Friday, August 20, 2010

Makalah Konferensi Internasional Media HT : Masalah Kaum Muslim di Asia Tenggara (Indonesia dan Gerakan-gerakan Separatis)

Makalah Konferensi Internasional Media HT : Masalah Kaum Muslim di Asia Tenggara (Indonesia dan Gerakan-gerakan Separatis)
Indonesia merupakan negara kepulauan besar yang terdiri dari tiga ribu pulau. Negara itu memiliki panjang lima ribu kilometer membentang dari timur ke barat yang terletak antara samudra Hindia dan Pasifik, dan berjarak dua ribu kilometer dari Utara ke Selatan.
Luas wilayahnya 1,80 juta km persegi dengan berpenduduk 230 juta jiwa. Jadi, Negara ini adalah negara terbesar keempat di dunia dalam hal populasi, dan yang terbesar di dunia Muslim. Populasi Muslim merupakan sekitar 90% dari jumlah penduduk dengan 45% tinggal di Pulau Jawa saja. Penduduk non-Muslim di Indonesia kurang dari 10%, dimana 7% beragama Kristen, 2% Hindu dan 1% Budha.
Islam masuk Indonesia melalui para pedagang Muslim. Provinsi Aceh yang terletak di Barat Laut Sumatra merupakan wilayah pertama yang masuk Islam di abad ke-5 H.
Indonesia dianggap tanah Ushriah seperti halnya Semenanjung Arab karena penduduknya menerima Islam tanpa melalui penaklukan dan peperangan. Negara ini sangat kaya akan berbagai sumber daya, minyak, mineral, rempah-rempah dan berbagai hasil pertanian.
Gerakan-gerakan Separatis di Indonesia
A: Masalah Timor-Timur
1. Rezim sekuler Indonesia yang dipimpin oleh Suharto membuka pintu untuk para misionaris Kristen di Timor Timur dan dengan demikian jumlah orang Kristen meningkat di sana. Sedangkan selama periode penjajahan Portugis, jumlah mereka tidak lebih dari 211.000 orang, tetapi sejak bergabung dengan Indonesia pada tahun 1996, jumlah mereka membengkak menjadi 796.000 orang dan jumlah gereja meningkat delapan kali lipat dibandingkan dengan jumlah selama pemerintahan kolonial Portugis.
2. Selain proses Kristenisasi, negara-negara Eropa dan Australia sangat ingin adanya pemisahan Timor Timur dari Indonesia dengan mendorong dan mendukung gerakan-gerakan separatis di sana. Australia secara terbuka dan berani mendukung gerakan separatis dalam segala hal, seperti: finansial, militer dan politik.
3: Sebagai akibat dari krisis keuangan DI TAHUN 1997, IMF mengumumkan bahwa mereka akan memungkinkan diberikannya pinjaman sebesar 43 miliar dolar AS untuk Indonesia dan memberlakukan kondisi ekonomi sepihak atas nama reformasi ekonomi yang meletakkan beban pada negara dan melemahkan posisi Negara atas masalah Timor Timur. Pada titik ini, intervensi Bank Dunia dalam kerja sama secara diam-diam dengan agenda para Negara donor, dan meminta Indonesia agar setuju untuk mengadakan referendum mengenai masalah pemisahan diri Timor Timur. Peran Amerika, yang menjadi donor utama, jelas terlihat di balik kondisi yang diajukan oleh Bank Dunia dan IMF. Pada saat itu, bangsa Barat, Perancis dan Australia khususnya, yang mendukung dan mengancam akan mendekati PBB untuk menjatuhkan sanksi terhadap Indonesia atau bahkan melakukan intervensi militer jika referendum tidak mungkinkan diselenggarakan atas masalah pemisahan Timor Timur ini.
4: Rezim Indonesia yang dipimpin oleh Yusuf Habibi menerima hal ini dan referendum diadakan pada tanggal 30 Agustus 1999. Pada tanggal 25 Oktober 1999, PBB membentuk pemerintahan administratif di bawah pengawasannya untuk berfungsi sampai tercapai kemerdekaan Timuor Timur. Pada tanggal 20 Mei 2001, PBB menyatakan bahwa Timor Timur akan merdeka pada awal tahun baru 2002, dan hal ini terjadi.
Terlepas dari kenyataan bahwa Timor Timur adalah tempat kecil yang penduduknya tidak melebihi 800.000 orang dan daerah yang tanahnya kurang dari 14.000 Km persegi., pemisahan diri dan kemerdekaan dari Indonesia telah berarti bahwa Tentara Salib Barat yang penuh dengki telah berhasil menanamkan suatu entitas asing [Israel yang baru] baru di samping wilayah Islam yang luas ini dan juga membuka jalan bagi provinsi lainnya untuk menuntut pemisahan diri.
5: Oleh karena itu sebagai suatu tanah Islam, Timor Timur, terputus dari negeri asalnya, Indonesia, dan sekali lagi berada di bawah otoritas kekufuran melalui konspirasi negara-negara Barat yang dipimpin oleh Amerika, dan dengan PBB, IMF dan Bank Dunia, dan juga dengan keterlibatan dan intervensi dari penguasa Indonesia.
Adapun posisi Hizbut Tahrir pada isu ini, menganggap bahwa Timor Timur sebagai bagian dari Indonesia yang terputus dari Indonesia diakenakan intrik internasional dan konspirasi dengan partisipasi banyak kekuatan kafir. Sejumlah besar kaum Muslim, lebih dari 128.000 orang telah diusir ke Timor Barat, dan tindakan tersebut dianggap sebagai bagian dari konspirasi ini. Pemisahan diri itu sendiri adalah tidak sah dan dengan demikian tidak diakui oleh Syariah. Syariah mewajibkan kaum muslimin untuk kembali kembali ke negeri asalnya, yaitu ke Indonesia. Ditelantarkannya dan ditinggalkannya kaum muslimin di sana oleh para penguasa secara rezim Indonesia dan ketertundukkan mereka kepada kekuatan asing, penekanan dan pemerasan mereka dengan memaksa mereka menjadi menerima Timor Timur yang terpisah semuanya tertolak oleh Syariah dan tidak diakui secara sah karena mereka melanggar perintah hokum Syariah, dan karena rezim Indonesia yang mengakui pemisahan ini sekuler, tidak mematuhi wahyu Allah, dan tidak pula mewakili umat Islam. Selanjutnya, karena rezim ini telah meninggalkan Timor Leste dan mengakuinya sebagai pemisahan menjadi sah, umat Islam wajib mengganti rezim ini dan membawanya ke dalam sistem yang murni yang benar-benar mewakili mereka, melalui kepatuhan kepada Syariah. Sebuah rezim yang mengacu pada Syariah dalam segala hal, akan membatalkan pengakuan atas pemisahan diri Timor Timur dan tidak memberikan jalan kepada provinsi lain untuk melakukan hal yang sama dengan tidak mempedulikan tekanan, dan jika ada penentangan atas pemisahan semacam itu, hal itu tidak diakui dan tetapi bekerja untuk membebaskannya walaupun memakan waktu lama dan apa pun pengorbanan yang dibutuhkan.
B: Masalah Aceh:
1. Aceh adalah pulau pertama yang masuk Islam. Setelah Indonesia dinyatakan sebagai negara merdeka sekuler yang independen, masyarakat Aceh menolak hal ini dan pada tahun 1945 menyatakan pelaksanaan syariah Islam. Rezim sekuler Sukarno menindas mereka pada tahun 1953 namun demikian, rezim itu terpaksa memberi mereka otonomi untuk dapat menerapkan hukum syariat atas urusan mereka. Tetapi sekali lagi rezim Indonesia menarik kembali pernyataanya itu dan mulai menindas mereka dan melakukan pembantaian dan melakukan pembunuhan massal.
Kebijakan-kebijakan negara yang menindas terhadap warga Aceh itu memberikan kontribusi atas berkembangnya Gerakan Aceh Merdeka pada tahun 1976 yang menuntut pemisahan dari Indonesia. Kerusuhan dan perlawanan yang terjadi berlanjut antara kedua pihak dan sebagai akibatnya Aceh diberikan otonomi yang luas pada tahun 2000 yang memungkinkan mereka untuk menerapkan sebagian syariat Islam serta pembagian berbagi sumber daya alam provinsi itu untuk membantu pengembangan provinsi itu dan meningkatkan standar ekonomi warganya.
Tapi ini tidak mengatasi masalah dari akarnya, melainkan meletakkan dasar bagi separatisme yang dapat meledak kapan saja hanya karena masalah-masalah itu tidak diselesaikan berdasarkan Islam.
Perlu dicatat bahwa meskipun gerakan ini terdiri dari kaum muslim yang menyatakan pelaksanaan syariah sebagai salah satu tujuan mereka, kita menemukan bahwa kaum kolonialis mendukungnya. Mereka melakukannya untuk menegakkan pijakan di Indonesia, sehingga mendorong munculnya gerakan separatis lainnya di pulau-pulau lain di Indonesia dengan mendorong gerakan-gerakan separatis itu, dan mereke berkepentingan untuk tujuan ekonomi karena wilayah itu diberi kelimpahan sumber daya alam seperti minyak dan gas di Aceh.
2. Penyebab adanya kecenderungan kelompok-kelompok separatis bersenjata di wilayah ini dapat diringkas dalam tiga kelompok:
Pertama: sikap bermusuhan yang diadopsi rezim Indonesia dari awal sehubungan dengan Islam dimana masyarakat Aceh merasa bahwa rezim Indonesia menolak identitas Islam dan membentuk mereka atas dasar ideologi Sukarno, yang disebut sebagai Pancasila. Kelompok separatis sekarang membenarkan tuntutan mereka dan mengatakan, “Jika Pemerintah memungkinkan kaum Katolik di Timor Timur untuk melepaskan diri dan mendirikan negara Katolik khusus bagi mereka, maka menjadi hak bagi kita, sebagai orang-orang teguh pada agama kami dan bangga atas identitas kami, untuk menjadi mandiri dan mendirikan negara kita sendiri! ”
Kedua: buruknya distribusinya sumber daya alam yang melimpah di provinsi itu oleh otoritas sentral. Aceh adalah salah satu provinsi Indonesia yang termiskin dan penduduknya merasa yang tertindas, kurang diperhatikan dan menganggap hak-hak mereka dirampas oleh pemerintah pusat yang dituduh mencuri sumber daya alamnya.
Ketiga: penindasan yang parah yang dilakukan oleh penguasa Indonesia selama beberapa dekade dengan menggunakan kekuatan militer terhadap rakyat provinsi itu.
Berbeda dengan masalah Timor Timur, dan isu-isu dan Darfur Sudan Selatan, masalah Aceh belum mencapai perhatian internasional atau dukungan untuk pemisahan wilayah itu. Sebaliknya Amerika Serikat menganggap hal itu “sebuah masalah dalam negeri” Indonesia. Hal ini disebabkan karena salah satu alasan utama, yaitu bahwa masyarakat Aceh adalah kaum Muslim yang taat dan bahwa kaum separatis meminta pelaksanaan Syariah.
Pendirian Hizbut Tahrir pada isu Aceh ini adalah bahwa pemisahan diri tidak diperbolehkan, meskipun ada dalih atau dorongan. Penindasan atas rakyat Aceh adalah serupa dengan penindasan atas umat Islam lainnya di Indonesia yang disebabkan oleh rezim sekuler yang opresif. Penipuan yang dilakukan melalui slogan-slogan yang terlihat menarik tidak diperbolehkan, dan dukungan asing untuk separatisme Aceh saja menunjukkan atas niat jahat kaum kafir itu. Selanjutnya, tujuan dari pelaksanaan syariat adalah bukan pembenaran untuk memisahkan diri. Islam melarang pembagian dan pemisahan Islam dan tanah mereka dan dengan demikian gerakan separatis benar-benar dilarang. Siapa pun yang berniat untuk melaksanakan syariat, juga harus mengikuti hukum-hukumnya dalam hal ini, yaitu bahwa kelompok separatisme adalah dilarang dan begitu juga membunuh kaum Muslim oleh Muslim lain pada masalah yang asalanya adalah terlarang. Khilafah
juga harus menerapkan hukum syariat tentang perlindungan atas kesatuan kaum muslimin, dan bekerja dengan tekun untuk menerapkan Islam di seluruh Indonesia dan tidak hanya di salah satu provinsi tersebut.
Solusi sebenarnya adalah bekerja dengan seluruh kaum muslimin dalam rangka mengubah sistem sekuler yang ada di seluruh Indonesia dan menahan diri dari tiap usaha untuk memproyeksikan kecenderungan nasionalis atau separatis atas kaum Muslim, dan mengantar sistem Islam yang adil dan merata dengan mendirikan Khilafah al-Rashidah. Hanya dengan cara itulah sumber daya alam akan terdistribusi secara merata kepada tiap-tiap orang. Hanya dengan cara itulah rakyat Aceh akan mendapatkan keadilan bersama dengan saudara-saudara mereka lainnya di Indonesia. Hal ini penting untuk menjaga jarak yang jelas hubungannya dengan kekuatan asing yang mengulurkan tangan bantuan, baik mereka adalah Eropa, Amerika atau apapun lainnya. Kebalikannya mereka perlu tetap terikat pada ikatan persaudaraan di antara umat Islam karena semua umat Islam adalah satu tubuh dan entitas,
«مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى» رواه مسلم
“Permisalan kaum mukminin dalam sikap cinta mencintai, kasih mengasihi dan persatuan mereka, bagaikan satu tubuh, jika salah satu organnya mengeluh sakit, niscaya seluruhnya turut demam dan gelisah.” (Muslim)
C: Masalah Papua
1. Papua terletak di pantai Selatan timur Indonesia dan dianggap sebagai tambang emas dan tembaga terbesar di dunia berlokasi di sini dan 80% dimiliki oleh perusahaan Amerika (Freeport McCarron) dan melakukan ekstraksi emas sejak tahun 1967.
2. Meskipun Indonesia memberikan otonomi luas pada provinsi ini pada tahun 2002, gerakan separatis Kristen itu menolak dan menuntut diadakannya referendum untuk pemisahan secara total di bawah pengawasan PBB yang mirip dengan yang terjadi di Timor Timur.
Banyak indikator yang menunjukkannya adanya dukungan Australia dalam membantu para pemberontak di Papua baik secara langsung atau melalui New Guinea, yang juga menyediakan tempat yang aman kepada para pemberontak separatis di samping dukungan finansial dan militer. Hal ini adalah kebijakan yang sama yang telah dilakukan Australia terhadap provinsi-provinsi di Indonesia selama puluhan tahun, yang secara terbuka terlihat dalam kasus Aceh dan secara diam-diam dalam kasus Timor Timur.
3. Amerika mulai mengungkapkan keprihatinan besarnya atas konflik di provinsi Papua ketika tahun 2005 Kongres AS memutuskan untuk menerapkan klausul berdasarkan mana Papua telah menjadi bagian dari Indonesia. Pada bulan Juni 2007, Utusan Khusus HAM Sekjen PBB, Hina Jilani mengunjungi propinsi Aceh dan Papua dan membahasa ‘pelanggaran HAM di dua provinsi, dengan menyatakan, “Saya menunggu tanggapan dari pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah-masalah HAM”. Pada bulan Juli 2007 ketua Subkomite Parlemen (Kongres AS) di Asia, Pasifik dan Global, Eni Faleomavaega, mengatakan, “Jika pemerintah Indonesia tidak mampu menangani dengan baik isu Papua, kami akan memberikan kemerdekaannya.” Hal ini menunjukkan niat Amerika dan Australia untuk campur tangan dalam konflik Indonesia di provinsi ini, sama seperti yang dilakukan sebelumnya di propinsi Aceh dan Timor Timur sehingga untuk melakukan hal ini Australia melakukannya dengan cara yang sepadan dengan kepentingannya.
Pendirian Hizbut Tahrir atas isu Papua adalah bahwa hal itu adalah bagian dari Kepulauan Indonesia yang Islam yang jatuh di bawah otoritas Muslim. Karena itu wajib untuk mencegah para penguasa Indonesia menyerahkannya seperti diserahkannya Timor Timur, terlepas dari apa pun tekanan eksternal yang dilakukan, dan terlepas dari hilangnya nyawa dalam memerangai pemberontak. Adapun mengenai kehadiran Kaum Kristen di sana, hal itu adalah karena penjajah Belanda menjadikan orang-orang kafir menjadi Kristen karena tidak adanya kekuasaan Islam di provinsi ini. Karena itu, adalah wajib bagi umat Islam untuk menyebarkan seruan Islam, yang selaras dengan akal manusia dan alam, di antara orang Kristen di sana, dengan mengundang mereka dan lakukan perdebatan dengan mereka dengan cara terbaik, dan mengingatkan mereka bahwa hak-hak orang Kristen ‘dilindungi di bawah negeri-negeri Muslim .
Hal ini berkaitan dengan penyebutan bahwa dalam Islam tidak diizinkan untuk memberikan otonomi untuk setiap provinsi yang berfungsi sebagai cara munculnya gerakan separatis. Hal ini adalah dilarang dan suatu kejahatan berat dalam Islam, oleh karena itu adalah suatu kesalahan besar untuk memberikan otonomi kepada Papua, hal ini harus dibatalkan dan Papua harus dibawa kembali di bawah pemerintahan pusat. Selanjutnya, umat Islam wajib untuk mencegah rezim itu menyerahkan wilayah itu. Mereka harus mengerahkan tekanan dan bekerja untuk mengubah sistem karena sistem sekuler lah yang memungkinkan hal ini. Mereka tidak musti terburu-buru dalam penyerahan itu seperti dalam kasus Timor Timur. Melainkan, mereka harus lebih bekerja untuk mengantar sistem Islam dengan mendirikan negara Khilafah yang akan mengawasi Dakwah Islam dan penyebaran Islam di antara masyarakat dan juga akan mencegah kegiatan separatis dan menanganinya secara adil antara masyarakat.
Sebagai kesimpulan, visi Islam yang telah diadopsi Hizbut Tahrir adalah sebuah metode untuk memecahkan masalah-masalah seperti itu yang ada di Indonesia, dengan mewajibkan semua propinsi di Indonesia untuk bergabung ke dalam sistem pemerintahan Islam dimana Khalifah (Kepala Negara) akan menerapkan hukum Syariah yang berasal dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya atas semua orang di Negara itu tanpa diskriminasi antara satu provinsi dan lainnya, dan dimana semua orang yang memiliki kewarganegaraan negara, akan memiliki hak yang sama terlepas dari keturunan mereka atau agama mereka. Sistem politik Islam adalah sistem kesatuan dan bukan sistem federal, tidak akan ada daerah otonomi atau hukum yang berbeda dalam satu provinsi dengan seluruh provinsi lain. Hukum-hukum syariat yang diterapkan di Ibukota negara juga akan dilaksanakan di seluruh provinsi lainnya tanpa perubahan apapun. Tidak ada diskriminasi atau pembagian antar propinsi, dan pemerintahan tidak dibagi diantara provinsi karena dan ini didasarkan atas dasar yang kokoh dan kuat dari Akidah Islam yang memberikan keadilan untuk semua orang tanpa diskriminasi.
Inilah sikap Hizbut Tahrir yang berkaitan dengan gerakan-gerakan separatis di Indonesia, sesuai dengan aturan syariat yang diwahyukan Allah (swt) kepada Nabi-Nya. Ini adalah aturan-aturan yang akan mencapai dan menjamin kehidupan yang aman dan makmur di bawah naungan Khilafah, dan bukan kehidupan yang penuh kekhawatiran dan kerusuhan yang menyertai sistem buatan manusia yang korup dan sekuler.
Allah SWT berfirman:
]مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً[
"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." [QS An Nahl: 97]
Dan Dia berfirman:
]وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا[
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". [QS: Taha: 124]
__._,_.___

No comments: