabi dan penguasa Saudi muncul pertama kali pada abad ke-18 di tengah kondisi yang kurang menguntungkan bagi Khilafah Utsmaniyah, baik internal maupun eksternal.



Secara internal, kelemahan Khilafah mulai menggejala pada abad ke-18 ini, disebabkan oleh buruknya penerapan hukum Islam, adanya paham-paham asing --seperti nasionalisme dan demokrasi-- yang mengaburkan ajaran Islam dalam benak umat Islam, dan lemahnya pemahaman Islam yang ditandai dengan vakumnya ijtihad. (An-Nabhani, Ad-Daulah Al-Islamiyyah, hal. 177).

Secara eksternal, negara-negara Eropa seperti Inggris, Perancis, dan Italia telah dan sedang berkonspirasi untuk menghancurkan Khilafah Utsmaniyah. Negara-negara Eropa itu berkali-kali berkumpul dan bersidang membahas apa yang disebutnya Masalah Timur (al-mas'alah al-syarqiyyah, eastern question) dengan tujuan untuk membagi-bagi wilayah Khilafah. Meski tidak berhasil mencapai kata sepakat dalam pembagian ini, namun mereka sepakat bulat dalam satu hal, yaitu Khilafah harus dihancurkan. (El-Ibrahimy, Inggris dalam Pergolakan Timur Tengah, hal. 27).

Agar Khilafah hancur, negara-negara Eropa itu melakukan serangan politik (al-ghazwuz siyasi) dengan menggerogoti wilayah-wilayah Khilafah. Selain Rusia yang yang telah mencaplok wilayah Turkistan tahun 1884 dari wilayah Khilafah, Perancis sebelumnya telah mencaplok Syam (Ghaza, Ramalah, dan Yafa) tahun 1799. Perancis juga telah merampas Al-Jazair tahun 1830, Tunisia tahun 1881, dan Marakesh tahun 1912. Italia tak ketinggalan menduduki Tripoli (Libya) tahun 1911. Sementara Inggris menguasai Mesir tahun 1882 dan Sudan tahun 1898. (An-Nabhani, Ad-Daulah Al-Islamiyyah, hal. 206-207).

Demikianlah serangan militer telah dilancarkan Eropa untuk menghancurkan Khilafah dengan cara melakukan disintegrasi wilayah-wilayahnya satu demi satu. (Jamal Abdul Hadi Muhammad, Akhtha` Yajibu an Tushahhah fi Tarikh Ad-Daulah Al-Utsmaniyyah, Juz II/9).

Selain upaya langsung dari luar, berbagai cara juga ditempuh oleh Eropa untuk menghancurkan Khilafah dari dalam. Menurut Zallum ada empat cara yang digunakan, yaitu : pertama, menghembuskan paham nasionalisme. Kedua, mendorong gerakan separatisme. Ketiga, memprovokasi umat untuk memberontak terhadap Khilafah. Keempat, memberi dukungan senjata dan dana untuk melawan Khilafah. (Zallum, Kaifa Hudimat Al-Khilafah, hal. 13; Abdur Rauf Sinnu, An-Naz'at Al-Kiyaniyat al-Islamiyah fi ad-Daulah al-Utsmaniyah, hal. 91).

Di sinilah Inggris menggunakan cara-cara tersebut untuk memukul Khilafah dari dalam, melalui antek-anteknya Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud (w. 1830) yang memanfaatkan gerakan Wahabi. Upaya ini mendapat dukungan dana dan senjata dari Inggris. (Kaifa Hudimat Al-Khilafah, hal. 13).

Hubungan konspiratif segitiga antara Inggris, Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud, dan gerakan Wahabi ini diuraikan secara detail oleh Abul As'ad dalam kitabnya As-Su'udiyyah wa Al-Ikhwan al-Muslimun (hal. 15). Menurutnya, Abdul Aziz membangun ambisi politiknya atas dasar dua basis. Pertama, adanya dukungan internasional dari Inggris. Kedua, adanya dukungan milisi bersenjata dari gerakan Wahabi.

Dukungan Inggris terhadap Abdul Aziz ini terbukti misalnya dengan adanya berbagai perjanjian rahasia antara Inggris dan Abdul Aziz tahun 1904. Abul As'ad mengatakan,"Hubungan ini [Inggris dan Abdul Aziz] semakin kuat dengan berbagai perjanjian rahasia antara dua pihak tahun 1904, di mana Abdul Aziz menerima dukungan materi, politik, dan militer dari Inggris yang membantunya untuk meluaskan pengaruhnya di Nejed serta menguasai kota Ihsa` dan Qathif tahun 1913." (Abu Al-As'ad, As-Su'udiyyah wa Al-Ikhwan al-Muslimun, hal. 16).

Adapun dukungan milisi dari gerakan Wahabi kepada Abdul Aziz, telah terbentuk sebelumnya sejak tahun 1744 ketika terjadi kontrak politik antara ayahnya (Muhammad bin Saud) dengan Muhammad bin Abdul Wahhab. Kontrak politik ini berlangsung di kota Dir'iyyah, sehingga sering disebut "Baiah Dir'iyyah" (Tarikh Al-Fakhiri, tahqiq Abdullah bin Yusuf Asy-Syibl, hal. 25).

Dengan kontrak politik itu, Muhammad bin Saud mendeklarasikan dukungannya terhadap paham gerakan Wahabi dan menerapkannya dalam wilayah kekuasaannya. Sedang gerakan Wahhabi yang sebelumnya hanya gerakan dakwah kelompok, berubah menjadi gerakan dakwah kekuasaan. Implikasinya, paham Wahabi yang semula hanya disebarkan lewat dakwah murni, kemudian disebarkan dengan paksa menggunakan kekuatan pedang kepada penganut mazhab lain, antara lain penganut mazhab Syafi'i. (Kaifa Hudimat Al-Khilafah, hal. 16).

Pemberontakan Penguasa Saudi dan Wahabi Terhadap Khilafah

Dengan dukungan dana dan senjata dari Inggris, penguasa Saudi dan kaum Wahabi bahu membahu memerangi dan menduduki negeri-negeri Islam yang berada dalam kekuasaan Khilafah. Dengan ungkapan yang lebih tegas, sebenarnya mereka telah memberontak kepada Khalifah dan memerangi pasukan Amirul Mukminin dengan provokasi dan dukungan dari Inggris, gembongnya kafir penjajah. (Kaifa Hudimat Al-Khilafah, hal. 13).

Penguasa Saudi dan Wahabi telah menyerang dan menduduki Kuwait tahun 1788, lalu menuju utara hingga mengepung Baghdad, menguasai Karbala dan kuburan Husein di sana untuk menghancurkan kuburan itu dan melarang orang menziarahinya. Pada tahun 1803 mereka menduduki Makkah dan tahun berikutnya (1804) berhasil menduduki Madinah dan merobohkan kubah-kubah besar yang menaungi kuburan Rasulullah SAW. Setelah menguasai Hijaz, mereka menuju ke utara (Syam) dan mendekati Hims. Mereka berhasil menguasai banyak wilayah di Siria hingga Halb (Aleppo). (Muwaffaq Bani Al-Marjih, Shahwah ar-Rajul Al-Maridh, hal. 285).

Menurut Zallum, serangan militer ini sebenarnya adalah aksi imperialis Inggris, karena sudah diketahui bahwa penguasa Saudi adalah antek-anek Inggris. Jadi, Inggris telah memanfatkan penguasa Saudi yang selanjutnya juga memanfaatkan gerakan Wahabi untuk memukul Khilafah dari dalam dan mengobarkan perang saudara antar mazhab dalam tubuh Khilafah.

Hanya saja, seperti telah disebut di depan, para pengikut gerakan Wahabi tidak begitu menyadari kenyataan bahwa penguasa Saudi adalah antek Inggris. Mengapa? Karena menurut Zallum, hubungan yang terjadi bukanlah antara Inggris dengan Muhammad bin Abdul Wahhab, melainkan antara Inggris dengan Abdul Aziz, lalu antara Inggris dengan anak Abdul Aziz, yaitu Saud bin Abdul Aziz. (Kaifa Hudimat Al-Khilafah, hal. 14).

Mungkin karena sebab itulah, banyak para penganut gerakan Wahabi --mereka lebih senang menyebut dirinya Salafi-- menolak anggapan bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab telah memberontak kepada Khilafah Utsmaniyah. Banyak kitab telah ditulis untuk membersihkan nama Muhammad bin Abdul Wahhab dari tuduhan yang menurut mereka tidak benar itu. Contohnya kitab Tashih Khathta` Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah karya Asy-Syuwai'ir; lalu kitab Bara`ah Da`wah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab min Tuhmah Al-Khuruj 'Ala Ad-Daulah Al-Utsmaniyah karya Al-Gharib, juga kitab Kasyfu Al-Akadzib wa al-Syubuhat 'an Da'wah Al-Mushlih Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab karya Shalahudin Al Syaikh. Termasuk juga kitab yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, yang berjudul Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah karya Ash-Shalabi. (Pustaka Al-Kautsar, 2004).

Bahkan dalam buku yang terakhir ini, Ash-Shalabi mencoba membangun konstruksi persepsi sejarah yang justru mengaburkan fakta sejarah yang sesungguhnya. Ash-Shalabi mengatakan bahwa perang antara Khilafah (yang diwakili oleh Muhammad Ali, yakni Wali Mesir) melawan gerakan Wahabi pertengahan abad ke-19, adalah Perang Salib yang berbaju Islam. (Ash-Shalabi, Ad-Daulah Al-Utsmaniyah Awamil An-Nuhudh wa Asbab As-Suquth, hal. 623).

Maksudnya, Muhammad Ali dianggap representasi pihak Salib karena dia dianggap antek Inggris dan Perancis, sementara gerakan Wahabi dianggap representasi tentara Islam. Subhanallah, hadza buhtanun 'azhim.

Padahal, Muhammad Ali meski benar dia adalah antek Perancis menurut Zallum tapi dia memerangi Wahabi karena menjalankan perintah Khalifah, bukan menjalankan perintah kaum Salib. Jadi, perang yang terjadi sebenarnya adalah perang antara Khilafah dan kaum pemberontak yang didukung Inggris, bukan antara kaum Salib melawan pasukan Islam.

Ada satu fakta sejarah yang diabaikan oleh para penulis sejarah apologetik itu, yang mencoba membela posisi Wahabi atau penguasa Saudi yang memberontak kepada Khilafah. Mereka nampaknya lupa bahwa wilayah Hijaz telah lama masuk ke dalam wilayah Khilafah Utsmaniyah. Sejak tahun 1517 M, Hijaz telah secara resmi menjadi bagian Khilafah pada masa Khalifah Salim I yang berkuasa 1512-1520. Peristiwa ini ditandai dengan pernyerahan kunci Makkah dan Madinah kepada penguasa Khilafah Utsmaniyah. (Abdur Rauf Sinnu, An-Naz'at Al-Kiyaniyat al-Islamiyah fi ad-Daulah al-Utsmaniyah, hal. 89; Tarikh Ibnu Yusuf, hal. 16; Abdul Halim Uwais, Dirasah li Suquth Tsalatsina Daulah Islamiyyah, hal. 88).

Jadi, kalau Hijaz adalah bagian Khilafah, maka upaya mendirikan kekuasaan dalam tubuh Khilafah, seperti yang dilakukan penguasa Saudi dan Wahabi, tak lain adalah upaya ilegal untuk membangun negara di dalam negara. Lalu kalau mereka berperang melawan Khalifah, apa namanya kalau bukan pemberontakan?

Para penulis sejarah apologetik itu semestinya bersikap objektif dan adil, tidak secara apriori berpihak kepada penguasa Saudi atau gerakan Wahabi. Atau secara apriori membenci Khilafah atau aktivis pejuang Khilafah saat ini. Allah SWT berfirman (artinya) : "Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa." (QS Al-Maaidah : 8).

Namun nampaknya justru bersikap adil sepertilah yang paling sulit dilakukan oleh sejarawan, sejarawan manapun, khususnya penulis sejarah sezaman (l'histoire contemporaine, contemporary history). Dalam ilmu sejarah, menulis sejarah sezaman ini adalah paling sulit bagi ahli sejarah untuk tidak memihak (non partisan). Namun meski sulit, sejarawan seharusnya menulis secara obyektif, sekalipun menulis tentang penguasa yang sedang berkuasa. (Poeradisastra, 2008). Wallahu a'lam.

DAFTAR BACAAN

Aal Syaikh, Shalahudin bin Muhammad bin Abdurrahman, Kasyfu Al-Akadzib wa al-Syubuhat 'an Da'wah Al-Mushlih Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab, (ttp : tp), tt.

Abu Al-As'ad, Muhammad, As-Su'udiyyah wa Al-Ikhwan al-Muslimun, (Kairo : Markaz Ad-Dirasat wa Al-Ma'lumat al-Qanuniyah li Huquq al-Insan), 1996.

Al-Fakhiri, Tarikh Al-Fakhiri, tahqiq Abdullah bin Yusuf Asy-Syibl, (Riyadh : Maktabah Al-Malik Fahd), 1999.

Al-Gharib, Abdul Basith bin Yusuf, Bara`ah Da`wah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, (Amman : tp), tt.

Al-Ja'bari, Hafizh Muhammad, Gerakan Kebangkitan Islam (Harakah Al-Ba'ts Al-Islami), Penerjemah Abu Ayyub Al-Anshari, (Solo : Duta Rohmah), 1996.

Al-Marjih, Muwaffaq Bani, Shahwah ar-Rajul Al-Maridh, (Kuwait : Muasasah Shaqr Al-Khalij), 1984.

An-Nabhani, Taqiyuddin, Ad-Daulah Al-Islamiyyah, (Beirut : Darul Ummah), 2002.

Ash-Shallabi, Ali Muhammad, Ad-Daulah al-Utsmaniyah 'Awamil an-Nuhudh wa Asbab as-Suquth, (ttp : tp), tt.

Asy-Syuwai'ir, Muhammad Saad, Tashih Khathta` Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, (Ttp : Darul Habib), 2000.

El-Ibrahimy, M. Nur, Inggris dalam Pergolakan Timur Tengah, (Bandung : NV Almaarif), 1955.

Ibnu Yusuf, Tarikh Ibnu Yusuf, tahqiq Uwaidhah Al-Juhni, (Riyadh : Maktabah Al-Malik Fahd), 1999.

Imam, Hammadah, Daur Al-Usrah As-Su'udiyah fi Iqamah Ad-Daulah Al-Israiliyyah, (ttp : tp), 1997.

Muhammad, Jamal Abdul Hadi, Akhtha` Yajibu an Tushahhah fi Tarikh Ad-Daulah Al-Utsmaniyyah, Juz II, (Al-Manshurah : Darul Wafa`), 1995.

Poeradisastra, S.I., Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern, (Depok : Komunitas Bambu), 2008.

Sinnu, Abdur Rauf, An-Naz'at Al-Kiyaniyat al-Islamiyah fi ad-Daulah al-Utsmaniyah 1877-1881, (Beirut : Baisan), 1998.

Uwais, Abdul Halim, Dirasah li Suquth Tsalatsina Daulah Islamiyyah, (ttp : tp), tt.

Yaghi, Ismail Ahmad, Ad-Daulah Al-Utsmaniyyah fi At-Tarikh Al-Islami al-Hadits, (Ttp : Maktabah Al-'Abikan), 1998.

Zallum, Abdul Qadim, Kaifa Hudimat Al-Khilafah, (Beirut : Darul Ummah), 1990.

CARA ISLAM MEMBABAT KORUPTOR

CARA ISLAM MEMBABAT KORUPTOR

[Buletin : Al-Islam 504] Geram! Mungkin itulah ekspresi sebagian masyarakat saat ini saat menyaksikan makin merajalelanya kasus korupsi di negeri ini. Kegeraman masyarakat makin meningkat terutama sejak mencuatnya kasus markus pajak dengan ‘aktor utama’ Gayus P Tambunan, menyusul sebelumnya Skandal Century. Karena itu, tidak aneh jika saat ini muncul kembali wacana untuk menindak tegas para koruptor.

Indonesia Terkorup!

Mantan Ketua Bappenas Kwik Kian Gie pernah menyebut lebih dari Rp 300 triliun dana—baik dari penggelapan pajak, kebocoran APBN maupun penggelapan hasil sumberdaya alam—menguap masuk ke kantong para koruptor. Korupsi yang biasanya diiringi dengan kolusi juga membuat keputusan yang diambil oleh pejabat negara sering merugikan rakyat. Heboh privatisasi sejumlah BUMN, lahirnya perundang-undangan aneh (semacam UU Energi, UU SDA, UU Migas, UU Kelistrikan), adanya impor gula dan beras dan sebagainya dituding banyak pihak sebagai kebijakan yang di belakangnya ada praktik korupsi.

Beberapa tahun lalu Bappenas juga mengendus adanya kebocoran pada utang luar negeri, yang setiap tahunnya mencapai sekitar 20 persen dari total pinjaman yang diterima Pemerintah Indonesia. Dalam pandangan pengamat ekonomi Revrisond Baswir, kebocoran utang luar negeri ini merupakan hasil konspirasi Pemerintah dan lembaga kreditur. Menurut dia, hal ini bisa dilihat dari kecenderungan Pemerintah yang senantiasa membuat anggaran yang bersifat defisit sehingga utang luar negeri tetap saja dibutuhkan untuk menutupinya. Fenomena inilah yang oleh beberapa kalangan disebut sebagai odious debt (utang najis). Bahkan menurut Kwik Kian Gie, kebocoran dana sebesar 20 persen tidak hanya terjadi dalam pengunaan utang luar negeri, tetapi juga dalam APBN secara keseluruhan.

Bentuk korupsi terhadap "uang panas" negara–untuk menyebut dana yang berasal dari utang–tidak hanya terhadap utang luar negeri, namun juga utang domestik dalam bentuk obligasi rekap bank-bank sebesar Rp 650 triliun. Skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang tak kunjung usai setidaknya menunjukkan terjadinya korupsi tingkat tinggi di kalangan pejabat keuangan, konglomerat (hitam) serta bankir. Meski ratusan triliunan menguap dalam skandal ini, anehnya tidak ada satu pun pejabat maupun pengusaha yang ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Skenario semacam ini tampaknya juga akan terjadi dalam Skandal Bank Century belakangan: uang lenyap, pelakunya tak ada yang ditangkap.

Sejarah Pemberantasan Korupsi

1. Pembentukan lembaga anti-korupsi.

Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia bisa dikatakan telah berjalan sejak republik ini berdiri. Berdasarkan sejarah, selain KPK yang terbentuk pada tahun 2003, terdapat 6 lembaga pemberantasan korupsi yang pernah dibentuk di negeri ini, yakni: (i) Operasi Militer pada tahun 1957, (ii) Tim Pemberantasan Korupsi pada tahun 1967, (iii) Operasi Tertib pada tahun 1977, (iv) Tim Optimalisasi Penerimaan Negara dari sektor pajak pada tahun 1987, (v) Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TKPTPK) pada tahun 1999 dan (vi) Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) pada tahun 2005.

Namun demikian, banyaknya lembaga anti korupsi yang dibentuk di negeri ini jelas bukan menunjukkan sebuah prestasi. Sebaliknya, ia justru menunjukkan kegagalan demi kegagalan lembaga-lembaga tersebut dalam memberantas gurita korupsi di negeri ini.

Buktinya, saat KPK dipimpin Taufiequrachman, data hasil survei Transparency Internasional saat itu mengenai penilaian masyarakat bisnis dunia terhadap pelayanan publik di Indonesia justru memberikan nilai IPK (Indeks Persepsi Korupsi) sebesar 2,2 kepada Indonesia. Nilai tersebut menempatkan Indonesia pada urutan 137 dari 159 negara tersurvei.

2. Penerbitan UU/Peraturan anti korupsi.

Selain pembentukan sejumlah lembaga anti korupsi di atas, di negeri ini juga telah banyak diterbitkan UU/peraturan yang memiliki nafas yang sama: anti korupsi. Sebut misalnya: UU RI nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Kepres RI No. 73 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; PP RI No. 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU RI No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari KKN; UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU RI No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang; PP RI No. 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan PP RI No. 109 Tahun 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Namun demikian, toh hingga saat ini ‘prestasi’ sebagai negara terkorup tetap diraih Indonesia. Menurut survei yang diadakan Political and Economic Risk Consultancy (PERC), pada tahun 2010 ini Indonesia masih menempati urutan teratas dalam daftar negara paling korup di antara 16 negara tujuan investasi di Asia Pasifik. Presiden SBY yang dalam kampanyenya sebagai calon presiden beberapa waktu lalu berjanji untuk menumpas korupsi malah menjadi pemimpin negara terkorup di Asia Pasifik. Dalam survei itu, Indonesia mendapatkan 9,27 dari total skor 10. Ini berarti kondisinya jauh lebih buruk karena pada 2009 Indonesia menempati urutan teratas, tetapi pada waktu itu skornya masih ‘lebih baik’, yakni 8,32 (Metronews.com, 10/3/2010).

Wacana Hukuman Tegas bagi Koruptor

Entah karena memang sudah ‘putus asa’, atau sekadar ekspresi emosional sesaat, atau memang bentuk keseriusan dalam memerangi korupsi, sejumlah kalangan lantas mengajukan kembali wacana untuk menindak tegas para koruptor. Paling tidak, ada tiga usulan yang dilontarkan oleh sejumlah tokoh di seputar perlunya menghukum secara tegas para koruptor, yaitu: hukuman mati, pembuktian terbalik dan pemiskinan.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD berulang-ulang mendorong agar hukuman mati bagi koruptor benar-benar dilaksanakan. Ketua MK dalam berbagai kesempatan juga kerap mengeluarkan ungkapan bernada mendesak agar Undang-Undang (UU) Pembuktian Terbalik segera disahkan.

Namun anehnya, semua bagai lepas tangan, merasa bukan urusan mereka. Jaksa dan hakim tak tergerak menuntut/menjatuhkan hukuman mati terhadap koruptor. Terkait pembuktian terbalik, UU-nya sendiri tak kunjung disahkan. Padahal UU tersebut sudah diajukan sejak era Presiden Gus Dur. DPR seperti enggan membahasnya.

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar berwacana tentang perlunya mengupayakan pemiskinan bagi narapidana yang terlibat tindak pidana korupsi. "Selain hukuman mati, napi korupsi harus dimiskinkan," papar Patrialis. (Republika.co.id, 8/4/2010).

Korupsi Masuk dalam Bab Ta’zir

Dalam sistem Islam, tegasnya dalam Khilafah Islam yang menerapkan syariah Islam, korupsi (ikhtilas) adalah suatu jenis perampasan terhadap harta kekayaan rakyat dan negara dengan cara memanfaatkan jabatan demi memperkaya diri atau orang lain. Korupsi merupakan salah satu dari berbagai jenis tindakan ghulul, yakni tindakan mendapatkan harta secara curang atau melanggar syariah, baik yang diambil harta negara maupun masyarakat.

Berbeda dengan kasus pencurian yang termasuk dalam bab hudud, korupsi termasuk dalam bab ta’zir yang hukumannya tidak secara langsung ditetapkan oleh nash, tetapi diserahkan kepada Khalifah atau qadhi (hakim). Rasulullah saw. bersabda, ”Perampas, koruptor (mukhtalis) dan pengkhianat tidak dikenakan hukuman potong tangan.” (HR Ahmad, Ashab as-Sunan dan Ibnu Hibban).

Bentuk ta’zir untuk koruptor bisa berupa hukuman tasyhir (pewartaan atas diri koruptor; misal diarak keliling kota atau di-blow up lewat media massa), jilid (cambuk), penjara, pengasingan, bahkan hukuman mati sekalipun; selain tentu saja penyitaan harta hasil korupsi.

Menurut Syaikh Abdurrahman al-Maliki dalam kitab Nizham al-‘Uqubat fi al-Islam, hukuman untuk koruptor adalah kurungan penjara mulai 6 bulan sampai 5 tahun; disesuaikan dengan jumlah harta yang dikorupsi. Khalifah Umar bin Abdul Aziz, misalnya, pernah menetapkan sanksi hukuman cambuk dan penahanan dalam waktu lama terhadap koruptor (Ibn Abi Syaibah, Mushannaf Ibn Abi Syaibah, V/528; Mushannaf Abd ar-Razaq, X/209). Adapun Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. pernah menyita seluruh harta pejabatnya yang dicurigai sebagai hasil korupsi (Lihat: Thabaqât Ibn Sa’ad, Târîkh al-Khulafâ’ as-Suyuthi).

Jika harta yang dikorupsi mencapai jumlah yang membahayakan ekonomi negara, bisa saja koruptor dihukum mati.

Segera Tegakkan Syariah dan Khilafah!

Wacana tentang perlunya menindak tegas para koruptor boleh saja terus bergulir, termasuk kemungkinan pemberlakuan hukuman mati. Namun persoalannya, di tengah berbagai karut-marutnya sistem hukum di negeri ini, didukung oleh banyaknya aparat penegak hukum yang bermental bobrok (baik di eksekutif/pemerintahan, legislatif/DPR maupun yudikatif/peradilan), termasuk banyaknya markus yang bermain di berbagai lembaga pemerintahan (ditjen pajak, kepolisian, jaksa, bahkan hakim dll), tentu wacana menindak tegas para koruptor hanya akan tetap menjadi wacana. Pasalnya, wacana seperti pembuktian terbalik maupun hukuman mati bagi koruptor bakanlah hal baru. Ini mudah dipahami karena banyaknya kalangan (baik di Pemerintahan, DPR maupun lembaga peradilan) yang khawatir jika hukuman yang tegas itu benar-benar diberlakukan, ia akan menjadi senjata makan tuan, alias membidik mereka sendiri.

Semua langkah dan cara di atas memang hanya mungkin diterapkan dalam sistem Islam, mustahil bisa dilaksanakan dalam sistem sekular yang bobrok ini. Karena itu, perjuangan untuk menegakkan sistem Islam dalam wujud tegaknya syariah Islam secara total dalam negara (yakni Khilafah Islam) tidak boleh berhenti. Sebab, tegaknya hukum-hukum Allah jelas merupakan wujud nyata ketakwaan kaum Muslim. Jika kaum Muslim bertakwa, pasti Allah SWT akan menurunkan keberkahannya dari langit dan bumi, sebagaimana firman-Nya:

]æóáóæú Ãóäøó Ãóåúáó ÇáúÞõÑóì ÂãóäõæÇ æóÇÊøóÞóæúÇ áóÝóÊóÍúäóÇ Úóáóíúåöãú ÈóÑóßóÇÊò ãöäó ÇáÓøóãóÇÁö æóÇáÃÑúÖö[

Sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi (QS al-A’raf [7]: 96).

Lebih dari itu, Rasulullah saw. pernah bersabda, “Penegakkan satu hukum hudud di muka bumi adalah lebih lebih baik bagi penduduk bumi daripada turunnya hujan selama 40 hari.” (HR Abu Dawd).

Wallahu a’lam bi ash-shawab. []

Tawaran Syariah Untuk Negera Bermasalah

Tawaran Syariah Untuk Negera Bermasalah

Biang keladi korupsi adalah kapitalisme serta sekutu sejarahnya yaitu kolonialisme (Klitgaard; 1998)

Indonesia menjadi negeri yang selalu dirundung masalah. Parahnya, kejahatan makelar kasus ini melibatkan seluruh institusi penegak hukum. Kita bisa bayangkan, mereka yang seharusnya menjadi penegak hukum, justru menjadi penghancur hukum itu sendiri. Yang dirugikan jelas rakyat, sampai-sampai di Indramayu ada keluarga miskin yang harus tinggal di kandang kambing setelah menjual seluruh hartanya gara-gara diperas oleh sang markus yang juga aparat negara.

Terbongkarnya kejahatan ini menunjukkan apa yang dibangga-banggakan pemerintah berkuasa selama ini tentang pemberantasan korupsi, manipulasi, sebagai program utama yang mereka jual dalam kampanye ternyata omong kosong. Memang ada yang dihukum, namun faktanya tetap saja praktik-praktik korupsi terus berjalan.

Menarik apa yang dikatakan oleh Klitgaard (1998) tentang penyebab mewabahnya korupsi, menurutnya biang keladi korupsi adalah kapitalisme serta sekutu sejarahnya yaitu kolonialisme. Korupsi tidak bisa dilepaskan dari keserakahan terhadap materi diakibatkan oleh implikasi dari ideologi kapitalisme yang sangat mengagungkan harta milik. Menghalalkan segala carapun dilakukan, apalagi baik dan buruk pun ditentukan oleh kesenangan materi (jasadiyah).

Kerakusan kapitalisme ini memang tidak ada batasnya, karena sumbernya adalah hawa nafsu. Maka tidak mengherankan kejahatan ini justru banyak melibatkan orang-orang yang sebenarnya sudah lebih dari cukup secara finansial. Pejabat-pejabat yang sebenarnya sudah memiliki gaji yang tinggi, tapi korupsinya paling tinggi juga. Fenomena orang kaya tapi selalu kekurangan pun menjamur.

Kerakusan kapitalisme ini tidak hanya menjadi ideologi orang per orang, tapi menjadi ideologi negara kapitalis, termasuk perusahan-perusahaan mereka yang melahirkan kolonialisme di masa dulu yang sebenarnya masih terjadi hingga saat ini. Dengan nafsu mencari keuntungan sebesar-besarnya, mendapat sumber energi, bahan mentah serta buruh yang murah, memperluas pasar dengan cara paksa, negara imperialis melakukan kolonialisasi: menjajah, merampok, membunuh, dan menindas.

Ada yang langsung mengirim pasukan militer, seperti Belanda, Spanyol, Inggris di masa kolonial dulu. Atau Amerika dan Inggris ketika menjajah Irak dan Afghanistan di masa sekarang. Ada pula penjajahan yang dilakukan lewat instrumen ekonomi kapitalisme seperti pasar bebas, investasi asing, privatisasi, dan utang luar negeri. Dan semua itu akan berhasil dengan sukses kalau ada para pengkhianat, para komprador yang menjadi kaki tangan asing di negeri jajahannya. Mereka inilah para kepala negara, elit politik , anggota parlemen, aparat keamanan, termasuk ilmuwan yang melacurkan diri mereka untuk kepentingan tuan besar Kapitalisme. Mereka berjibaku sekuat tenaga untuk mempermudah dan memperkokoh penjajahan asing.

Ciri khasnya mereka tunduk saja kepada intruksi tuan mereka termasuk memaksakan sistem kapitalisme yang merugikan rakyat, meloloskan undang-undang yang pro penjajah yang menjadi jalan perampokan. Para komprador dan pengkhianat inilah yang mendapat keuntungan besar meskipun dengan cara menindas rakyat dan membiarkan perampokan terjadi pada negara mereka. Mereka ini pula yang menjadi pelaku-pelaku utama korupsi dan manipulasi itu. Bagi negara-negara kapitalis, lebih menguntungkan memberikan ‘sedikit’ kesenangan kepada para agen dengan cari hadiah, korupsi, manipulasi, dan suap, namun mereka mendapat keuntungan yang jauh lebih besar karena bisa merampok kekayaan alam negara itu. Ciri khas lain dari para pengkhianat ini mereka akan berupaya untuk mencegah apapun yang mengganggu kepentingan tuan mereka dengan berbagai cara termasuk bertindak represif.

Kita bisa mengerti kalau perjuangan syariah Islam dan khilafah selalu dihambat oleh para komprador pengkhianat bahkan dengan cara tangan besi. Lewat kaki tangan imperialis, dibuatlah pencitraan negatif tentang syariah Islam dan khilafah, mereka membangun opini seakan-akan syariah Islam itu mengancam negara dan rakyat. Bagaimana mungkin hukum yang berasal dari Allah SWT yang memiliki sifat ar rahman dan ar rahiim mengancam negara dan merugikan rakyat?

Sebaliknya mereka memuji-muji sistem kapitalisme dan negara pengusungnya sebagai sistem yang terbaik. Ide-ide kapitalisme seperti demokrasi, neoliberal, pluralisme dijadikan seperti agama baru yang harus tunduk kepadanya secara mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. Mata, pikiran dan hari mereka buta buta, melihat kenyataan bagaimana negara-negara kapitalisme telah menjajah, membunuh, memiskinkan dan merampok negeri-negeri Islam.

Mereka sangat mengerti penegakan syariah Islam dan khilafah akan membebaskan negeri-negeri Islam dari penjajahan. Umat Islam akan menjadi kuat karena bersatu di dunia di bawah naungan khilafah. Khilafah tidak akan membiarkan sejengkal tanah Muslim pun diduduki, apalagi dirampok dan rakyatnya dibunuh. Karena Khilafah akan menjadi al junnah (perisai) bagi rakyat dan negeri-negeri Islam.

Syariah Islam juga akan menghapuskan segala bentuk undang-undang, hukum, maupun kebijakan kapitalisme yang selama ini menjadi instrumen penjajahan. Syariah Islam akan melarang air, listrik, termasuk minyak, emas, batu bara, gas, diserahkan kepada asing atau diprivatisasi. Karena itu termasuk pemilikan umum (milkiyah ‘ammah) yang merupakan hak rakyat. Kerakusan kapitalisme untuk mengekploitasi pendidikan dan kesehatan atas nama privatisasi pun akan dihentikan, sebab berdasarkan syariah Islam, negara wajib menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat termasuk kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis.

Syariah Islam akan memberantas para koruptor. Salah satu pilihan hukumannya adalah hukuman mati. Tidak hanya itu, jalan-jalan menuju tumbuh suburnya korupsi akan ditutup seperti larangan suap menyuap, larangan memberikan hadiah kepada para pejabat, termasuk pembuktian terbalik di mana para pejabat harus membuktikan darimana uang yang diperoleh kalau dianggap tidak wajar. Pandangan hidup yang didasarkan kepada kebahagiaan yang didasarkan kepada ridla Allah SWT, akan menggantikan pandangan hidup materialistis yang menjadi sumber kerakusan. (Farid Wadjdi)
Al maidah ayat 50 : Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?