Monday, April 11, 2011

Potret Buram Keluarga dalam Kapitalisme

Potret Buram Keluarga dalam Kapitalisme

http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/potret-buram-keluarga-dalam-kapitalisme.htm

Keluarga yang bahagia merupakan dambaan setiap orang. Keluarga dambaan digambarkan kebanyakan orang adalah keluarga yang sukses, jauh dari pertengkaran dan jauh dari perceraian, ekonomi keluarga yang tercukupi, pendidikan anak terpenuhi, keinginan anak istri terealisasi.



Untuk memenuhi itu semua tak jarang sang ayah bekerja keras banting tulang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan keluarga, jika dirasa masih kurang sang ibu pun terkadang ikut terjun ke dunia kerja dan sang anak yang masih kecil pun dipercayakan kepada para pengasuh, sementara anak yang sudah besar dibiarkan bebas berekspresi sesuka hati untuk mengembangkan potensi.

Orang tua beranggapan keluarganya sukses apabila anak-anaknya sukses pula, baik itu sukses dalam pendidikan, sukses dalam jenjang karir, dll. Untuk mewujudkan kesuksesan seorang anak, orang tua tidak segan-segan menyekolahkan anak-anaknya di sekolah favorit dengan biaya yang sangat mahal hingga ke jenjang universitas.



Anak-anak pun dibiarkan bebas berekspresi selama itu bermanfaat bagi kehidupannya seperti mengikuti berbagai kesibukan aktivitas misalnya les-les yang mampu mengembangkan bakat dan potensi (mulai dari les mata pelajaran sampai les-les keterampilan menyanyi, menari, piano, berenang, dll) yang terkadang pendidikan-pendidikan formal dan non formal tersebut tidak diimbangi dengan pendidikan agama yang kuat.



Teringat sebuah ungkapan dari seorang teman yang mengungkapkan, selama dia hidup kalau dijumlah-jumlah biaya yang dikeluarkan orang tuanya untuk membiayai kesuksesan hidupnya dari segi pendidikan SD hingga kuliah sangatlah besar dan penuh dengan perjuangan.



Jangankan dari SD hingga kuliah, waktu kuliah saja orang tuanya setiap bulan mengirimkan biaya kosan, biaya hidup dan biaya kuliah membutuhkan uang yang sangat mahal. Dia menyimpulkan setelah lulus kuliah nanti harus mendapatkan pekerjaan yang setimpal gajinya dengan biaya yang sudah orang tuanya keluarkan.



Sampai ada ungkapan ‘apa gunanya sekolah tinggi-tinggi kalau tidak balik modal, kalau tidak dapat pekerjaan dengan gaji besar berarti tidak meraih sukses dalam hidup dan telah gagal membanggakan serta membahagiakan keluarga’.



Sungguh miris memang hidup di zaman serba kapitalistik ini, semuanya diukur dengan materi bernama ‘uang’. Kesuksesan dan kebahagiaan keluarga diukur dengan uang. Pemikiran kebanyakan orang yang hidup dimasa sekarang sudah sangat kental dipengaruhi arah pandang kapitalis.

Segala sesuatu dalam dunia kapitalis ini hanya dipandang dengan materi, maka tak heran kadang orang melakukan berbagai cara untuk mendapatkan materi tanpa memandang lagi halal dan haram.

Lalu apakan setelah terpenuhinya materi sebuah keluarga akan bahagia? Ternyata faktanya tidak! Banyak kasus di dalam keluarga kaya anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang karena orang tuanya sibuk mencari materi dengan dalih untuk membahagiakan keluarga.



Karena kurang kasih sayang dari orang tuanya yang sibuk sang anak pun mencari pelampiasan kasih sayang kepada teman-temannya. Tak jarang mereka melampiaskan kebutuhan kasih sayangnya kepada lawan jenis yang ujung-ujungnya sang anak terjerumus kedalam pergaulan bebas.

Tak jauh kondisi orang tuapun sama gentingnya terkadang suami istri yang sibuk dengan pekerjaan masing-masing pasti tidak akan terhindar dari yang namanya pertengkaran karena sang istri atau suami merasa kurang diperhatikan.



Ternyata melihat gambaran kasus diatas kebahagiaan itu tidak dapat diukur dengan materi. Lantas kebahagiaan yang didambakan itu seperti apa? Kebahagiaan dapat tergambarkan dari keluarga yang samara ideologis (sakinah, mawadah warohmah dan ideologis) yang akan muncul di dalamnya ketenangan dan ketentraman.



Keluarga samara ideologis hanya dapat diraih ketika keluarga tersebut berjalan dalam aturan Allah. Masing-masing anggota keluarga melaksanakan setiap kewajiban-kewajibannya selalu berdasarkan aturan Allah karena tujuan hakiki sebuah keluarga adalah selamat dunia akhirat.

Masing-masing anggota keluarga selalu mengingatkan anggota lainnya agar tetap berada di jalan yang benar. Karena pada dasarnya setiap anggota keluarga harus saling menjaga agar terhindar dari api neraka seperti dalam firman Allah dalam QS. At-Tahrim (66):

6, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, mereka tidak mendurhakai Allah dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.”



Setiap anggota keluarga harus dapat memelihara dirinya dan anggota yang lainnya dari api neraka. Suami wajib memberikan pendidikan kepada istri nya , istrinya yang berperan sebagai seorang ibu wajib mendidik anaknya agar berjalan dalam kehidupan Islam yang mengimplementasikan seluruh aturan Islam yang telah diperintahkan Allah aset penting untuk meraih sukses keluarga.



Perlakukan dan persiapkan mereka agar mampu menjadi pemimpin umat dan bangsa; perlakukan dan bekali mereka agar mampu menjadi penyelamat orang tua dan keluarganya dari neraka.

Pandangan keluarga bahagia yang didambakan dalam Islam sungguh jauh berbeda dengan pandangan kapitalis. Islam memandang keluarga akan bahagia jika seluruh anggota keluarganya berjalan sesuai aturan Islam yang penuh kasih sayang.



Sedangkan kapitalis memandang keluarga bahagia yang diidamkan adalah keluarga yang kehidupannnya bergelimang materi. Pandangan ala kapitalis ini pada kenyataannya tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan ketenangan melihat banyaknya fakta keluarga yang hancur karena mengutamakan materi.



Dalam Islam materi hanya dijadikan sebagai wasilah bukan tujuan utama dalam hidup. Tujuan utama dalam hidup adalah meraih Ridho Allah, begitupun dalam berkeluarga Ridho Allah harus menjadi tujuan utama karena itulah kebahagiaan yang hakiki dalam hidup dan berkeluarga, bukan materi.



Jadi untuk mencapai atau mewujudkan keluarga bahagia yang didambakan cukup tinggalkan pemikiran kapitalis yang memiliki kerusakan yang sistemik dan jadikan aturan Islam sebagai jalan menuju keluarga yang didambakan. Tentunya aturan Islam yang paripurna ini hanya dapat terterap dalam bingkai Daulah Khilafah.Marilah bersegera mewujudkannya. (Erma Rachmawati)

Syaikh Yusuf An Nabhani (1849-1932)

Syaikh Yusuf An Nabhani (1849-1932)

Nama Syaikh Yusuf An Nabhani pastilah sudah tidak asing lagi di telinga sebagian besar para habib, kyai, dan santri yang senantiasa menyenandungkan cinta dan pujian untuk Rasulullah SAW. Karena tulisan, kutipan,riwayat, karangan, dan kumpulan syair yang ditulisnya menjadi rujukan di sebagian besar pesantren Tanah Air dan dunia Islam.

Yusuf selalu mengisi waktu malam dan siangnya dengan melaksanakan ibadah-ibadah wajib dan sunah tanpa henti, bosan, atau lupa. Tak terhitung banyaknya peristiwa luar biasa yang terjadi padanya, peristiwa-peristiwa yang hanya dikhususkan untuk para wali dan hamba Allah yang selalu dekat dengan-Nya.

Karena itu ia sangat dikenal sebagai seorang sufi. Meski saat ini banyak sufi dan kelompok tasawuf yang membimbing umat pada kelezatan spiritual dan sangat abai terhadap syariah yang mengatur dimensi sosial, tapi Yusuf bukan sufi sembarang sufi yang sekadar mementingkan kelezatan spiritual secara pribadi dan keshalihan individual.

Ia adalah seorang sufi sejati yang memahami bahwa tasawuf adalah disiplin ilmu yang banyak berbicara tentang nafsiyah dan akhlak pada setiap aktivitas ibadah baik mahdlah maupun ghairu mahdlah. Sebagai salah satu upaya melahirkan jiwa yang ihsan dalam menjalani hidup sebagai seorang Mukmin dan Muslim sejati.

Kualitas kesadaran transedental menjadi nyawa dari setiap amal dan konsekuensinya akan mengatur dan menyelaraskan seluruh perbuatanya dengan parameter ridla dan kebencian Allah SWT, dan jalannya adalah dengan mengamalkan semua syariat Islam bukan malah membuang syariat.

Dalam konteks seperti itulah tasawuf yang dipahaminya. Maka, ia tidak mengenal istilah syariah adalah kulit sedangkan hakikat adalah isi, sehingga tidak ada istilah ketika seorang sudah sampai pada maqam hakikat maka bisa meninggalkankulit.

Hal itu tidak diragukan lagi karena ia adalah seorang qadhi (hakim) dan salah seorang ulama terkemuka dalam Negara Khilafah Utsmaniyah, di samping sebagai seorang sufi, penyair dan sastrawan tentunya.

Ia menangani peradilan (qadha') di Qushbah Janin, termasuk wilayah Nablus. Kemudian berpindah ke Konstantinopel (Istambul) dan diangkat sebagai qadhi untuk menangani peradilan di Sinjiq yang termasuk wilayah Moshul.

Ia kemudian menjabat sebagai ketua Mahkamah Jaza' di Al Ladziqiyah, kemudian di Al Quds. Selanjutnya dia menjabat sebagai Ketua Mahkamah Huquq di Beirut. Ia menulis banyak kitab yang jumlahnya mencapai 80 buah.

Kitab-kitabnya menjadi rujukan para habib dan kyai di pesantren. Di antaranya ialah kitan Al Syarf Al Mu'abbad li Aali Sayyidinaa Muhammad (Kemuliaan Abadi Bagi Keluarga Nabi Muhammad);Jawaahir al-Bihaar fi Fadlaail al-Nabiyy al-Mukhtaar (Permata-Permata Samudera pada Keutamaan Nabi yang Terpilih), Mukhtashar Riyaadl al-Shaalihiin li An-Nawawiy (Ringkasan Riyadush Shalihin karya Imam Nawawiy); Fath Al Kabiir fi Dlamm Al-Ziyaadah ila al-Jaami' Al Shaaghir (Fath al-Kabiir [Kemenangan Besar] dalam Kumpulan Tambahan untuk Kitab al-Jaami' al-Shaghiir karya Imam As Suyuthi), Hasyiyah Dalaail al-Khairaat (Catatan Pinggir Kitab Dalaail al-Khairaat);dan Jaami' Karaamaat al-Auliyaa' (Kemenyeluruhan Karamah Para Wali).

Riwayat Singkat
Yusuf lahir pada 1265 H (1849 M). Nama lengkapnya adalah Nasiruddin Yusuf bin Ismail An Nabhani, keturunan Bani Nabhan, salah satu suku Arab Badui yang tinggal di Desa Ijzim, sebuah desa di bagian utara Palestina, daerah hukum kota Haifa yang termasuk wilayah Akka, Beirut.

Ia menghafal Alquran dengan berguru kepada ayahnya sendiri, Ismail bin Yusuf, seorang syaikh berusia 80 tahun yang hafidz serta selalu mengkhatamkan Alquran setiap tiga hari sekali.

Selesai mengkhatamkan hafalan Alquran, Yusuf disekolahkan orang tuanya ke Al Azhar, dan mulai bergabung pada Sabtu awal Muharram 1283 H (1866 M). Ia tekun belajar dan menggali ilmu dengan baik dari imam-imam besar dan ulama-ulama umat yang kritis dan ahli ilmu syariah dan bahasa Arab dari empat imam madzhab.

Ia sangat tekun berikhtiar dan meminta bimbingan kepada orang-orang berilmu tinggi yang menguasai dalil aqli dan naqli, sehingga ia dapat mereguk samudera ilmu mereka dan mengikuti metode keilmuan mereka. Hal ini berlangsung sampai bulan Rajab 1289 H (1872 M).

Kemudian ia mulai berkelana meninggalkan Mesir untuk ikut serta menyebarkan ilmu dan mengabdi kepada Islam agar bermanfaat bagi kaum Muslimin dan meninggikan mercusuar agama.Ketika namanya semakin terkenal, bintangnya semakin bersinar, dan banyak orang mendapatkan bimbingan dan petunjuk darinya, ia diangkat sebagai pejabat pengadilan di wilayah Syam, dan akhirnya menjadi ketua Pengadian Tinggi di Beirut.

Pekerjaannya itu dijalaninya dengan penuh kesungguhan dan niat menolong serta dianggapnya sebagai ibadah disertai niat yang tulus ikhlas. Hatinya senantiasa berzikir dan membaca Alquran, banyak bershalawat untuk Rasulullah SAW, keluarga, dan para sahabat ra.

Mengader Cucu
Selain menegakkan hukum Islam di pengadilan dan mendidik masyarakat, Yusuf pun menggembleng anak dan cucunya. Maka salah satu anak laki-laki dari puteri Yusuf AnNabhani, yakni Taqiyuddin An Nabhani (1909-1979), dikirim oleh Yusuf kepada para kolega dan gurunya di Al Azhar Kairo untuk belajar di sana. Tentu saja sebelumnyaYusuf telah menggembleng sang cucu.

Dengan penuh kedisiplinaan, Yusuf membimbing Taqiyuddin menghafal Alquran sehingga Taqiyuddin pun telah hafal Alquran seluruhnya sebelum menginjak usia 13 tahun. Yusuf pun mengajari cucunya masalah-masalah politik yang penting, memperkenalkannya dengan para penguasa Khilafah Utsmani. Pada majelis-majelis dan diskusi-diskusi fiqih yang diselenggarakannya, Taqiyuddin pun sering kali diajak.

Bahkan saat berdebat dengan orang-orang yang terpengaruh peradaban Barat, para pengikut ide pembaharuan (modernisme), tokoh-tokoh Freemasonry, dan pihak-pihak lain yang membangkang terhadap Khilafah Islam, Yusuf pun tidak lupa mengajak cucu kesayangannya itu.

Yusuf pun melihat kecerdasan dan kecerdikan Taqiyuddin saat mengikuti majelis-majelis ilmu dan debat tersebut. Oleh karenanya, Yusuf berusaha meyakinkan ayah Taqiyuddin mengenai perlunya mengirim Taqiyuddin ke Al Azhar untuk melanjutkan pendidikan dalam ilmu syariah.

Setelah Yusuf An Nabhani pensiun dari tugasnya sebagai qadhi, ia menghabiskan waktunya untuk menulis dan beribadah. Ia pergi ke Madinah Munawwarah dan berdiam di sana untuk beberapa waktu.

Kemudian, ia pulang kembali ke Beirut. Ia meninggal dunia menghadap Allah SWT pada awal bulan Ramadhan tahun 1350 H (1932 M), delapan tahun setelah khilafah runtuh. Ia dimakamkan di pemakaman Basyura, di dekat distrik Bastha di Beirut, Libanon.

Kelak,Taqiyuddin menjadi qadhi juga, kemudian pada 1953 mendirikan gerakan Islam yang bernama Hizbut Tahrir, sebagai wadah untuk memperjuangkan tegaknya kembali syariah dan khilafah. []

sumber : http://mediaumat.com/sosok/2532-50-ulama-sufi-yang-taat-syariah.html

NEGARA KORUPTOR

NEGARA KORUPTOR

Korupsi menggejala di seantero negeri gara-gara demokrasi yang berbiaya tinggi.

Tidak adilnya negara ini. Ungkapan itu sangat tepat menggambarkan wajah perpolitikan nasional. Bagaimana adil, seorang tahanan bisa dilantik sebagai walikota. Setelah itu ia sendiri melantik pejabat di bawahnya di balik tembok tinggi penjara. Coba apa ada tahanan kelas teri yang memperoleh perlakuan seperti ini?

Perlakuan istimewa itu didapatkan Jefferson Soleiman Montesqiue Rumajar. Bersama pasangannya Jimmy Feidie Eman ia memenangi pemilihan umum kepala daerah Kota Tomohon, Sulawesi Utara pada Agustus tahun lalu. Ketua Partai Golkar Tomohon ini berhasil menyingkirkan lawan-lawannya. Partai Golkar bersorak karena inilah satu-satunya daerah yang dimenangi partai beringin tersebut dari enam daerah yang melaksanakan pemilu kada.

Sebelum maju sebagai calon walikota untuk yang kedua kalinya, Jefferson sebenarnya telah bermasalah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkannya sebagai tersangka kasus korupsi uang milyaran rupiah dana APBD Kota tersebut. Namun entah kenapa, KPUD setempat tak berani men-diskualifikasi pencalonannya.

Begitu ia menang, muncullah masalah. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi berpandangan bahwa Jefferson harus segera dilantik. Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang mengatakan pelantikan itu perlu untuk menjalankan roda pemerintahan.

Entah bagaimana prosesnya, keluarlah izin dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) atas pelantikan tersebut. KPK pun setuju, hanya meminta pelantikan itu berlangsung di Jakarta.

Demi memuluskan hal itu, Kementerian Dalam Negeri pun membuka pintu lebar-lebar bagi pelantikan tersebut berlangsung di salah ruangan di sana. Jumat (7/1), Jefferson Soleiman Montesqiue Rumajar dan Jimmy Feidie Eman dilantik oleh Gubernur Sarundajang di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tomohon yang diboyong dari Tomohon.

Dengan pakaian dinas upacara besar, Jefferson pun disumpah. Ratusan orang —kebanyakan dari Tomohon—menjadi saksi sejarah seorang tersangka diangkat sebagai walikota.

Usai dilantik, ia langsung mengumpulkan semua camat dan lurah di tempat tersebut. Tak tahu apa yang diinstruksikannya. Sehari berikutnya, ia membuat gebarakan dengan mengangkat pejabat eselon II di jajaran Pemkot Tomohon. Pelantikan pejabat ini berlangsung di LP Cipinang. Penjara Cipinang seolah telah berubah menjadi pendopo walikota. Benar, roda pemerintahan pun berjalan.

Namun itu tak berlangsung lama. Suara-suara di luar penjara mengecam kebijakan pemerin-tah tersebut, termasuk tindakan Jefferson mengangkat bawahannya. Tiga hari setelah dilantik, Jefferson dinonaktifkan oleh Menteri Dalam Negeri. Gubernur Sarundajang menunjuk wakil walikota sebagai pelaksana tugas walikota.

Kebijakan pemerintah ini menambah deret panjang kebobrokan sistem perundang-undangan yang ada. UU tidak mampu memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Celah-celah yang masih bolong dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan untuk dipermainkan.

Kasus Jefferson kian juga memperpanjang deretan kasus korupsi di negeri ini. Menurut data, selama tahun 2010 dari 244 pemilu kada ada 148 kepala daerah yang terpilih tersangkut tindak pidana korupsi. Ini jumlah yang cukup besar karena angkanya mencapai 60 persen.

Ini apa artinya? Sistem pemilu kada melahirkan para koruptor. Mereka melakukan itu karena demokrasi berbiaya ting-gi. Untuk menjadi kepala daerah butuh modal yang kuat. Hanya mereka yang memiliki uang banyak yang akan memenangi.

Di sisi lain, kebanyakan para calon penguasa itu hartanya pas-pasan. Maka mereka berkolaborasi dengan para pengusaha sebagai penyokong dananya. Sebagai imbalan, mereka menjanjikan pengembalian 'modal' itu baik secara langsung maupun tidak langsung saat telah duduk di kursi kepala daerah.

Nah, sangat tidak mungkin pengembalian itu berasal dari gaji. Soalnya, fakta menunjukkan gaji kepala daerah tergolong kecil. Bila ditotal, jumlahnya tidak mencukupi menutupi modal yang dikeluarkan selama kampanye pemilu kada. Maka jalan yang memungkinkan adalah korupsi. Kebijakan anggaran dan perizinan dipermainkan sedemikian rupa sehingga terlihat legal untuk mengeruk keuangan dae-rah. Walhasil, anggaran yang seharusnya dipergunakan oleh rakyat lari ke tangan para penguasa dan para pengusaha. Rakyat gigit jari dan dikibuli.

Apa yang terjadi itu sudah menjadi rahasia umum. Keteladanan yang buruk itu pun diikuti oleh jajaran birokrasi lainnya. Mereka ada yang terpaksa, ada yang sukarela. Jadilah korupsi ini sebagai budaya. Semua level melakoninya. Bahkan penegak hukum ikut terlibat.

Tak heran, begitu susahnya pemberantasan korupsi di negeri ini. Korupsi telah menjadi penyakit sistemik sehingga ada yang menyebutnya sebagai state corruption (korupsi negara). Sementara masyarakatnya pun hidup dalam pola hidup hedonistik-materialistik dan maunya serba instan. Lengkaplah sudah.

Bagaimana korupsi seperti itu bisa dihentikan? Negara korup mau membersihkan apa-rat yang korup. Kasus termutakhir Gayus Tambunan bisa menjadi contoh. Ini ibarat sapu kotor mau digunakan member-sihkan kotoran. Pasti tetap kotor.

Namun demikian bukan berarti peluang untuk membe-rantas korupsi itu tidak ada sama sekali. Syariat Islam punya cara untuk itu. Hanya saja, cara itu harus diterapkan secara kompre-hensif dan menyangkut kebijak-an negara secara paripurna.


Tanpa penerapan syariah Islam secara kaffah, korupsi akan tetap lestari. Sebab korupsi adalah cacat bawaan demokrasi. Makanya ini sistem ini harus segera diganti dengan sistem yang datang dari Yang Maha Tinggi.[] mujiyanto

http://mediaumat.com/media-utama/2538-51-negara-koruptor.html

Bagi Demokrasi, Islam Sesuai Cara Nabi adalah Garis Keras

Bagi Demokrasi, Islam Sesuai Cara Nabi adalah Garis Keras

Jakarta (voa-islam.com) - Acara Today's Dialogue MetroTV yang dipandu oleh Kania Sutisnawinata pada Selasa (15/3) hangat membicarakan Kasus "Bom dan Islam Liberal". Para narasumber berasal dari kapolda Metro Jaya, Irjen.Pol. Sutarman, Mantan Kepala BIN AM. Hendropriyono, pengamat politik Burhanudin Muhtadi, dan pemerhati Islam Moderat Marbawi Karto

Seorang Narasumber yang melabelkan diri sebagai pemerhati Islam Moderat Marbawi Karto, menyebut pengirim paket bom ke markas Radio 68H yang dekat dengan Jaringan Islam Liberal adalah dari Drs. Sulaiman Azhar, Lc. Ia menyebut gelar LC dari Timur Tengah ini sebagai label keilmuan Islam garis keras dan ancaman bagi demokrasi.Celakanya opini diarahkan agar umat Islam harus berpaham demokrasi yang sejatinya telah gagal sejak didirikan yaitu sejak zaman Yunani kuno.

Kenyataannya, kini hampir di seluruh dunia pada abad 20 ini mengadopsi sistem demokrasi dan menjadi sistem paling laris di pasaran dunia. Tak pelak, banyak negara mengadopsi demokrasi sebagai spirit dalam konstitusi kenegaraan mereka, termasuk negara mayoritas muslim seperti Indonesia.

Nah di Indonesia, meski telah merdeka lebih dari 60 tahun, kita tetap menjadi negara dengan tingkat kedunguan yang luar biasa, korup dimana-mana, kekayaan alam dibuang percuma buat kepentingan asing, islam diberangus agar islam cara Nabi Muhammad yang berkah diubah dengan islam yang tunduk pada aturan AS, Zionis Yahudi dan para sekutunya yang melegalkan dengan seks bebas, minuman keras.

Negeri tempat Islam berdiri, Arab Saudi, juga telah dijadikan sapi perahan kepentingan AS dan Israel, mereka menjadikan para raja dan pemimpin negeri jazirah Arab layaknya setan bisu dan tak berdaya menghadapi tekanan AS dan Israel demi melanggengkan kekuasaanya. Namun Allah tak tidur, Hosni Mubarak, Ben Ali, Khadafi, mulai digoyang dari kekuasaannya...

Bayangkan, Umat Islam di Arab Saudi pun tidak diperkenankan mengkritik tindakan AS dan Yahudi Israel yang memboikot Palestina, jika berani melanggar maka jeruji besi siap menerima kehadiran para pelakunya

Saat ini, jikalau kita berkaca dengan kondisi Negara-negara dunia yang menerapkan demokrasi, ternyata sistem ini justru mengalami kegagalan waktu demi waktu. Di Eropa dan Amerika mereka tidak mampu menekan penyakit masyarkat dab malah melindungi seks bebas, minuman keras, menyerang Islam minoritas dan mendukung kebrutalan Israel. Di Indonesia meski negaranya melarang minuman keras dan seks bebas, namun korupsi menjadi mainan penguasa dengan beking elit politik partai besar dan anggota DPR. Aspirasi rakyat yang tadinya menjadi �tuhan� kini hanya menjadi isapan jembol belaka.

Ironinya, para pengusung demokrasi tetap berkelit, menurut mereka kebobrokan sistem demokrasi selama ini disebabkan perilaku oknum dan bukan sistemnya. Mereka nampaknya mulai lupa bahwa demokrasi memliki basis kapitalisme dan liberalisme sehingga rakyat menjadi dibuat bingung dengan celoteh pengusung demokrasi. Mereka satu sama lain memiliki perbedaan� kepentingan, perbedaan latarbelakang sosial ekonomi, dan perbedaan tingkat pendidikan dam kini menjadi ajang pertempuran konflik kepentingan berbagai kelompok sosial dan pertarungan elit kekuasaan.

Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka belaka, dan mereka tidak lain membuat kebohongan (Al-An�aam: 116)�

Tak berlebihan apabila para pengobar demokrasi menyebut umat Islam yang menjalankan sunguh-sungguh semua perintah Allah dan sesuai Cara Nabi Muhammad yang sahih akan disebut sebagai Islam Garis Keras. Jangankah meminta kembali ke sistem pemerintahan khilafah islamiyah, minta jadi imam shalat saja akan diboikot. Demikian ungkap AM Hendorpriyono yang menghalangi umat islam yang Pro-Nabi Muhammad untuk meminta bergantian memimpin shalat berjamaah dimasjid.

�Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayanya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai� (Attaubah : 32).

�Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kalian, tetapi kebanyakan dari kalian membenci kebenaran itu.� (Az-Zukhruf: 78)

Islam kini tengah diuji dan kembali asing bagi pemeluknya, tetapi juga dihalangi bukan oleh orang bule yang pura-pura menjadi islam seperti Snouck Hungronje (atau christian snouck hurgronje), melainkan oleh orang islam sendiri, bahasanya sama, warna kulitnya sama, sukunya sama tapi ideologinya berhala dan dedikasi pada agama demokrasi dengan label islam moderat dan islam liberal. Waspadalah. (voa-islam.com/d5vn2)

http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2011/03/16/13792/bagi-demokrasi-islam-sesuai-cara-nabi-adalah-garis-keras/

ടെന്സുസ് ൮൮ ഹിന ഇസ്ലാം !

Densus 88 Hina Islam! Latihan Anti Teror, Teriakkan Takbir

Surabaya (voa-islam.com) - Islam benar-benar babak belur dipermainkan Densus 88 Jatim, dalam simulasi penanganan bom di kereta komuter Stasiun Wonokromo, Kamis (24/3), menggunakan simbol ISLAM!!! Dalam latihan antiteroris, Densus 88 benar-benar tak beradab dan tidak menghargai perasaan umat Islam sebagai pemilik suara mayoritas di negeri terbesar ke empat didunia, dan negeri muslim terbesar di dunia.

Kecaman datang akibat ulah Densus 88 Polda Jatim yang menggelar simulasi penanganan bom di kereta komuter dari Stasiun Wonokromo ke Stasiun Gubeng hari Kamis (24/3) kemarin.

Apa pasal? apalagi kalau bukan pengunaan label pada kotak bom bertuliskan "Jihad Fisabilillah Demi Kebenaran" dan juga menggunakan teriakan takbir dari orang yang digambarkan sebagai teroris yang digunakan Densus 88 Anti Teror dalam simulasi penanganan teroris ini dituding telah melecehkan umat Islam.

kotak bom bertuliskan "Jihad Fisabilillah Demi Kebenaran" dan beradegan takbir dari orang yang digambarkan sebagai teroris yang digunakan Densus 88 Anti Teror adalah penghinaan yang sangat jelas

"Secara tidak langsung, polisi Jawa Timur telah sengaja dan terus terang menganggap bahwa seluruh umat Islam adalah teroris," kecam Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) Pusat, Mustofa B Nahrawardaya.

Tudingan itu disampaikan Tim Pembela Muslim (TPM) dan Forum Pembela Islam (FPI).

"Presiden sudah saatnya menegur keras terhadap Polda Jatim maupun lembaga yang terlibat dalam simulasi itu. Jika tidak, Presiden bisa dianggap terlibat langsung atau pun tidak langsung terhadap penggunaan simbol Islam yang dipakai dalam simulasi," jelasnya.

Mustofa pun mengingatkan agar polisi tidak usah menunggu reaksi besar umat Islam, mengingat penyalahgunaan simbol tersebut jelas menyalahi etika kerukunan beragama di Indonesia. Aparat yang digaji oleh masyarakat yang memang mayoritas Islam.

Islam, takbir dan Jihad, tidak selayaknya berbuat semena-mena, dan tidak mengindahkan tata krama kehidupan bermasyarakat.

Jika tidak ada permintaan maaf, sama saja polisi mengajak umat Islam untuk berperang dengan warga sendiri. Ini tidak akan mendukung upaya pemerintah yang konon akan memerangi terorisme, karena dengan model seperti polisi jawa Timur itu, justru akan memunculkan teroris model baru.

Kenapa tidak teriakkan Haleluya saja? Densus 88 Takut Gories Mere, ya?

Mengapa Islam jadi korban lagi? Selayaknya Umat Islam patut menuntut permintaan maaf dari Densus 88 segera! (detik/voa-islam.com)

http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2011/03/25/13936/densus-88-hina-islam-latihan-anti-teror-teriakkan-takbir/

3/25/2011 10:32 PM

Uang di Rekening Itu, Bukan Uang Kami

Uang di Rekening Itu, Bukan Uang Kami
Selasa, 29/03/2011 09:09 WIB | email | print

Allah SWT memberikan rezeki dari jalan yang tidak di sangka - sangka.
" Bun, ini di BRI ada uang yang jumlahnya hampir sama dengan gaji di kantor yang lama!" ujar suamiku di ujung telpon selular dari atm dekat kantornya.
" Ah masa sih, Yah.... " jawabku tak percaya
" Iya benar... masa aku salah sih ... nih, aku ambil ya uangnya ... nah kan keluar," tindakan yang sangat menggelikan.

" Yang bener ah... Alhamdulilah kalau begitu, nanti kita pikirkan di rumah, itu duit dari mana dan akan kita belanjakan apa...! " sahutku gembira.

Kira - kira seperti itulah dialog kami di sebuah pagi yang amat cerah dan indah. Sebulan yang lalu suamiku baru saja pindah kantor dari kantor A ke kantor B. Jika dihitung dengan cermat harusnya ia tidak lagi menerima uang gaji dari kantor A. Itulah sebabnya saya masih menganggap suami berilusi sampai ia benar-benar membawa uang itu ke rumah.
Ada beberapa kemungkinan, bonus akhir tahun, kelalaian bagian finance kantor A, sampai uang Gayus yang nyasar. Semua pilihan itu mempunyai konsekuensi. Kami pun mengambil kesimpulan sendiri yang kami anggap teraman, mungkin ini bonus akhir tahun yang jumlahnya mirip dengan gaji. Aman kan !

Tanpa berpikir lama, tanpa perlu mengecek sana sini, serentetan daftar belanja untuk menghabiskan uang kaget itu pun sudah saya siapkan. Membeli sejumlah pakaian, makan di restoran cepat saji favorit kami, menghadiahkan orang-orang terdekat, dan tak lupa melunasi kewajiban yang tak kunjung lunas selama ini. Uang itu pun habis tak bersisa.

Satu bulan berlalu, di tanggal yang sama, uang kaget itu kembali menunjukan eksistensinya.

"Bun, ini ada uang lagi di BRI jumlahnya gak jauh beda!" kata suamiku, "ya, kalau pun berbeda itupun paling hanya seribu dua ribu."
"Ayah yakin, ini pasti uang gaji, " sambungnya.
"Waduh gawat kalau uang gaji. Kita harus ganti yang kita pakai bulan kemarin dong," jawabku dengan nada tak rela.

Dalam hatiku terlintas, A perusahaan yang besar. Perusahaan A pasti tak merasa kehilangan kan. Toh ini kelalaian mereka. perusahaan A juga tak akan tutup hanya karena uang itu mengalir ke rekening kami kan. Paling hanya sampai bulan Februari saat masa kontrak suamiku habis di perusahaan A, dan tak ada yang tahu selain kami dan keluarga.
Sayangnya ini bukan persoalan tutup atau tidak tutup, tahu atau tidak tahu. Tapi uang itu bukan uang kami. Uang itu bukan rezeki kami. Gaji dibayarkan ketika seseorang bekerja untuk sebuah perusahaan , sementara suamiku sudah pindah kerja dari perusahaan A sejak dua bulan lalu. Jadi jelas itu bukan hak kami . Sama halnya kami menemukan uang di jalan dan kami tahu siapa pemiliknya. Kami harus mengembalikan uangnya.
Lantas, bagaimana dengan uang sebelumnya yang sudah tinggal nama. Sungguh tak rela kalau aku harus memangkas anggaran belanja hanya untuk menggantikan uang yang sudah kami pakai. Astagfirullah. Kami mohon ampun kepada-Mu ya Rabb.

Allah Swt berfirman, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah Swt, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya,” (QS ath-Thalaq: 2-3).

Sungguh , Kami lupa Kau Maha Melihat. Kau Mahakaya. Adalah mudah bagi Allah Swt menurunkan rezeki yang ia kehendaki buat kami dengan jalan yang halal. Kalau yang ini, ini bukan rezeki kami. Ini ujian bagi kami. Ujian yang menggiurkan. Allah Swt Mahakaya. Seluruh jagad raya ini milik Allah Swt. Termasuk rumahku, perusahaan A, uang kaget itu, bahkan UFO yang mampir di Sleman jika benar ada.

“Dan jikalau Allah Swt melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah Swt menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27).

"Mau tak mau, besok Ayah ke kantor A untuk mengembalikan uangnya," sahut suamiku.
"Ya sudahlah kalau kantor A meminta uang itu dikembalikan kita cicil saja," kataku.
Keesokan harinya suamiku datang menemui HRD kantor A. Setelah berdiskusi, hasilnya pihak HRD menganggap itu kelalaian mereka dan berterimakasih kepada suamiku karena telah mengembalikan uangnya.

Sesungguhnya HRD tersebut menyelamatkan kami, untuk memakan harta yang yang bukan hak kami, tak terbayangkan jika harta itu mengalir dalam darah anak kami, ataupun menjelma menjadi pakaian kami. HRD juga akan mengusahakan agar kami tak perlu mengganti uang kaget pertama. Semoga saja hasilnya nanti tak memberatkan kami.
Semoga Allah menggantinya dengan yang lebih banyak dan lebih berkah baik buat kami juga pembaca. Amin.

Penulis: Yuhyi Lestari.

http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/uang-di-rekening-itu-bukan-uang-kami.htm

Rekonseptualisasi Poligami Kontemporer

Rekonseptualisasi Poligami Kontemporer
Monday, 07/02/2011 09:50 WIB | email | print

OLEH : CUT ASMAUL HUSNA TR,S.H.,M.Kn
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinlah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi:dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinlah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (An-Nisa : 3)

Issue poligami merupakan topik yang cukup menarik dibicarakan pada saat ini. Selain karena poligami itu terkait secara langsung dengan keadilan dan ketidakadilan Suami dalam menjalankan rumah tangga berganda, juga karena adanya anggapan bahwa hingga saat ini kontroversial pro dan kontra poligami masih diperdebatkan banyak kalangan.
Mencuatnya issue poligami akhir-akhir ini baik di media massa maupun elektronik, tidak terlepas dari perkawinan kedua para pemimpin ummat. Poligami merupakan perkawinan yang dinilai kontroversial bagi sebagian komunitas masyarakat Indonesia sekarang ini, mulai dari kalangan masyarakat kelas elite, pengusaha, cendikiawan, bahkan pejabat publik.

Sebagai konsekwensi dari produk kontroversial tersebut, Pemerintah berinisiatif untuk segera merivisi Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, junkto Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1990 mengenai perubahan PP Nomor 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS. Paradigma yang akan di bangun adalah tidak hanya efektifitas pemberlakuannya bagi PNS saja, akan tetapi juga berlaku bagi Pegawai Swasta. Fenomena pro dan kontra masih aktual (hot issue) diperbincangkan berbagai kalangan sampai detik ini.

Mengutip Surat An-Nisa ayat :3 di atas, jelas bagi kita umat Islam, Allah Azza Wa Jalla telah memberikan hak kepada seorang lelaki untuk berpoligami sampai 4 orang isteri. Menanggapi ayat ini, para mufassir (ahli tafsir) menjelaskan, tujuan dari berpoligami adalah takut terjerat ke dalam perbuatan zina.

Penafsiran kontemporer terhadap praktik poligami sekarang “dilarang”, tidak lebih akibat pola hidup permisif, konsumtif, dan bertabiat liberalis-kapitalistik. Umat Islam pun kehilangan orientasi, pijakan, dan harga diri. Nilai-nilai akhlak Islam yang dianut dan dimuliakan, kini ditinggalkan bahkan dicibir. Anehnya, perbuatan zina yang sering dilakoni pejabat publik mendapat legitimasi.

Membicarakan rekonseptualisasi poligami kontemporer sekarang ini, bukan maksud penulis untuk melegitimasi kekeliruan yang sering dilakukan setiap suami ketika mereka berpoligami. Berbabagai macam ragam kekeliruan seorang suami ketika berpoligami, tidak lantas kita kaum muslimah untuk menentang hukum Allah.

”Barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya dan Kami masukkan ia ke dalam neraka Jahannam.(Memang), Jahanam itu tempat kembali yang buruk” (An-Nisa : 115).

Para ulama sepakat bahwa orang yang mengingkari atau membenci ayat Al-Quran adalah murtad, demikian pula, orang yang mengingkari hadist-hadist mutawatir. Orang-orang yang mengingkari poligami (padahal dasar hukumnya disebutkan dalam Al-Quran dan Hadist), maka tidak diragukan lagi kekafiran dan kemurtadan bagi mereka.

Zaman kontemporer ini merupakan zaman syubuhat (tuduhan dan keraguan) yang dicanangkan oleh musuh-musuh Islam. “…… Sedangkan orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran”) (An-Nisa : 27).

Regulasi Perilaku Poligami

Fenomena yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat kita, adalah setelah suami berpoligami, istri pertama dan anak-anaknya sering dan nyaris terabaikan, apalagi bagi suami yang tidak mapan penghasilannya dan minimnya pengetahuan serta pengamalan terhadap nilai-nilai agamanya (baca Islam), baik secara materi maupun maknawi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5ayat (1) memberi jalan alternatif bagi suami yang berpoligami dengan syarat alternatif berupa : Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, Isteri tidak dapat melahirkan keturunan serta dengan syarat komulatif berupa : Adanya persetujuan dari Isteri/ Isteri-isteri, adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka dan adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.

Dari ketentuan di atas, maka timbul permasalahan bagaimana barometer dan indikator jaminan bahwa suami mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka, baik jaminan dalam bentuk materil maupun inmateriil ? secara teknis seharusnya Pemerintah membuat petunjuk pelaksana (juklak) atau petunjuk teknis (juknis), guna untuk mengantisipasi kesimpangsiuran penafsiran dan efektifitas undang-undang tersebut.
Persoalan lainnya,bagaimana bila syarat-syarat tersebut tidak dapat terpenuhi sedangkan suami ingin berpoligami? Disebutkan dalam beberapa penelitian, sebanyak 70% pria Amerika Serikat pernah berselingkuh dari isteri mereka. Terdapat lebih 35 juta pria yang sudah beristeri menjalin hubungan asmara di luar perkawinan. Dengan kata lain, 70% isteri mereka menderita, karena suaminya berkhianat. Fenomena itu mendorong para wanita membentuk Forum WATE, yang singkatan dari bahasa Inggris yang terjemahannya “Wanita dan Suaminya yang Berselingkuh” (Lihat Min Ajli Tahrir Haqiqi li Al-Mar’ah :48-49).
Hak untuk melakukan perkawinan merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM) dan berada dalam ruang lingkup hukum keluarga(family recht) Dengan demikian seyogianya tidak boleh ada aturan dalam suatu negara untuk melarang, atau tidak memberikan hak bagi warganegaranya laki-laki untuk melangsungkan perkawinan secara sah untuk kedua kalinya.

Poligami merupakan pilihan sosial (social of changes), oleh karena itu tidak diperlukan campur tangan Pemerintah yang melampaui batas dalam perkara ini, apalagi dalam syariat Islam, poligami merupakan perbuatn yang dihalalkan, bagaimana hukumnya perbuatan yang halal kemudian diharamkan dan diberikan sanksi pidana bagi yang berpoligami, dilematis memang.

Sementara mengapa Pemerintah tidak mengambil inisiatif untuk membuat rancangan undang-undang (RUU) Anti Perselingkuhan bagi PNS dan Pegawai Swasta, dan diberikan sanksi pidana yang tegas bagi yang melanggarnya.

Apabila Pemerintah ingin membuat peraturan tentang izin perkawinan dan perceraian bagi pegawai negeri sipil yang konon akan diperluas juga bagi pegawai swasta, aturan hukumnya seharusnya bersifat fakultatif (mengatur) bukan bersifat imperatif (memaksa), agar bagi mereka yang ingin berpoligami harus memenuhi ketentuan dan syarat-syarat untuk berpoligami guna mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan hukum, terutama bagi Isteri kedua dan isteri-isteri selanjutnya dan anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut, demikian juga sebaliknya bagaimana perlindungan hukum terhadap Isteri dan anak-anak yang lahir dari perkawinan terdahulu apabila suami yang berpoligami tidak dapat menjalankan kewajibannya secara adil. Bila aturan-aturan ini dapat diterapkan, maka keprihatinan dan kekhawatiran sebagian kalangan dapatlah diminimalisir secara hukum.

Menurut hemat Penulis, suatu produk UU atau peraturan lain di bawahnya yang dilahirkan, hendaknya tidaklah merupakan side of interest elite politik dan elit publik dan juga bukan euforia sesaat opini publik. Dan pada situasi dan kondisi yang dialami bangsa Indonesia saat ini, Pemerintah sebagai Regulator bersikap arif dan bijak untuk lebih mencurahkan perhatian dan fokus pada kepentingan Nasional.

Back To Basic Al-Quran Dan Hadits

Diprediksi fenomena poligami tingkat intensitasnya akan terus mengalami peningkatan pada masa-masa yang akan datang. Kemajuan di bidang teknologi informasi yang ditandai dengan semakin meluasnya penggunaan telepon seluler dan media internet, serta kemajuan teknologi transportasi yang begitu pesat, telah mempercepat mobilitas orang –orang dari satu tempat ke tempat lain dengan biaya yang relatif murah, dan menyebabkan pergaulan manusia menjadi mendunia.

Dalam kondisi seperti ini seringkali pergaulan manusia mengabaikan norma-norma agama. Jika masalah ini tidak dapat segara dicarikan solusinya , berupa undang-undang atau peraturan pemerintah yang sesuai dengan syariat yang telah digariskan dalam Al-Quran dan Al-Hadist, dikhawatirkan akan menimbulkan masalah sosial, seperti hidup serumah tanpa ikatan perkawinan (kumpul kebo), timbulnya topengan untuk nikah diam-diam hanya sekedar untuk dapat melangsungkan perkawinan secara sah, dan tindakan-tindakan penyeludupan hukum lainya, seperti yang banyak terjadi di depan mata kita, baik ia berasal dari kalangan jelata, selebritis ataupun pejabat publik.

Suatu hal yang tidak dapat dibantah, bahwa UU No.1 Tahun 1974 dan PP No.10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990 telah mengebiri sebagian hak asasi manusia laki-laki, untuk melangsungkan perkawinan yang kedua kalinya. Hal ini telah menyebabkan laki-laki yang hendak melakukan perkawinan kedua kalinya, mencari jalan sendiri dengan berbagai cara.

Mungkin ada yang sebagian yang tidak takut dosa hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah, berselingkuh, jajan, dan sebagian lain yang takut akan dosa nikah secara diam-diam. Selama hubungan itu dijalani masih aman bagi para pihak, mungkin tidak ada persoalan, tapi bagaimana jika dalam hubungan itu lahir anak, bagaimana status anak menurut hukum? Ketika Bapak Biologis meninggal, bagaimana dengan warisan terhadap anak tersebut? Dan bagaimana pula status isteri muda yang ditinggalkan?
Islam adalah agama yang realistis. Menghadapi persoalan sesuai dengan kenyataan yang ada. Di samping tidak melalaikan naluri seks dan fitrah manusiawi laki-laki yang pada dasarnya berbakat poligami. Logika, bahwa Allah Azza Wa Jalla memperkenankan sebagian kecenderungan (mail) demi memenangkan maslahat poligami, karena poligami mengandung maslahat besar. Jika tidak, maka kecenderungan (mail) di sini dilarang untuk selamanya, dan bersikap adil itu di antara isteri adalah kewajiban.

Firman Allah SWT : “Kamu sekali-kali tidak dapat bernuat adil di antara isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu mcenderung (kepada yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung” (An-Nisa’ “ 129).

Ketika Islam memperbolehkan poligami, tidak berarti bahwa salah seorang isteri boleh mengalahkan isteri yang lain. Bahkan, masing-masing dari isteri itu harus mendapat bagiannya masing-masing, baik itu tempat tinggal, nafkah lahir-bathin, pakaian dan sebagainya. Sungguh, Allah menyuruh kamu berbuat adil dan berbuat kebajikan (An-Nahl : 90).

Sabda Rasulullah SAW “Barang siapa beristeri dua kemudian terlalu cenderung kepada salah seorang di antaranya, maka pada hari Kiamat ia datang dengan bahunya cenderung sebelah “.

Oleh sebab itu, maka poligami dalam keadaan seperti ini tidak dibenarkan. Dan keadaan poligami seperti ini yang banyak dilakoni para suami pada saat ini, sehingga banyak kalangan yang menggugat atau bahkan menghujat poligami.

Pada dasarnya pemberian izin bagi pria untuk boleh menikah lebih dari satu, merupakan sarana terbesar dalam rangka pengembangan manusia. Rasulullah SAW memerintahkan agar umat Islam memperbanyak jumlah keturunan, karena di hari Kiamat nanti akan dibanggakan jumlah mereka.

Poligami dalam Islam dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dan menutup kerusakan. Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan isterinya. Ia bertanggung jawab akan hal itu. Manajemen pemimpin dan sikap adil terhadap yang dipimpinnya adalah batasan yang memisahkan antara kecerdasan dan kekuatan agamanya dengan kedunguannya dan kelalaiannya.

Kekhawatiran terhadap perilaku poligami saat ini lebih pada perilaku pribadi suami yang melakoninya. Sering kali tanpa dinafikan bahkan hampir sebagian besar suami berpoligami berlaku zhalim terhadap istri dan anak-anak yang terdahulu pada perkawinan sebelumnnya.

Bentuk-bentuk kezhaliman suami dalam berpoligami yang terjadi dewasa ini, diantaranya adalah: Suami meninggalkan salah satu isterinya karena perselisihan kecil, tanpa didahului nasihat dan peringatan terlebih dahulu, kecenderungan dalam pemberian kasih dan cinta, tidak adil dalam memberi nafkah, tak adil dalam mencurahkan kasih sayang, istri dan anak-anak terlantar tanpa pemberian nafkah, istri terpaksa bekerja mencari nafkah untuk memenuhi keperluan hidupnya.

Ironisnya anak dan isteri menderita batin berkepanjangan. Anak dan isteri menjadi korban poligami. Bila kehidupan poligami yang seperti ini dijalankan, maka poligami dalam keadaan ini dosa.. Itulah sebabnya mengapa Allah menandaskan poligami dengan adad (jumlah). “Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin” (Al-Ma’idah ‘ 50).

Tidak mudah memang melakoni poligami, apabila para suami takut tidak dapat berbuat adil, maka cukuplah satu baginya. Banyak fakta terjadi di depan mata, suami yang melakoni poligami tidak dapat berbuat adil bahkan cenderung menganiaya sekaligus berperilaku di luar akal sehat.

Memahami agama saja tidak menjadi indikator untuk berbuat adil. Mencari solusi atas fenomena poligami seperti ini, maka kita akan merujuk pada ketentuan Allah, terutama bagi para suami yang kurang agamanya, akal dan muru’ah (kehormatan pribadi), di antaranya para suami harus : Bertaqwa kepada Allah dan merasakan pengawasan-Nya, menahan pandangan, senantiasa qana’ah, merenungkan orang yang lebih rendah derajatnya dalam hal keduniaan, pahami makna kecantikan dengan benar, mengendalaikan hawa nafsu syahwat dan merenungkan berbagai akibatnya.

Bagi pengambil kebijakan baik itu Ulama maupum Umara, untuk segera merekonseptualisasi poligami yang diatur dalam peraturan yang ada sekarang untuk menselaraskan dengan hukum yang telah digariskan dalam Al-Quran dan Al-Hadist. Dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi sekarang, hendaknya kita memikirkan secara objektif dan meninggalkan konsepsi-konsepsi poligami yang salah.

Banyaknya kejadian yang menggemparkan dan memalukan, mengakibatkan kontradiksi dan pertentangan serta kecenderungan berbuat diluar batas norma-norma yang telah digariskan. “Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinlah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. Maha Benar Allah dengan Segala Firman-Nya.

Penulis Dosen Fakultas Hukum
UNIMAL. Lhokseumawe

http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/rekonseptualisasi-poligami-kontemporer.htm