Sunday, July 13, 2014

Klaim nasionalis faktanya kapitalis



  1. Partai Nasionalis : Klaim Nasionalis, Faktanya Kapitalis

 Karena Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan dianggap sebagai partai nasionalis, maka ketika menang pemilu, menang  pula nasionalisme. Padahal kenyataannya tidaklah sesederhana itu.

Bila nasionalisme diartikan sebagai kesediaan untuk bekerja semata demi bangsa dan negara, apakah PDIP, memang benar-benar bekerja untuk bangsa dan negara? Menurut Muhammad Ismail Yusanto, rekam jejak (track record) ketika berkuasa merupakan jawabannya.

Kepada wartawan Tabloid Media Umat Joko Prasetyo, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia menyampaikan catatannya terkait rekam jejak Ketua Umum PDI P Megawati Soekarnoputri ketika menjadi presiden. Berikut petikannya.

Bagaimana rekam jejak saat putri Bung Karno itu berkuasa?

Dalam masa kepresidenanya  yang tidak terlalu panjang, sekitar 3 tahun, dari tahun 2001 – 2004, Megawati ternyata tidak sedikit mengambil kebijakan yang kerap dituding sangat tidak nasionalis.

Antara lain menjual murah gas Tangguh ke Tiongkok seharga 3,5 USD/MMBTU untuk kontrak selama 25 tahun; menjual murah tanker raksasa milik Pertamina; menerbitkan R/D (reartai Nasionalis : Klaim Nasionalis, Faktanya Kapitalis

 Karena Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan dianggap sebagai partai nasionalis, maka ketika menang pemilu, menang  pula nasionalisme. Padahal kenyataannya tidaklah sesederhana itu.
Bila nasionalisme diartikan sebagai kesediaan untuk bekerja semata demi bangsa dan negara, apakah PDIP, memang benar-benar bekerja untuk bangsa dan negara? Menurut Muhammad Ismail Yusanto, rekam jejak (track record) ketika berkuasa merupakan jawabannya.
Kepada wartawan Tabloid Media Umat Joko Prasetyo, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia menyampaikan catatannya terkait rekam jejak Ketua Umum PDI P Megawati Soekarnoputri ketika menjadi presiden. Berikut petikannya.
Bagaimana rekam jejak saat putri Bung Karno itu berkuasa?
Dalam masa kepresidenanya  yang tidak terlalu panjang, sekitar 3 tahun, dari tahun 2001 – 2004, Megawati ternyata tidak sedikit mengambil kebijakan yang kerap dituding sangat tidak nasionalis.

Antara lain menjual murah gas Tangguh ke Tiongkok seharga 3,5 USD/MMBTU untuk kontrak selama 25 tahun; menjual murah tanker raksasa milik Pertamina; menerbitkan R/D (release and discharge) bagi sejumlah bankir yang tersangkut perkara BLBI.

Dan yang paling banyak disorot tentu saja adalah penjualan Indosat, berikut anak dan cucu perusahaannya, kepada Singtel senilai sekitar Rp 5 trilyun.
Bukan hanya itu, beberapa bulan sebelum lengser, Mega juga sempat menandatangani amandemen UU yang berisi larangan menambang di hutan lindung yang dibuat oleh DPR periode sebelumnya. UU ini sangat ditentang oleh perusahaan-perusahaan pertambangan besar seperti Freeport, Newmont dan lainnya karena menghambat laju ekspansi eksplorasi tambang mereka.
Menurut informasi yang sangat bisa dipercaya, sebelum UU itu terbit, Freeport telah mengeluarkan dana lebih dari 120 juta USD untuk melakukan eksplorasi hingga ke wilayah Puncak Soekarno. Hasilnya, mereka menemukan cadangan emas yang jauh lebih besar dari yang ditemukan selama ini.
Oleh karena itu, mereka kemudian berusaha dengan segala cara untuk membatalkan UU itu. Usaha mereka berhasil. Megawati yang ngaku nasionalis, membatalkan UU yang sebenarnya sangat bagus untuk melindungi kekayaan alam negeri ini, yang kabarnya memang sebenarnya dibuat untuk menghentikan ekspansi Freeport.

Dampaknya?

Semua kebijakan kontroversial itu berbuntut panjang hingga sekarang. Setelah Pertamina dipaksa menjual tanker raksasa miliknya, kini mereka harus mengeluarkan dana besar tiap hendak mengangkut LNG, padahal dulu mereka punya kapal sendiri.

Karena terikat kontrak 25 tahun, harga gas Tangguh tetap saja tidak bisa dinaikkan meski harga pasaran gas dunia telah meningkat berlipat-lipat. Sedangkan kepada PLN yang notabene badan usaha milik negara, gas justru dijual dengan harga lebih 3 kali lipat, sekitar 13 USD/MMBTU.
Karena dianggap telah menyelesaikan kewajiban, para bankir nakal itu kini bebas melenggang sementara rakyat harus terus menanggung beban akibat bunga dan pengembalian dana obligasi rekap.

Sedang keinginan untuk membeli balik Indosat terganjal. Dan setelah UU Larangan Menambang di Hutang Lindung dibatalkan, Freeport dengan aman bisa melanjutkan ekspansi eksploitasinya.

Dengan semua tindakan itu, bisakah disebut Mega dan PDIP, juga partai-partai lain yang mengaku nasionalis,  benar-benar nasionalis?
Mengapa bisa begitu? Bukankah dalam iklan kampanyenya (nasi tumpeng serba impor) menunjukkan nasionalisme?

Itu karena mereka sesungguhnya bekerja demi diri mereka sendiri. Melalui politik, mereka berjuang untuk meraih kekuasaan, lalu kekuasaan yang didapat digunakan mendapatkan kekayaan, yang selanjutnya kekayaan itu digunakan untuk mempertahankan atau meraih kekuasaan yang lebih tinggi lagi.
Dengan kata lain, ideologi mereka tetaplah kapitalisme, meski dalam wajah yang berbeda-beda. Soal iklan, ya, itu kanhanya klaim mereka untuk menarik dukungan menjelang Pemilu. Dan untuk hal itu, semua partai melalui kekuatan media memang beramai-ramai membangun citra sebagai pembela rakyat, pembela kepentingan bangsa dan negara dan seterusnya.
Padahal faktanya, jauh panggang dari api. Bahkan dalam urusan korupsi, kader PDIP, baik yang di pemerintahan maupun di legislatif, tercatat juga paling banyak menjadi tersangka. Kalau betul mereka bekerja semata demi bangsa dan tanah air, mestinya semua itu tidak terjadi, to?

Andai parpol lain yang menang, apakah nasionalisme menang mengalahkan neolib?

Enggak juga.

Mengapa?

Dalam beberapa aspek mungkin iya. Gerindra misalnya, mempunyai pandangan yang sedikit berbeda dengan PDIP dan Partai Demokrat dalam soal kebijakan pertanian dan politik pangan.

Tapi itu tidak berarti ketika mereka berkuasa nanti akan sepenuhnya tegak nasionalisme, karena semua partai nasionalis yang yang ada saat ini sesungguhnya dari segi ideologi dasar tidaklah berbeda, yaitu sekuler.

Apa yang menyebabkan parpol mana pun dalam pemilu 2014 ini yang menang, Indonesia tetap dalam cengkraman kapitalisme global?

Karena hampir semua partai, terutama partai-partai nasionalis, digerakkan oleh pemilik modal, baik yang langsung sebagai pendiri atau pemimpin partai, maupun sebagai penyokong utama.

Selain itu, mereka juga menyadari arti penting dukungan AS. Tanpa itu mereka pasti akan terus diganggu. Oleh karena itu, mereka merasa perlu memberikan konsesi untuk kepentingan politik dan ekonomi negara adidaya itu di negeri ini.
Maka, seperti yang sudah-sudah, perusahaan-perusahaan AS, seperti Exxon Mobil, Chevron dan Freeport akan aman beroperasi di negeri ini. Lihatlah, di bawah pemerintahan presiden SBY yang juga ngaku nasionalis, Freeport kabarnya telah mendapat perpanjangan kontrak hingga tahun 2041. Meski belakangan kabar ini dibantah.

Sebelum ini, di ada masa kepresidenannya yang pertama, SBY malah menyerahkan blok kaya minyak Cepu kepada Exxon Mobil, bukan kepada Pertamina meski Pertamina telah menyatakan kesanggupannya untuk mengelola. Blok Mahakam yang kontraknya dengan Total bakal habis pada 2017 pun hingga sekarang tidak segera tegas ditarik dan diserahkan kepada perusahaan negara. Ada apa? Apa yang gini ini nasionalis?
Lantas bagaimana, agar parpol bisa melawan kapitalisme dan pimpinannya bisa mengatakan “tidak” kepada imperialisme Barat maupun Timur?
Perlawanan seperti itu hanya mungkin lahir dari partai yang benar-benar berdiri dan bekerja atas dasar ideologi yang berbeda sama sekali dengan sekularisme dan kapitalisme. Mungkin itu sosialisme.

Tapi sosialisme telah runtuh. Kalaupun ada, tetap saja sosialisme yang berkembang saat ini, seperti yang dianut oleh beberapa partai di negara Eropa Barat, telah mengalami modifikasi sedemikian rupa sehingga adaptif terhadap kapitalisme. Walhasil sama saja.

Karena itu peluangnya hanya tinggal pada Islam. Jadi, hanya partai politik Islam yang berdiri atas dasar asas Islam dan berjuang untuk tegaknya Islam melalui tegaknya sistem Islam dengan syariah dan khilafah saja yang bisa diharap mengatakan “tidak” pada imperialisme Barat maupun Timur.

Mengapa harus syariah dan khilafah, tidakkah ada alternatif lain?

Tidak. Tidak ada alternatif lain, karena ideologi di dunia ini memang hanya itu. Kalau tidak kapitalisme, ya sosialisme. Kalau tidak keduanya, ya hanya tinggal Islam. Karena itu, tidak bisa tidak, memang harus syariah dan khilafah. Titik. (mediaumat.com, 19/5/2014)lease and discharge) bagi sejumlah bankir yang tersangkut perkara BLBI.

Dan yang paling banyak disorot tentu saja adalah penjualan Indosat, berikut anak dan cucu perusahaannya, kepada Singtel senilai sekitar Rp 5 trilyun.
Bukan hanya itu, beberapa bulan sebelum lengser, Mega juga sempat menandatangani amandemen UU yang berisi larangan menambang di hutan lindung yang dibuat oleh DPR periode sebelumnya. UU ini sangat ditentang oleh perusahaan-perusahaan pertambangan besar seperti Freeport, Newmont dan lainnya karena menghambat laju ekspansi eksplorasi tambang mereka.
Menurut informasi yang sangat bisa dipercaya, sebelum UU itu terbit, Freeport telah mengeluarkan dana lebih dari 120 juta USD untuk melakukan eksplorasi hingga ke wilayah Puncak Soekarno. Hasilnya, mereka menemukan cadangan emas yang jauh lebih besar dari yang ditemukan selama ini.

Oleh karena itu, mereka kemudian berusaha dengan segala cara untuk membatalkan UU itu. Usaha mereka berhasil. Megawati yang ngaku nasionalis, membatalkan UU yang sebenarnya sangat bagus untuk melindungi kekayaan alam negeri ini, yang kabarnya memang sebenarnya dibuat untuk menghentikan ekspansi Freeport.

Dampaknya?

Semua kebijakan kontroversial itu berbuntut panjang hingga sekarang. Setelah Pertamina dipaksa menjual tanker raksasa miliknya, kini mereka harus mengeluarkan dana besar tiap hendak mengangkut LNG, padahal dulu mereka punya kapal sendiri.

Karena terikat kontrak 25 tahun, harga gas Tangguh tetap saja tidak bisa dinaikkan meski harga pasaran gas dunia telah meningkat berlipat-lipat. Sedangkan kepada PLN yang notabene badan usaha milik negara, gas justru dijual dengan harga lebih 3 kali lipat, sekitar 13 USD/MMBTU.


Karena dianggap telah menyelesaikan kewajiban, para bankir nakal itu kini bebas melenggang sementara rakyat harus terus menanggung beban akibat bunga dan pengembalian dana obligasi rekap.

Sedang keinginan untuk membeli balik Indosat terganjal. Dan setelah UU Larangan Menambang di Hutang Lindung dibatalkan, Freeport dengan aman bisa melanjutkan ekspansi eksploitasinya.

Dengan semua tindakan itu, bisakah disebut Mega dan PDIP, juga partai-partai lain yang mengaku nasionalis,  benar-benar nasionalis?

Mengapa bisa begitu? Bukankah dalam iklan kampanyenya (nasi tumpeng serba impor) menunjukkan nasionalisme?

Itu karena mereka sesungguhnya bekerja demi diri mereka sendiri. Melalui politik, mereka berjuang untuk meraih kekuasaan, lalu kekuasaan yang didapat digunakan mendapatkan kekayaan, yang selanjutnya kekayaan itu digunakan untuk mempertahankan atau meraih kekuasaan yang lebih tinggi lagi.

Dengan kata lain, ideologi mereka tetaplah kapitalisme, meski dalam wajah yang berbeda-beda. Soal iklan, ya, itu kanhanya klaim mereka untuk menarik dukungan menjelang Pemilu. Dan untuk hal itu, semua partai melalui kekuatan media memang beramai-ramai membangun citra sebagai pembela rakyat, pembela kepentingan bangsa dan negara dan seterusnya.

Padahal faktanya, jauh panggang dari api. Bahkan dalam urusan korupsi, kader PDIP, baik yang di pemerintahan maupun di legislatif, tercatat juga paling banyak menjadi tersangka. Kalau betul mereka bekerja semata demi bangsa dan tanah air, mestinya semua itu tidak terjadi, to?

Andai parpol lain yang menang, apakah nasionalisme menang mengalahkan neolib?

Enggak juga.

Mengapa?

Dalam beberapa aspek mungkin iya. Gerindra misalnya, mempunyai pandangan yang sedikit berbeda dengan PDIP dan Partai Demokrat dalam soal kebijakan pertanian dan politik pangan.

Tapi itu tidak berarti ketika mereka berkuasa nanti akan sepenuhnya tegak nasionalisme, karena semua partai nasionalis yang yang ada saat ini sesungguhnya dari segi ideologi dasar tidaklah berbeda, yaitu sekuler.

Apa yang menyebabkan parpol mana pun dalam pemilu 2014 ini yang menang, Indonesia tetap dalam cengkraman kapitalisme global?

Karena hampir semua partai, terutama partai-partai nasionalis, digerakkan oleh pemilik modal, baik yang langsung sebagai pendiri atau pemimpin partai, maupun sebagai penyokong utama.

Selain itu, mereka juga menyadari arti penting dukungan AS. Tanpa itu mereka pasti akan terus diganggu. Oleh karena itu, mereka merasa perlu memberikan konsesi untuk kepentingan politik dan ekonomi negara adidaya itu di negeri ini.
Maka, seperti yang sudah-sudah, perusahaan-perusahaan AS, seperti Exxon Mobil, Chevron dan Freeport akan aman beroperasi di negeri ini. Lihatlah, di bawah pemerintahan presiden SBY yang juga ngaku nasionalis, Freeport kabarnya telah mendapat perpanjangan kontrak hingga tahun 2041. Meski belakangan kabar ini dibantah.

Sebelum ini, di ada masa kepresidenannya yang pertama, SBY malah menyerahkan blok kaya minyak Cepu kepada Exxon Mobil, bukan kepada Pertamina meski Pertamina telah menyatakan kesanggupannya untuk mengelola. Blok Mahakam yang kontraknya dengan Total bakal habis pada 2017 pun hingga sekarang tidak segera tegas ditarik dan diserahkan kepada perusahaan negara. Ada apa? Apa yang gini ini nasionalis?

Lantas bagaimana, agar parpol bisa melawan kapitalisme dan pimpinannya bisa mengatakan “tidak” kepada imperialisme Barat maupun Timur?
Perlawanan seperti itu hanya mungkin lahir dari partai yang benar-benar berdiri dan bekerja atas dasar ideologi yang berbeda sama sekali dengan sekularisme dan kapitalisme. Mungkin itu sosialisme.

Tapi sosialisme telah runtuh. Kalaupun ada, tetap saja sosialisme yang berkembang saat ini, seperti yang dianut oleh beberapa partai di negara Eropa Barat, telah mengalami modifikasi sedemikian rupa sehingga adaptif terhadap kapitalisme. Walhasil sama saja.
:
Karena itu peluangnya hanya tinggal pada Islam. Jadi, hanya partai politik Islam yang berdiri atas dasar asas Islam dan berjuang untuk tegaknya Islam melalui tegaknya sistem Islam dengan syariah dan khilafah saja yang bisa diharap mengatakan “tidak” pada imperialisme Barat maupun Timur.
Mengapa harus syariah dan khilafah, tidakkah ada alternatif lain?
Tidak. Tidak ada alternatif lain, karena ideologi di dunia ini memang hanya itu. Kalau tidak kapitalisme, ya sosialisme. Kalau tidak keduanya, ya hanya tinggal Islam. Karena itu, tidak bisa tidak, memang harus syariah dan khilafah. Titik. (mediaumat.com, 19/5/2014)

Campakan demokerasi dan sistem ekonomi liberal tegakan khilafah


#IndonesiaMilikAllah Campakkan Demokrasi dan Sistem Ekonomi Liberal, Tegakkan Khilafah


 Sejak Indonesia diproklamasikan, demokrasi adalah sistem politik yang dipilih. Berbagai bentuk demokrasi telah diterapkan; mulai dari demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila hingga kembali lagi ke demokrasi liberal.
Di bidang ekonomi, negeri ini memang sempat terpengaruh sosialisme pada masa Orde Lama. Namun kemudian, kapitalisme-liberalisme adalah sistem ekonomi yang diberlakukan. Penerapan sistem ekonomi tersebut semakin menjadi-jadi pasca Reformasi. Ini ditandai dengan doktrin-doktrin ekonomi liberal yang dijalankan seperti pembatasan peran negara sebatas regulator, pasar bebas, pencabutan subsidi dan privatisasi.

Pertanyaan penting penting tentu patut diajukan: Apakah setelah menerapkan demokrasi selama puluhan tahun, Indonesia menjadi lebih baik? Apakah setelah menjalankan sistem ekonomi liberal sekian lama, Indonesia menjadi lebih sejahtera?

Sudah tampak jelas, demokrasi dan sistem ekonomi liberal gagal menjadikan negeri ini lebih baik dan sejahtera. Sebaliknya, negeri ini makin rusak dan bobrok. Alih-alih menyelesaikan masalah, demokrasi dan sistem ekonomi liberal justru menjadi sumber masalah! Betapa tidak. Ongkos demokrasi yang amat mahal terbukti menjadi pemicu utama korupsi marak. Demokrasi yang dipropagandakan “dari, oleh dan untuk rakyat” pada praktiknya hanya untuk kepentingan para pemilik modal dan korporasi. Berbagai undang-undang liberal yang dihasilkan justru menyengsarakan rakyat. Bahkan demokrasi juga menjadi pintu masuk bagi negara-negara kafir penjajah untuk menguasai dan merampok kekayaan alam negeri ini.

Namun anehnya, demokrasi dan sistem ekonomi liberal tetap saja dipertahankan. Belum ada tanda-tanda sistem ini bakal dicampakkan. Apakah berbagai kerusakan dan kebobrokan yang ditimbulkan oleh sistem tersebut tidak membuat kita sadar? Apakah kita baru tersadar setelah kekayaan alam kita habis tak tersisa karena dirampok oleh negara-negara kafir penjajah? Jika itu yang terjadi, sungguh penyesalan yang terlambat!

Sungguh, kita tidak perlu ragu untuk mencampakkan demokrasi dan sistem ekonomi liberal karena merupakan sistem kufur dan lahir dari ideologi kapitalisme yang kufur. Ideologi ini membatasi peran agama hanya mengatur urusan pribadi. Ini jelas bertentangan dengan Islam karena Islam adalah dîn kâmil syâmil yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.
Prinsip dasar demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Konsekuensinya, otoritas menetapkan hukum ada di tangan rakyat yang diwakili oleh lembaga legislatif. Padahal menetapkan hukum, menghalalkan dan mengharamkan segala sesuatu bukan merupakan otoritas manusia. Memberikan otoritas tersebut kepada manusia merupakan kejahatan besar karena membuat hukum adalah otoritas tunggal Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

﴿إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ﴾

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik (TQS al-An’am [6]: 57).
Maka dari itu, demokrasi haram dijadikan sebagai pandangan hidup dan asas bagi konstitusi beserta seluruh undang-undang. Haram pula mengambil dan menyebarluaskan demokrasi.

Ingatlah, ibarat kereta, ideologi dan sistem kufur adalah lokomotif yang membawa gerbong-gerbong kemaksiatan, kemungkaran dan kezaliman yang semuanya berujung pada kerusakan.

Sesungguhnya Islam telah memiliki sistem pemerintahan sendiri, yakni Khilafah. Khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintahan Islam; bukan republik, kerajaan, imperium, federasi, demokrasi dan lain-lain. Secara syar’i dinyatakan:

رِئَاسَةٌ عَامَةٌ لِلْمُسْلِمِيْنَ جَمِيْعاً فِي الدُّنْيَا لِإِقَامَةِ أَحْكَامِ الشَّرْعِ الْإِسْلَامِي، وَحَمْلِ الدَّعْوَةِ اْلإِسْلَامِيَّةِ إِلَى الْعَالَمِ
Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia untuk menegakkan syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.

Dengan Khilafah umat Islam bisa dipersatukan dalam satu kepemimpinan dan satu negara. Dengan Khilafah seluruh hukum syariah bisa diterapkan dan dakwah Islam dapat diemban ke seluruh dunia.
Sungguh, kebaikan dan keberkahan akan Allah SWT limpahkan ketika hukum-hukum-Nya ditegakkan. Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:

«حَدٌّ يُقَامُ فِى الأَرْضِ خَيْرٌ لِلنَّاسِ مِنْ أَنْ يُمْطَرُوا ثَلاَثِينَ أَوْ أَرْبَعِينَ صَبَاحاً»
Satu hukum had (sanksi syariah atas kejahatan tertentu) yang ditegakkan di muka bumi lebih baik bagi manusia daripada mereka diguyur hujan selama tiga puluh atau empat puluh hari (HR Ahmad).

Itu baru satu jenis hukum saja. Tentu betapa besar kebaikannya jika seluruh hukum syariah ditegakkan?

Namun, sungguh disayangkan, sistem pemerintahan itu sekarang tidak ada. Itu terjadi sejak institusi Khilafah Utsmaniyah dihapuskan oleh Musthafa Kemal Attaturk pada 28 Rajab 1342 H, bertepatan dengan 3 Maret 1924.
Kewajiban menegakkan Khilafah telah banyak dijelaskan oleh para ulama. Tidak ada ikhtilaf di antara mereka. Bahkan Khilafah bukan sekadar kewajiban, tetapi kewajiban paling penting. Ibnu Hajar al-Haitami rahimahul-Lah dalam Ash-Shawâiq al-Muhriqah berkata:

اِعْلَمْ أَيْضًا أَنَّ الصَّحَابَةَ رِضْوَانَ اللهِ تَعَالَى عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ أَجْمَعُوْا عَلَى أَنَّ نَصْبَ الْإِمَامِ بَعْدَ اِنْقِرَاضِ زَمَنِ النُّبُوَّةِ وَاجِبٌ بَلْ جَعَلُوْهُ أَهَمَّ الْوَاجِبَاتِحَيْثُ اِشْتَغَلُوْا بِهِ عَنْ دَفْنِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ketahuilah juga, sesungguhnya para Sahabat ra. telah berijmak bahwa mengangkat imam (khalifah) setelah zaman kenabian adalah kewajiban. Bahkan mereka menjadikan Imamah/Khilafah sebagai kewajiban yang terpenting ketika mereka lebih sibuk memilih dan mengangkat khalifah daripada memakamkan Rasulullah saw.

Jadi, sungguhaneh jikamasih ada di antara kaum Muslim yang meragukan dan menolak Khilafah, apalagi menghalangi perjuangan umat ini untuk menegakkan Khilafah. Aneh pula jika ada yang merasa pesimis dengan tegaknya Khilafah, bahkan menganggap penegakan Khilafah sebagai utopia, ilusi atau mimpi. Sikap ini tentu ironi. Mengapa? Pasalnya, kaum kafir saja tidak mengingkari kemungkinan Khilafah bakal tegak kembali. Buktinya, negara-negara kafir penjajah amat serius menghalangi tegaknya Khilafah. Itu artinya, mereka menganggap Khilafah adalah ancaman nyata bagi mereka.
Apakah mereka yang meragukan tegaknya Khilafah lupa, bahwa kekuasaan hanya di tangan Allah SWT? Dialah Yang memberikan kekuasaan kepada siapa pun yang Dia kehendaki, juga mencabut kekuasaan dari siapa pun yang Dia kehendaki. Maka dari itu, apa sulitnya bagi Allah SWT untuk membuat Khilafah berdiri kembali sebagaimana sebelumnya? Allah SWT pun tidak akan mengingkari janji-Nya.

﴿وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ﴾
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih di antara kalian, bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi (TQS an-Nur [24]: 55).

Kabar gembira tentang Khilafah yang bakal kembali tegak juga diberitakan dalam banyak hadis. Dalam riwayat Ahmad, Khilafah ‘alâ Minhâj an-Nubuwwah akan datang setelah masa mulk[an] jabriyyan (penguasa diktator). Dalam hadis riwayat Imam Ahmad diberitakan bahwa Konstantinopel dan Roma akan dibebaskan. Konstantinopel berhasil dibebaskan oleh Sultan Muhammad al-Fatih, lalu diubah namanya menjadi Istanbul. Adapun Roma hingga kini masih belum pernah dibebaskan. Insya Allah, kota itu juga akan dibebaskan. Yang bakal membebaskannya adalah Khilafah. Bahkan dalam hadis riwayat Imam Muslim diberitakan, Rasulullah saw. pernah diperlihatkan ujung timur dan ujung barat bumi. Beliau menegaskan, kekuasaan umat beliau akan sampai ke seluruh bagian bumi yang diperlihatkan kepada beliau.
Sebagai hamba Allah SWT, tugas kita hanyalah menunaikan kewajiban. Karena Khilafah merupakan kewajiban, maka tidak ada pilihan bagi kita kecuali harus maju dan berjuang menegakkan Khilafah. Celaan dan kemurkaan manusia tidak boleh membuat kita mundur walau hanya selangkah. Ingatlah, ketika kita berjuang untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT, maka kita berhak mendapatkan pertolongan-Nya. Rasulullah saw. bersabda:
«مَنْ أَرْضَى النَّاسَ بِسَخَطِ اللهِ وَكَّلَهُ اللهُ إِلَى النَّاسِ وَمَنْ أَسْخَطَ النَّاسَ بِرِضَا اللهِ كَفَاهُ اللهُ مَؤْنَةَ النَّاسِ»

Siapa saja yang berusaha menyenangkan manusia dengan membuat Allah murka, Allah bakal menyerahkan dirinya kepada manusia. Siapa saja yang membuat manusia marah dengan keridhaan Allah, niscaya Allah bakal mencukupi dirinya sehingga dia tidak memerlukan pertolongan manusia (HR at-Tirmidzi dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah dari Aisyah ra.).
Tatkala Allah SWT memberikan pertolongan, siapakah yang mampu menghalanginya?

Pada kesempatan ini, Hizbut Tahrir kembali mengajak seluruh kaum Muslim untuk berjuang bersama-sama menegakkan kembali Khilafah. Kami menyampaikan pesan Amir Hizbut Tahrir yang sekarang, al-‘Alim al-Jalîl asy-Syaikh Atha` Abu ar-Rasytah. Beliau berkata:

Sungguh kami tengah berjuang, sedangkan mata kami melihat Khilafah dan hati kami berdebar-debar menyambutnya. Kami semua yakin Khilafah akan kembali tegak sebab Rasulullah saw. telah memberitahu kita dan menyampaikan kabar gembira kepada kita bahwa Khilafah akan kembali tegak. Beliau bersabda:

«ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ نُبُوَّةٍ»
Selanjutnya akan tegak kembali Khilafah ‘ala Minhâj an-Nubuwah.
Semua ini adalah kenyataan yang mempertajam tekad, memperkuat kemauan dan menggembirakan hati.

Oleh karena itu, wahai kaum Muslim, sambutlah seruan perjuangan ini. Songsonglah janji Allah SWT dan berita gembira Rasul-Nya dengan penuh semangat. Bergabunglah dalam barisan umat bersama Hizbut Tahrir untuk menegakkan Khilafah. Penuhilah panggilan Allah SWT:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ﴾
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar (TQS at-Taubah [9]: 119).

Hukum demonstrasi dan hadist keluarnya kaum muslim falm dua shoft

Soal Jawab: Hukum Demonstrasi dan Hadits Keluarnya Kaum Muslim dalam Dua Shaf
بسم الله الرحمن الرحيم
Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau “Fiqhiyah”

Demonstrasi dan Long March dan Hadits Keluarnya Kaum Muslim dalam Dua Shaf

Pertanyan:

Kepada Moadh Seif Elmi
Syaikhuna al-fadhil, assalamu ‘alaikum… Apakah hadits keluarnya kaum Muslim dalam dua barisan dimana pada kepala masing-masing barisan adalah Umar dan Hamzah adalah hadits dha’if, terima kasih?

Kepada Andalusi Maqdisi Andalus

Assalamu ‘alaikum, syaikhuna al-fadhil.
Dalam jawab soal Anda tentang demonstrasi, Anda berdalil dengan hadits “Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq bin Musa bin Mahran al-Ashbahani (w. 430 H) dalam kitabnya Hilyatu al-Awliyâ’ wa Thabaqât al-Ashfiyâ’ dari Ibn Abbas, ia berkata: aku bertanya kepada Umar ra.:
لِأَيِّ شَيْءٍ سُمِّيتَ الْفَارُوقَ؟ قَالَ: أَسْلَمَ حَمْزَةُ قَبْلِي بِثَلَاثَةِ أَيَّامٍ، ثُمَّ شَرَحَ اللهُ صَدْرِي لِلْإِسْلَامِ… قلت: أَيْنَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟، قَالَتْ أُخْتِي: هُوَ فِي دَارِ الْأَرْقَمِ بْنِ الْأَرْقَمِ عِنْدَ الصَّفَا، فَأَتَيْتُ الدَّارَ… فَقُلْتُ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، قَالَ: فَكَبَّرَ أَهْلُ الدَّارِ تَكْبِيرَةً سَمِعَهَا أَهْلُ الْمَسْجِدِ، قَالَ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ أَلَسْنَا عَلَى الْحَقِّ إِنْ مُتْنَا وَإِنْ حَيِينَا؟ قَالَ: «بَلَى وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّكُمْ عَلَى الْحَقِّ إِنْ مُتُّمْ وَإِنْ حَيِيتُمْ»، قَالَ: فَقُلْتُ: فَفِيمَ الِاخْتِفَاءُ؟ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَتَخْرُجَنَّ، فَأَخْرَجْنَاهُ فِي صَفَّيْنِ، حَمْزَةُ فِي أَحَدِهِمَا، وَأَنَا فِي الْآخَرِ، لَهُ كَدِيدٌ كَكَدِيدِ الطَّحِينِ، حَتَّى دَخَلْنَا الْمَسْجِدَ، قَالَ: فَنَظَرَتْ إِلَيَّ قُرَيْشٌ وَإِلَى حَمْزَةَ، فَأَصَابَتْهُمْ كَآبَةٌ لَمْ يُصِبْهُمْ مِثْلَهَا، فَسَمَّانِي رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَوْمَئِذٍ الْفَارُوقَ، وَفَرَّقَ اللهُ بَيْنَ الْحَقِّ وَالْبَاطِلِ

“Karena apa engkau disebut al-Faruq?” Umar berkata: “Hamzah masuk Islam tiga hari sebelumku, kemudian Allah melapangkan dadaku untuk Islam… Aku berkata: “dimana Rasulullah saw? Saudara perempuanku berkata: “beliau di rumah al-Arqam bin al-Arqam di bukit Shafa”, maka aku datang ke rumah itu… lalu aku berkata: “aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.” Umar berkata: “maka orang yang ada di rumah itu meneriakkan takbir sehingga terdengar oleh orang-orang di masjid.” Umar berkata: “lalu aku katakan: “ya Rasulullah saw, bukankah kita di atas kebenaran jika kita mati dan jika kita hidup? Beliau menjawab: “benar demi Zat yang jiwaku ada di genggaman tangannya, sungguh kalian berada di atas kebenaran jika kalian mati dan jika kalian hidup.” Umar berkata: “lalu aku katakan: “lalu kenapa sembunyi? Demi Zat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran sungguh kalian harus keluar. Maka kami keluar dalam dua barisan, Hamzah di salah satunya dan aku di barisan satunya lagi, ia memiliki garam halus seperti tepung, sampai kami masuk ke masjid.” Umar berkata: “lalu aku memandang kepada Quraisy dan kepada Hamzah, maka mereka ditimpa bencana yang semisalnya belum pernah menimpa mereka, maka Rasulullah saw pada saat itu menamaiku al-Faruq, dan Allah memisahkan antara yang haq dan yang batil.” Selesai.

Pada saat menelaah hadits tersebut, al-Albani menyebutkan bahwa itu mungkar dan didhaifkan oleh kebanyakan ahli hadits. Pertanyaanku: pertama, apakah boleh berdalil dengan hadits dha’if? Jika boleh, kapan kita berdalil dengannya dan bagaimana kita menghukuminya? Jika jawabannya tidak boleh, lalu apakah engkau punya takhrij selain yang disebutkan dalam pertanyaan ini? Semoga Allah memberi manfaat kepada kami dengan ilmumu. Semoga Allah memberkahimu dan memberikan kemenangan kepadamu. Abdullah asy-Syami.)

Jawab:
Wa ‘alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Dua pertanyaan tersebut topiknya sama. Karena itu, inilah jawaban kepada kalian berdua.

Saudaraku yang mulia, jika engkau membaca ada orang yang mendha’ifkan satu riwayat bukan berarti riwayat itu dhaif secara pasti. Misalnya, ada para syaikh yang mendhaifkan hadits-hadits di (Shahih) al-Bukhari dan Muslim, yakni mendhaifkan hadits-hadits yang ditakhrij oleh keduanya yang diambil oleh umat dengan penerimaan dan ketenteraman. Al-Bukhari dan Muslim sangat memperhatikan standar-standar besar dan agung dalam menshahihkan suatu riwayat baik secara sanad maupun matan… Meski demikian, ada orang yang mendhaifkan hadits-hadits yang ada di keduanya (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim)!

Benar, bahwa jika suatu hadits menjadi jelas dhaifnya maka tidak boleh beristidlal dengannya. Akan tetapi, kadang kala para ahli hadits atau sebagian dari mereka menyatakan suatu hadits adalah dhaif, sementara orang-orang yang lain menghukumi bahwa hadits itu hasan dan layak beristidlal dengannya. Siapa yang memiliki pengetahuan ilmu hadits dan ushulnya, ia mengetahui masalah ini. Masalah ini masyhur di kalangan ahli hadits, dan para mujtahid. Maka engkau temukan, yang ini berdalil dengan hadits ini sementara yang itu tidak berdalil dengannya… Kami telah menjelaskan masalah ini secara rinci dalam kitab kita asy-Syakhshiyyah juz pertama bab “al-Hadîts al-Maqbûl wa al-Hadîts al-Mardûd” dan bab “I’tibar al-Hadîts Dalîlan fî al-Ahkâmi asy-Syar’iyyati.”
Dan sekarang kami menjawab tentang keluarnya para sahabat di Mekah setelah keislaman Umar ra.:

Riwayat yang dinyatakan di jawab soal, diriwayatkan oleh Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq bin Musa bin Mahran al-Ashbahani (w. 430 H) dalam kitabnya “Hilyatu al-Awliyâ’ wa Thabaqâtu al-Ashfiyâ’ “. Dan Abu Nu’aim seorang hafizh dan tsiqah. Az-Zarkali berkata tentangnya di A’lâm an-Nubalâ’:

Abu Nu’aim (336 – 430 H/948 – 1038 M), Ahmad bin Abdullah bin Ahmad al-Ashbahani, Abu Nu’aim: seorang hafizh, sejarahwan, termasuk orang yang tsiqah dalam hafalan dan riwayat.

Ia lahir dan meninggal di Ashbahan. Diantara karyanya: (Hilyatu al-Awliyâ’ wa Thabaqâtu al-Ashfiyâ’) sudah dicetak terdiri sepuluh juz, (Ma’rifatu ash-Shahâbah) besar, sebagiannya masih berupa manuskrip dalam dua jilid, berdasarkan itu qraah tahun 551 di perpustakaan Ahmad III di Thubuqbu Sarayi si Istanbul, nomor 497 seperti yang disebutkan dalam memoar al-Maymini – manuskrip, dan (Thabaqâtu al-Muhadditsin wa ar-Ruwât) dan (Dalâ`il an-Nubuwwah – dicetak) dan (Dzikru Akhbâr Ashbahân – dicetak) dua jilid dan kitab (asy-Syu’ara` -manuskrip), selesai.

Karena itu, dimungkinkan bersandar kepada riwayatnya tentang keluarnya kaum Muslimin dalam dua barisan setelah keislaman Umar.
Meski demikian, itu bukan satu-satunya riwayat, akan tetapi ada riwayat-riwayat lain yang shahih.:

-                      Di dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhayn karya al-Hakim dinyatakan:

…عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَرْقَمِ، عَنْ جَدِّهِ الْأَرْقَمِ، وَكَانَ بَدْرِيًّا، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم آوَى فِي دَارِهِ عِنْدَ الصَّفَا حَتَّى تَكَامَلُوا أَرْبَعِينَ رَجُلًا مُسْلِمَيْنِ، وَكَانَ آخِرَهُمْ إِسْلَامًا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ، فَلَمَّا كَانُوا أَرْبَعِينَ خَرَجُوا إِلَى الْمُشْرِكِينَ…

Dari Utsman bin Abdullah bin al-Arqam dari kakeknya al-Arqam, dan ia Badriyan, dan Rasulullah saw berlindung di rumahnya di bukit Shafa sampai genap empat puluh orang muslim, dan yang terakhir keislamannya adalah Umar bin al-Khaththab radhiyallâh ‘anhum. Ketika mereka empat puluh orang mereka keluar kepada orang-orang musyrik…

Al-Hakim berkata: “ini adalah hadits shahih sanadnya, tetapi al-Bukhari dan Muslim tidak mentakhrijnya” dan disepakati oleh adz-Dzahabi.

-                      Di Thabaqât al-Kubrâ karya Ibn Sa’ad: ia berkata …. dari Yahya bin Imran bin Utsman bin al-Arqam, ia berkata; “aku mendengar kakekku Utsman bin al-Arqam mengatakan:

أَنَا اِبْنُ سَبْعَةِ فِي الْإِسْلاَمِ، أَسْلَمَ أَبِيْ سَابِعُ سَبْعَةِ، وَكَانَتْ دَارُهُ بِمَكَّةَ عَلَى الصَّفَا، وَهِيَ الدَّارُ الَّتِيْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكُوْنُ فِيْهَا أَوَّلَ الْإِسْلاَمِ، وَفِيْهَا دَعَا النَّاسَ إِلَى الْإِسْلاَمِ وَأَسْلَمَ فِيْهَا قَوْمٌ كَثِيْرٌ، وَقَالَ لَيْلَةَ الْاِثْنَيْنِ فِيْهَا: “اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ بِأَحَبِّ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ: عُمَرِ بْنِ الْخَطَّابِ أَوْ عَمْرُو بْنِ هِشَامٍ” فَجَاءَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ مِنَ الْغَدِّ بُكْرَةً فَأَسْلَمَ فِي دَارِ الْأَرْقَمِ، وَخَرَجُوْا مِنْهَا فَكَبَّرُوْا وَطَافُوْا الْبَيْتَ ظَاهِرِيْنَ وَدُعِيَتْ دَارُ الْأَرْقَمِ دَارَ الْإِسْلاَمِ…

“Aku anak orang ketujuh di dalam Islam, bapakku masuk Islam sebagai orang ketujuh, rumahnya di Mekah di bukit shafa, dan itu adalah rumah yang Nabi saw ada di situ pada awal Islam, di situ beliau mengajak orang kepada Islam dan di situ banyak orang telah masuk Islam. Beliau pada satu malam Senin berdoa: “Ya Allah muliakan Islam dengan salah satu laki-laki yang lebih Engkau sukai: Umar bin al-Khathab atau Amru bin Hisyam”. Lalu Umar bin al-Khathab datang besoknya pagi-pagi lalu dia masuk Islam di rumah al-Arqam dan mereka keluar dari situ, mereka meneriakkan takbir dan berthawaf mengelilingi baitullah terang-terangan dan rumah al-Arqam disebut Dar al-Islam…”

-                      Ibn Ishaq berkata di as-Sîrah an-Nabawiyyah:

قاَلَ عُمَرٌ عِنْدَ ذَلِكَ: وَاللهِ لَنَحْنُ بِالْإِسْلاَمِ أَحَقٌّ أَنْ نُنَادِيَ… فَلْيَظْهَرَنَّ بِمَكَّةَ دِيْنُ اللهِ، فَإِنْ أَرَادَ قَوْمُنَا بَغْياً عَلَيْنَا نَاجَزْنَاهُمْ، وَإِنْ قَوْمُنَا أَنْصَفُوْنَا قَبِلْنَا مِنْهُمْ، فَخَرَجَ عُمَرٌ وَأَصْحَابُهُ، فَجَلَسُوْا فِيْ الْمَسْجِدِ، فَلَمَّا رَأَتْ قُرَيْشٌ إِسْلاَمَ عُمَرٍ سَقَطَ فِيْ أَيْدِيْهِمْ

“Umar berkata pada saat demikian, “Demi Allah, sungguh kita dengan Islam lebih berhak untuk menyeru… dan sungguh agama Allah akan nampak di Mekah, jika kaum kita ingin zalim terhadap kita maka kita lawan mereka dan jika kaum kita berlaku fair kepada kita maka kita terima dari mereka”. Lalu Umar dan sahabat-sahabatnya keluar dan mereka duduk di Masjid. Ketika Quraisy melihat Islamnya Umar maka jatuhlah (apa yang ada) di tangan mereka.”

Juga dinyatakan topik dua shaf itu di karya Taqiyuddin al-Maqrizi dalam Imtâ’ al-Asmâ’; dan Husain bin Muhammad ad-Diyar Bakri dalam Tarîkh al-Khamîs fî Ahwâl Anfusi an-Nafîs, dan Muhammad Abu Syuhbah dalam as-Sîrah an-Nabawiyyah ‘alâ Dhaw’ al-Qur’ân wa as-Sunnah, dan Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam ar-Rahîq al-Makhtûm … dan selain mereka.

Pendapat bolehnya demonstrasi dan long march tidak hanya berdalil dengan riwayat-riwayat ini saja. Sebab demonstrasi dan long march adalah uslub untuk menampakkan pendapat dan menyampaikan ide, persis sama seperti nasyrah (leaflet), pidato, seminar, video dan wasilah-wasilah serta uslub-uslub lainnya. Dan hukum asal dalam uslub dan wasilah adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkan sebagiannya, maka (wasilah dan uslub itu) terlarang pada saat itu. Wasilah-wasilah dan uslub-uslub itu menggerakkan masyarakat untuk mengemban Islam dan terikat dengannya, serta berinteraksi dengannya. Hizb melakukan aktivitas ini sesuai kemampuan dengan syarat Hizb sajalah yang melakukan dan mengaturnya dengan panji dan slogan-slogannya dan mengumpulkan masyarakat dengan kepemimpinan Hizb… bukan bergabung dengan yang lain di mana masing-masing mengusung panjinya dan slogan-slogannya… Ini tidak dilakukan oleh Hizb. Jadi apa yang bisa kita lakukan dengan pengaturan kita dan kepemimpinan kita, kita lakukan. Kadang ada waktu kita tidak bisa (melakukannya) sedangkan pada waktu lain kita bisa (melakukannya)… Ini semisal uslub berupa Maktab-maktab I’lami. Dahulu sulit dilakukan pada masa Abu Ibrahim rahimahullah, dan lebih kecil kesulitannya pada masa Abu Yusuf rahimahullah, maka beliau menugaskan aku menjadi juru bicara resmi di Yordania. Dan sekarang seperti yang engkau lihat, Maktab-maktab I’lami kita menarik perhatian.

Sebagai penutup, wahai saudaraku yang mulia, sungguh setiap amal yang kami lakukan, setiap langkah yang kami tempuh, kami pikirkan dan kami renungkan, bukan hanya kami menjauhkan diri dari keharaman, akan tetapi juga dari sesuatu yang mendekatkan dari satu debu ke debu keharaman lainnya, seraya bertawakkal kepada Allah SWT dalam kondisi rahasia maupun terang-terangan, kecil maupun besar… Sungguh kami mengemban tugas yang gunung enggan memikulnya. Apakah engkau memandang kami mampu berjalan seandainya tidak terikat dengan hukum-hukum syara’ di hati, lisan dan setiap lahiriah kami? Sungguh kami memohon kepada Allah pertolongan dan hidayah kepada perkara yang paling lurus, dan Allah menolong orang-orang shalih.

Saudaramu
Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

Saturday, July 12, 2014

Bincang santai masalah hukum pemilu

Van Ar Rahman
"Bincang santai masalah hukum PEMILU..."

Mari kita bahas masalah PEMILU. Kita santai aja ya, bro nggak usah pakai emosi. Hehe... ‪#‎Cekidot‬

Assalamualaikum. (Alhamdulillah salam saya masih tetap, nggak pakai salam yang berapa jari itu?)

Bro and sist... Jika yang dibahas adalah pemilu, maka kembalikan pada dasar pemilu, yaitu akad wakalah (perwakilan). Wakalah sendiri hukumnya mubah. Iya kan?

Dalam hal ini rukun wakalah ada empat.

1. Orang yang mewakilkan
2. Orang yang diwakilkan
3. Hal yang diwakilkan
4. ijab qobul

Dalam hal pemilu legislatif maka:

1. Caleg
2. Rakyat
3. Fungsi legislatif
4. Ijab qobul

Mari kita lihat detil No 3. Yakni fungsi legislatif. Fungsi legislatif ada tiga.

1. Fungsi anggaran
2. Fungsi pengawasan
3. Fungsi legislasi

Untuk No 1. hukumnya mubah. No 2. hukumnya juga mubah, bahkan bisa menjadi wajib jika muhasabah lil hukkam, koreksi terhadap pemerintah.
Nah, kkhusus untuk yang no 3 hukumnya haram. Mengapa haram? Karena yang berhak membuat hukum hanya Allah. Sepakat? Udah, ah anggap sepakat aja..

‪#‎Next‬

Walhasil, dengan salah satu rukun yang fasad, maka fasad pula keseluruhan wakalah tersebut.

Kesimpulannya adalah, melakukan akad wakalah semacam ini menjadi bathil, yaitu ikut dalam pemilihan LEGISLATIF.

Bagaimana dengan ikut PEMILU PRESIDEN? Ah, sama aja alias sami mawon... Karena presiden yang akan terpilih nantinya akan menerapkan dan menjalankan sistem pemerintahan dan hukum buatan manusia. Ini bathil, mengapa? Karena di atas tadi sudah kita sepakati bersama bahwa yang berhak membuat hukum hanya Allah..

Sekian, Wallaahua'lam bishshawab...

keseimbangan dan kesesuaian


Keseimbangan dan Kesesusian

Published on Wednesday, 09 July 2014 12:04
Oleh : Muhaimin Iqbal

Isu besar dunia yang tidak jelas dasar pemikirannya adalah isu pemanasan global yang katanya disebabkan antara lain oleh emisi carbon dioksida (CO2) ke udara yang terus bertambah. Isu ini sebagiannya sudah terbantahkan melalui riset yang dilakukan oleh Commonwealth Scientific and Industrial Organization, bahwa CO2 di udara yang naik 14 % dalam rentang waktu 1982-2010 ternyata malah membuat permukaan bumi lebih hijau 11 % oleh apa yang disebut CO2 Fertilization Effect. Ini semua hanya bisa menguatkan keimanan kita bahwa ada yang menjaga keseimbangan dan kesesuaian di alam yang juga menuntut peran manusia sebagai khalifah di bumi.

Maka Sayyid Abul Ala Maududi ketika menjelaskan keseimbangan alam raya yang meliputi langit dan bumi yang dimaksud oleh Ayat 7-9 dari surat Ar-Rahman, dia bisa mengkaitkan keseimbangan di alam itu dengan keadilan manusia sampai ke hal yang sekecil-kecilnya seperti ketika berdagang harus adil dengan timbangannya dlsb.

“Dan langit telah ditinggikanNya dan Dia ciptakan keseimbangan. Agar kamu jangan merusak keseimbangan itu. Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan (timbangan) itu”.

Contoh sederhananya kesimbangan di alam yang kita bisa dan harus ikut menjaganya – ya yang terkait dengan CO2 tersebut di atas. Perhatikan ilustrasi sederhana di samping.

Manusia bernafas membutuhkan O2 dan mengeluarkan CO2. Sebaliknya Tanaman melakukan Photosynthesis dengan membutuhkan CO2 dan mengeluarkan O2. Maka keberadaan manusia (dan hewan) dan tanaman-tanaman yang saling melengkapi ini ikut terjaga dengan adanya keseimbangan CO2 dan O2 di alam selama beribu-ribu tahun.

Tetapi manusia terus bertambah, otomatis CO2 yang dikeluarkannya juga terus bertambah. Lebih dari itu manusia juga mengotori udara dengan sejumlah aktivitas lainnya seperti ketika membakar energi fosil untuk kendaraannya, memasak, menerangi rumahnya (karena listrik PLN-nya juga butuh bahan bakar) dlsb.dlsb.

Lantas apa atau siapa yang menyerap CO2 yang berlebihan itu bila jumlah pepohonannya tidak bertambah atau bahkan berkurang ? Inilah yang kemudian dikambing hitamkan oleh manusia modern sebagai penyebab pemanasan global atau global warming yang katanya terjadi karena efek rumah kaca oleh membesarnya jumlah CO2 di udara.

Global warming sendiri masih perlu dibuktikan keberadaannya, dan kalau toh terbukti perlu dicari alasannya yang lebih masuk akal. Yang jelas bukan karena CO2, mengapa ? Selain terbantahkan oleh hasil riset tersebut di atas, juga oleh alasan berikut :

CO2 memiliki specific gravity 1.53 sementara specific gravity dari udara adalah 1. Sesuatu yang memiliki specific gravity lebih besar dari udara tidak akan naik ke atas dengan sendirinya.

Jadi CO2 yang dikeluarkan manusia beserta segala macam aktivitasnya – tidak terbang ke atas membentuk rumah kaca yang kemudian menimbulkan pemanasan global, tetapi malah cenderung lari ke bawah menuju permukaan tanah.

Fenomena ini juga Anda dapat lihat ketika sedang menyaksikan konser di atas panggung yang menggunakan efek asap dari dry ice. Dry ice adalah CO2 yang dipadatkan, setelah menjadi asap – kemana asap tersebut pergi ? Tidak ke atas, tetapi cenderung ke bawah menutupi lantai panggung. Kalau ke atas kan wajah artis yang keren-keren malah tertutupi asapnya !

Sifat CO2 yang cenderung lari kebawah ini menjadi sangat menarik bila dikaitkan dengan CO2 Fertilization Effect yang terungkap dari hasil penelitian tersebut di atas. Karena tanaman membutuhkan CO2 untuk melakukan aktifitas photosynthesis-nya, bila CO2 itu berlimpah – maka tanaman-tanaman juga akan meningkat aktivitas photosynthesisnya, yang berarti tumbuh lebih cepat.

Tetapi karena sifat CO2 yang lebih berat dari udara yang akan cenderung menuju permukaan tanah, maka tanaman-tanaman yang diuntungkan dengan berlebihnya CO2 - yaitu kandungan CO2 yang cukup tinggi sehingga mampu menimbulkan CO2 Fertilization Effect bukan sekedar untuk photosynthesis biasa - adalah tanaman-tanaman yang pendek mendekati permukanann tanah. Tanaman apakah ini ? itulah rumput-rumputan dan sejenisnya.

Dari sinilah seluruh keseimbangan dan kesesuaian di alam itu nampak tersusun dengan sangat indahnya. Mengapa seluruh nabi menggembala domba, mengapa akan datang masanya harta terbaik adalah domba, mengapa pekerjaan terbaik kedua setelah berjihad adalah menggembala domba, mengapa ada ayat di Al-Qur’an yang megisyaratkan kita untuk menggembala – semuanya menjadi nyambung dengan fenomena CO2 tersebut di atas !

Dengan bertambahnya manusia beserta seluruh aktivitasnya, CO2 yang dikeluarkan terus bertambah. Pertambahan ini mengakibatkan bertambahnya hijauan di permukaan bumi – utamanya hijauan yang rendah mendekati permukaan tanah yaitu jenis rumput-rumputan.

Tetapi manusia tidak secara langsung makan rumput, manusia makan berbagai hasil tanaman tingkat tinggi baik berupa padi-padian, biji-bijian dan buah-buahan. Manusia butuh daging, butuh air dan terus butuh energi.

Maka penyambung missing link antara rerumputan yang pertumbuhannya didorong oleh berlimpahnya CO2 tersebut diatas dengan terus meningkatnya kebutuhan Food, Energy and Water (FEW) manusia avdalah di kegiatan menggembala – pekerjaan mulia yang dilakukan seluruh nabi dan diisyaratkan di Al-Qur’an (QS 16:10).

Dengan menggembalakan ternak di rerumputan yang terus menebal, selain kita mendapatkan hasil langsung berupa daging – kotoran ternak juga memupuk padang rumput yang dilaluinya. Tanah yang terpupuk ini akan terus meningkat kesuburannya, sehingga bisa ditumbuhi segala macam tanaman berikutnya berupa tanaman musiman (padi, jagung dlsb) maupun segala macam buah-buahan (QS 16:11).

Hasil dari pepohonan tersebut yang berupa serat maupun karbohidrat, selain untuk pangan juga bisa diolah menjadi sumber energi – seperti bioethanol untuk jaman ini dan yang berupa minyak bisa diolah menjadi biodiesel. Bahwasanya energi itu berasal dari pohon-pohonan yang hijau inipun diisyaratkan di Al-Qur’an melalui setidaknya dua surat yaitu surat 36:80 dan surat 56 : 71-72.

Ketika pohon-pohon tumbuh, perakarannya akan mengelola dan bahkan memancarkan air bersih (QS 36:34) yang dari sini kebutuhan air kita akan terpenuhi. Setelah melibatkan CO2 yang lebih banyak, tumbuhnya rumput, aktivitas penggembalaan, tumbuhnya pepohonan, dihasilkannya Food, Energy and Water (FEW) – maka ilustrasi sederhana di atas menjadi sedikit lebih rumit seperti gambar di samping – tetapi semuanya tetap seimbang dan sesuai kebutuhannya masing-masing.

Jadi keseimbangan itu telah diciptakan dengan sangat indah olehNya (QS 55:7), kita hanya dilarang untuk merusaknya (QS 55:8). Dia Maha Kuasa untuk melakukan semuanya itu sendiri, tetapi manusia juga diciptakanNya untuk diuji siapa yang paling baik amalnya (QS 67:3).

Amal terbaik tentu saja adalah yang mengikuti petunjuk-petunjukNya, yang sesuai dengan kehendakNya dan sesuai syariatNya. Maka karena salah satu tujuan atau maqasid syariah itu adalah menjaga kehidupan – insyaAllah kita akan bisa bener-bener menjaga kelangsungan hidup di bumi ini – preserving life, bila kita mau mulai tahap demi tahap melakukan hal konkrit yang bisa kita lakukan.

Untuk ini kita sudah bener-bener mulai menggembala dan sebagian Andapun sudah terlibat didalamnya melalui project lambbank. InsyaAllah dalam waktu dekat kita akan membuat kegiatan menanam dalam skala besar – yaitu project iGrow – yang Andapun akan bisa terlibat di dalamnya. InsyaAllah.

Agar hari esuk tidak lebih buruk


Agar Hari Esuk Tidak Lebih Buruk…

Oleh : Muhaimin Iqbal
Ketika mendengar pengajian dari guru saya yang mengingatkan bahwa ‘… hari esuk senantiasa lebih buruk bagi orang yang terlibat dengan riba…’, saya tidak langsung bisa melihat buktinya di lapangan. Sampai saya membaca detil laporan resmi Nota Keuangan Dan Rancangan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2014 - atau yang lebih dikenal dengan APBN-P 2014. Di situ nampak jelas visualisasi angka-angka yang menunjukkan hari esuk yang lebih buruk itu ! Bisakah ini diubah ?


Trend Beban Biaya Bunga RI

Sebagian indikator yang menunjukkan trend hari esuk yang lebih buruk itu dapat dilihat dari membengkaknya data pembayaran bunga dari hutang kita. Beban bunga saja bagi negeri ini yang harus dibayar tahun lalu baru senilai Rp 113 trilyun, tahun ini membengkak menjadi Rp 136 trilyun atau naik sekitar 20 %.

Dalam lima tahun terakhir beban bunga itu mengalami pertumbuhan rata-rata 8 %, yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi kita yang rata-ratanya hanya 6 %. Ingat bahwa uang sebesar Rp 136 trilyun dan mengalami pertumbuhan rata-rata 8 % ini baru untuk membayar bunga saja ! lha terus pokok pinjamannya seperti apa ? akan dibayar dengan apa ?

Dalam konteks negeri ribawi, nampaknya tidak ada konsep untuk membayar pokok hutang yang jelas. Hutang bisa terus menggelembung asal masih bisa membayar bunganya – mungkin begitu pemikirannya. Hal ini juga nampak dari pembiayaan negara kita untuk tahun 2014 yang saya baca dari laporan resmi tersebut di atas.

Ketika kita ngos-ngosan sekedar untuk membayar bunga pinjaman yang nilainya mencapai Rp 136 trilyun tersebut, pada saat yang bersamaan kita meminjam lagi dengan jumlahnya yang hampir 2 kali lipat. Tahun 2014 ini kita akan meminjam sebesar Rp 263 trilyun lagi untuk membiaya belanja negara kita.


Beban Bunga Yang Melampaui Pertumbuhan

Itulah mengapa melalui berbagai tulisan saya di situs ini, saya ‘teriak-teriak’ agar umat Islam menggunakan kekuatannya untuk ‘menekan’ agar siapapun yang terpilih nanti – atau siapapun yang didukungnya dalam pilpres kali ini – setidaknya mereka harus punya rencana untuk menghentikan riba ini, agar hari esuk kita tidak semakin buruk.

Lantas to be realistic, apakah bisa negeri ini membayar pokok hutangnya dan kemudian menghindarkan pembiayaan ribawi untuk belanja negaranya ? ingat bahwa pinjaman ribawi itu mengalir sampai jauh, sampai gaji-gaji pegawai dan pejabat dari pusat sampai daerah, dari eksekutif, judikatif sampai legislatif – semuanya bercampur baur dengan riba.

Jadi riba memang harus dihentikan bila kita ingin hari esuk yang lebih baik, tetapi bagaimana caranya ? dari mana sumber-sumber dana untuk membiaya belanja negeri ini ?

Negeri ini memang bukan atau belum menjadi negara Islam, tetapi tidak ada salahnya belajar dari negeri Islam – khususnya di awal pemerintahan Islam terbentuk di Madinah yang kemudian dilanjutkan pada era-era sesudahnya. Ada sejumlah sumber pendanaan yang sangat besar untuk memakmurkan rakyat tanpa melibatkan hutang dan tanpa bersandar berlebihan pada pajak – yang buntutnya menjadi beban rakyat juga.

Mari kita teliti satu per satu beberapa sumber pendapatan atau pembiayaan negeri Islam yang penting – yang sekiranya cocok untuk mengatasi problem pendapatan kita saat ini – yaitu problem pendapatan yang tidak cukup untuk membiayai belanja.

Pertama adalah ghonimah atau pendapatan dari perang. Dasarnya adalah surat Al-Anfaal 41 dimana secara spesifik menyebutkan 1/5 dari ghanimah adalah untuk Allah dan RasulNya. Di jaman ini berarti ini untuk negara yang bisa dipakai untuk menutupi berbagai keperluannya. Tetapi karena negeri ini tidak sedang berperang dengan negeri lain, maka pendapatan dari ghanimah ini tidak ada untuk saat ini.

Kedua adalah fai’ yaitu pendapatan dari penaklukan negeri lain tanpa melalui peperangan, dasarnya adalah surat Al-Hasr ayat 6 dan 7. Seluruhnya adalah untuk Allah dan RasulNya, keluarga Rasul, anak yatim, orang miskin dan orang dalam perjalanan. Berarti ini juga untuk negara yang bisa dipakai untuk membiayai kebutuhan-kebutuhannya terutama untuk mensejahterakan rakyat. Tetapi lagi-lagi, kita tidak sedang menaklukkan negeri lain tanpa peperangan – jadi untuk saat ini pendapatan dari fai’ ini juga tidak ada.

Ketiga adalah kharaj, yaitu pajak atau tepatnya sewa atas tanah-tanah yang dikuasai oleh kaum muslimin – melalui perang ataupun tidak – tetapi tanah tersebut tetap digarap oleh non-muslim. Dasarnya adalah apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaih Wasalllam atas tanah-tanah Fadak, Khaibar dan eks tanah Banu Nadhir. Pendapatan kharaj dari tanah-tanah tersebut dipakai untuk membiayai perang, menyantuni fakir miskin, orang dalam perjalanan dlsb.

Hal yang sama dilakukan ketika di jaman Khalifah Umar bin Khattab banyak melakukan penaklukan demi penaklukan. Tanah-tanah Iraq, Syria, Mesir dlsb. yang ditaklukkannya – tidak kemudian dibagi sebagai pendapatan ghanimah. Tanah-tanah tersebut menjadi milik pemerintahan kaum muslimin dan tetap digarap pemiliknya semula, tetapi mereka membayar kharaj ke pemerintahan Islam.

Kita memang bukan negeri Islam dan tidak memiliki tanah kharajiyah ini, tetapi negeri ini punya banyak lahan yang tidak atau kurang produktif – atau menggunakan istilah Al-Qur’an adalah tanah yang mati. Tanah-tanah seperti ini ini tetap milik negara dan sebenarnya bisa disewakan saja ke siapa saja yang bisa memakmurkannya – pendapatan sewa inilah yang bisa mengambil dari inspirasi kharaj dari negeri muslim di masa lampau.

Pendapatan dari menyewakan lahan kepada yang bisa memakmurkannya ini bisa menjadi amat sangat besar bagi negeri ini. Seorang teman saya yang sangat credible karena dia kepala cabang Bank Indonesia di Riau, dia pernah menghitung bahwa seandainya di lahan-lahan sawit yang mencapai 2.5 juta hektar di provinsi tersebut – dipakai untuk menggembala domba saja, maka ada potensi ekonomi yang nilainya mencapai Rp 1,000 trilyun dari aktifitas satu ini saja !

Padahal konon – menurut sata salah satu capres – ada hutan rusak yang luasnya 77 hektar di negeri ini. Lahan seperti ini bisa disewakan ke siapa saja yang sanggup memakmurkannya. Ketika lahan-lahan tersebut bener-bener bisa dimakmurkan, maka bisa dibayangkan potensi ekonominya. Dari pendapatan memakmurkan 77 juta hektar hutan rusak ini saja, menjadi sangat mungkin negeri ini punya sumber dana cukup untuk melunasi hutang-hutangnya dan membebaskan diri dari riba. Dari Al-Qur’an insyaAllah sudah ada ada blue print-nya untuk memakmurkan lahan-lahan yang mati ini sekalipun ! Bahkan operasionalisasi teknisnya sudah saya kumpulkan dalam dua buku Kebun Al-Qur'an dan The Mindset.

Keempat adalah zakat, namun sumber pendapatan yang satu ini unique sifatnya karena penggunaannya sudah ditentukan dalam Al-Qur’an surat Al-Taubah ayat 60 yaitu untuk fakir, miskin, amil zakat, mualaf yang sedang dibujuk hatinya kedalam Islam, membebaskan budak, orang yang berhutang , untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan.

Meskipun sifatnya hanya titipan untuk dikelola dan disalurkan kepada 8 yang berhak tersebut, zakat yang dikumpulkan dan disalurkan dengan baik juga akan sangat meringankan beban yang harus ditanggung negara.

Kelima adalah Waqf, mirip dengan zakat – waqf bukanlah pendapatan bagi negara. Umumnya kegunaannya sudah spesifik untuk kepentingan umum seperti rumah sakit, pasar , bahkan jalan raya dan berbagai fasilitas umum yang dibutuhkan masyarakat di jaman modern ini.

Lagi-lagi meskipun bukan pendapatan negara, tetapi negara akan sangat diringankan bebannya bila kesadaran masyarakat untuk ber-waqf secara massif tumbuh.

Yang sudah kita jalankan di komunitas kami misalnya, ketika kami sakit – kami tidak menuntut pemerintah untuk menyantuni kami – bahkan kami berusaha menghindar dari ini karena keraguan kami atas obat yang diberikan dan pengelolaan dananya yang masih ribawi.

Lantas dengan apa kami berobat ?, insyaAllah dengan obat-obat yang diproduksi dengan dana waqf komunitas cukup bagi kami. Kalau inipun tidak cukup, insyaAllah kami masih bisa ber-taawun dengan sesama untuk memikulnya. Solusi ini kami sebut TAWAF, Taawun wa Waqf – meskipun masih sangat kecil tetapi sudah bukan lagi sekedar wacana !

Untuk sekolah anak-anak kami, kami-pun tidak minta dibantu satu sen-pun dari dana pemerintah. Gedung-gedung dan guru-guru kami insyaAllah cukup dibiayai dengan waqf dan infaq dari para mukhsinin di komunitas kami. Jadi kami tidak minta bagian sedikitpun dari anggaran pendidikan yang sangat besar yang dikeluarkan oleh pemerintah !

Bayangkan kalau hal ini dilakukan rame-rame oleh masyarakat Indonesia, Waqf dan infaq-nya sudah cukup untuk mengatasi berbagai kebutuhan dan persoalan yang ada di masyarakat. Barangkali ini adalah salah satu bukti bahwa bila penduduk negeri beriman dan bertaqwa maka Allah pasti bukakan pintu barakah dari langit dan dari bumi (QS 7:96) itu !

Dengan lima hal tersebut di atas, insyaAllah sumber-sumber pendanaan untuk negeri ini amat sangat cukup – tanpa harus membebani generasi ini dan generasi anak cucu kita dengan riba – yang membuat hari esuk kita lebih buruk dari hari ini – naudzublillahi min dzaalik !

Bila yang lima hal tersebut belum juga cukup, baru ulama mengijinkan juga pajak kontemporer – yaitu pajak seperti yang diberlakukan oleh pemerintah saat ini. Tetapi ini bersyarat yaitu penggunaannya harus sangat jelas dan penarikannya harus adil. Tidak boleh ada pajak yang tidak jelas penggunaannya apalagi bila sampai pajak itu disalah gunakan/dikorupsi oleh oknum-oknumnya.

Maka menjadikan hari esuk lebih baik itu ada jalannya yang sangat jelas – ceto welo-welo - terang benderang seperti terangnya siang hari. Lantas mengapa kita memilih hari esuk yang lebih buruk dengan riba ? dengan pemerintahan yang biasa-biasa saja yang hanya akan melanjutkan tradisi ribanya ? mengapa tidak kita gunakan rame-rame suara kita untuk memberikan tuntutan agar siapapun yang kita dukung – harus peduli masalah eliminasi riba ini.

Kalau tidak kita gunakan suara umat ini untuk melindungi generasi dari trend hari esuk yang memburuk karena riba, lantas siapa yang akan memperbaikinya kelak ? Kalau bukan kita, siapa lagi ? kalau tidak sekarang, kapan lagi

Friday, July 11, 2014

Bahaya pluralisme


AHAYA PLURALISME
[Al-Islam 488] Bersamaan dengan meninggalnya Gus Dur (mantan Presiden RI ke-4), isu pluralisme kembali menjadi perbincangan. Selama beberapa hari hampir semua media cetak menjadikan pluralisme sebagai berita utama, baik dikaitkan langsung dengan sosok Gus Dur maupun tidak. Isu pluralisme kembali mencuat terutama setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjuluki Gus Dur sebagai “Bapak Pluralisme” yang patut menjadi teladan bagi seluruh bangsa. (Antara.co.id, 31/12/2009).

Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais pun menilai Gus Dur sebagai ikon pluralisme (Kompas.com, 2/1/2010).

Kalangan liberal tak ketinggalan. Salah seorang aktivisnya, Zuhairi Misrawi, menulis bahwa dalam rangka memberikan penghormatan terhadap Gus Dur sebagaimana dilakukan oleh Presiden Yudhoyono, akan sangat baik jika MUI mencabut kembali fatwa pengharaman terhadap pluralisme (Kompas.com, 4/1/2010).

Sejumlah kalangan pun menilai penting untuk memelihara nilai-nilai pluralisme pasca Gus Dur. Mantan Wakil Presien Jusuf Kalla (JK), misalnya, mengharapkan semangat kebersamaan dan pluralisme yang selalu dikobarkan Gus Dur tetap terjaga (Detik.com, 30/12/2009).

Pertanyaannya, bagaimana dengan MUI sendiri yang dalam fatwanya No.7/MUNAS VII/MUI/11/2005 telah dengan jelas-jelas menyebutkan bahwa pluralisme (selain sekularisme dan liberalisme) adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, dan umat Islam haram mengikuti paham tersebut? Lebih penting lagi, bagaimana sesungguhnya pluralisme menurut pandangan Islam?

Hakikat Pluralisme

Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran, agama, kebudayaan, peradaban dan lain-lain. Kemunculan ide pluralisme didasarkan pada sebuah keinginan untuk melenyapkan ‘klaim keberanan’ (truth claim) yang dianggap menjadi pemicu munculnya sikap ekstrem, radikal, perang atas nama agama, konflik horisontal, serta penindasan atas nama agama. Menurut kaum pluralis, konflik dan kekerasan dengan mengatasnamakan agama baru sirna jika masing-masing agama tidak lagi menganggap agamanya yang paling benar.

Inilah hakikat ide pluralisme agama yang saat ini dipropagandakan di Dunia Islam melalui berbagai cara dan media. Dari ide ini kemudian muncul gagasan lain yang menjadi ikutannya seperti dialog lintas agama, doa bersama dan lain sebagainya. Pada ranah politik, ide pluralisme didukung oleh kebijakan Pemerintah yang harus mengacu pada HAM dan asas demokrasi. Negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada setiap warga negara untuk beragama, pindah agama (murtad), bahkan mendirikan agama baru.
Di Balik Gagasan Pluralisme

Lahirnya gagasan mengenai pluralisme (agama) sesungguhnya didasarkan pada sejumlah faktor. Dua di antaranya adalah: Pertama, adanya keyakinan masing-masing pemeluk agama bahwa konsep ketuhanannyalah yang paling benar dan agamanyalah yang menjadi jalan keselamatan. Masing-masing pemeluk agama juga meyakini bahwa merekalah umat pilihan.

Menurut kaum pluralis, keyakinan-keyakinah inilah yang sering memicu terjadinya kerenggangan, perpecahan bahkan konflik antarpemeluk agama. Karena itu, menurut mereka, diperlukan gagasan pluralisme sehingga agama tidak lagi berwajah eksklusif dan berpotensi memicu konflik.
Kedua, faktor kepentingan ideologis dari Kapitalisme untuk melanggengkan dominasinya di dunia. Selain isu-isu demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan serta perdamaian dunia, pluralisme agama adalah sebuah gagasan yang terus disuarakan Kapitalisme global yang digalang Amerika Serikat untuk menghalang kebangkitan Islam.

Karena itu, jika ditinjau dari aspek sejarah, faktor pertama bolehlah diakui sebagai alasan awal munculnya gagasan pluralisme agama. Namun selanjutnya, faktor dominan yang memicu maraknya isu pluralisme agama adalah niat Barat untuk makin mengokohkan dominasi Kapitalismenya, khususnya atas Dunia Islam.

Konflik Sebagai Alasan?

Memang benar, dunia saat ini sarat dengan konflik. Namun, tidak benar jika seluruh konflik yang terjadi saat ini dipicu oleh faktor agama. Bahkan banyak konflik terjadi lebih sering berlatar belakang ideologi dan politik. Dalam sekala internasional, konflik Palestina-Israel lebih dari setengah abad, misalnya, jelas bukan konflik antaragama (Islam, Yahudi dan Kristen). Sebab, toh dalam rentang sejarah yang sangat panjang selama berabad-abad ketiga pemeluk agama ini pernah hidup berdampingan secara damai dalam naungan Khilafah Islam. Konflik Palestina-Israel ini lebih bernuansa politik yang melibatkan penjajah Barat. Sejarah membuktikan, konflik Palestina-Israel bermula ketika bangsa Yahudi (Israel) sengaja “ditanam” oleh penjajah Inggris di jantung Palestina dalam ranga melemahkan umat Islam. Konflik ini kemudian dipelihara oleh Amerika Serikat yang menggantikan peran Inggris, untuk semakin melemahkan kekuatan umat Islam, khususnya di Timur Tengah. Pasalnya, dengan begitu Barat dapat terus-menerus menyibukkan umat Islam dengan konflik tersebut sehingga umat Islam melupakan bahaya dominasi Barat—khususnya AS dan Inggris—sebagai penjajah mereka.

Dalam sekala lokal, konflik yang pernah terjadi di Maluku atau Poso beberapa tahun lalu, misalnya, juga lebih bernuansa politik, yakni adanya campur tangan asing (yang tidak lain kaum penjajah Barat) untuk melemahkan Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim, ketimbang berlatar belakang agama.
Sementara itu, dalam skala yang lebih luas dan global, konflik Barat-Timur (yang sering dianggap mencerminkan konflik Kristen-Islam), khususnya setelah Peristiwa 11 September 2001, juga jelas lebih berlatarbelakang ideologi dan politik ketimbang agama. Memang, sesaat setelah terjadinya Peristiwa 11 September, Presiden AS George W Bush pernah “keseleo” dengan menyebut secara jelas bahwa WoT (War on Terrorism) sebagai Crussade (Perang Salib) baru. Lalu setelah itu AS menyerang Afganistan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyerang Irak. Namun, banyak pakar Barat dan AS sendiri yang menjelaskan bahwa serangan militer AS ke Afganistan maupun Irak bahkan lebih bermotifkan ekonomi (yakni demi minyak)—di samping politik (demi dominasi ideologi Kapitalisme), dan bukan bermotifkan agama.

Karena itu, sangat tidak ‘nyambung’ jika untuk menghentikan konflik-konflik tersebut kemudian dipasarkan terus gagasan pluralisme dan ikutannya seperti dialog antaragama dll. Pasalnya, akar konflik-konflik tersebut, sekali lagi, lebih bermotifkan ideologi dan politik—yakni dominasi Kapitalisme yang diusung Barat, khususnya AS, atas Dunia Islam—ketimbang berlatar-belakang agama.
Pluralisme Menurut Islam


Allah SWT berfirman:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa di sisi Allah (QS al-Hujurat [49]: 13).
Ayat ini menerangkan bahwa Islam mengakui keberadaan dan keragaman suku dan bangsa serta identitas-identitas agama selain Islam (pluralitas), namun sama sekali tidak mengakui kebenaran agama-agama tersebut (pluralisme). Allah SWT juga berfirman:

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَا لَيْسَ لَهُمْ بِهِ عِلْمٌ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ
Mereka menyembah selain Allah tanpa keterangan yang diturunkan Allah. Mereka tidak memiliki ilmu dan tidaklah orang-orang zalim itu mempunyai pembela (QS al-Hajj:67-71).

Ayat ini menegaskan bahwa agama-agama selain Islam itu sesungguhnya menyembah kepada selain Allah SWT. Lalu bagaimana bisa dinyatakan, bahwa Islam mengakui ide pluralisme yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama-sama benarnya dan menyembah kepada Tuhan yang sama?
Dalam ayat yang lain, Allah SWT menegaskan:

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ
Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam (QS Ali Imran [3]: 19).

Allah SWT pun menolak siapa saja yang memeluk agama selain Islam (QS Ali Imran [3]: 85); menolak klaim kebenaran semua agama selain Islam, baik Yahudi dan Nasrani, ataupun agama-agama lainnya (QS at-Taubah [9]: 30, 31); serta memandang mereka sebagai orang-orang kafir (QS al-Maidah [5]: 72).
Karena itu, yang perlu dilakukan umat Islam sesungguhnya bukan menyerukan pluralisme agama apalagi dialog antaragama untuk mencari titik temu dan kesamaan. Masalahnya, mana mungkin Islam yang mengajarkan tauhid (QS 5: 73-77; QS 19: 88-92; QS 112: 1-4) disamakan dengan Kristen yang mengakui Yesus sebagai anak Tuhan ataupun disamakan dengan agama Yahudi yang mengklaim Uzair juga sebagai anak Tuhan?! Apalagi Islam disamaratakan dengan agama-agama lain? Benar, bahwa eksistensi agama-agama tersebut diakui, tetapi tidak berarti dianggap benar. Artinya, mereka dibiarkan hidup dan pemeluknya bebas beribadah, makan, berpakaian, dan menikah dengan tatacara agama mereka. Tetapi, tidak berarti diakui benar.

Karena itu, yang wajib dilakukan umat Islam tidak lain adalah terus-menerus menyeru para pemeluk agama lain untuk memeluk Islam dan hidup di bawah
naungan Islam. Meski dengan catatan tetap tidak boleh ada pemaksaan.

Bahaya di Balik Gagasan Pluralisme



Bahaya pertama adalah penghapusan identitas-identitas agama. Dalam kasus Islam, misalnya, Barat berupaya mempreteli identitas Islam. Ambil contoh, jihad yang secara syar’i bermakna perang melawan orang-orang kafir yang menjadi penghalang dakwah dikebiri sebatas upaya bersungguh-sungguh. Pemakaian hijab (jilbab) oleh Muslimah dalam kehidupan umum dihalangi demi “menjaga wilayah publik yang sekular dari campur tangan agama.” Lebih jauh, penegakan syariah Islam dalam negara pun pada akhirnya terus dicegah karena dianggap bisa mengancam pluralisme. Ringkasnya, pluralisme agama menegaskan adanya sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).
Bahaya lain pluralisme agama adalah munculnya agama-agama baru yang diramu dari berbagai agama yang ada. Munculnya sejumlah aliran sesat di Tanah Air seperti Ahmadiyah pimpinan Mirza Ghulam Ahmad, Jamaah Salamullah pimpinan Lia Eden, al-Qiyadah al-Islamiyah pimpinan Ahmad Mosadeq, dll adalah beberapa contohnya. Lalu dengan alasan pluralisme pula, pendukung pluralisme agama menolak pelarangan terhadap berbagai aliran tersebut, meski itu berarti penodaan terhadap Islam.

Karena itu, wajar jika KH Kholil Ahmad, Pengasuh Pondok Pesantren Gunung Jati Pamekasan Jawa Timur, menilai pluralisme agama yang diusung Gus Dur berbahaya bagi umat Islam (Tempointeraktif.com, 30/12/2009).

Bahaya lainnya, pluralisme agama tidak bisa dilepaskan dari agenda penjajahan Barat melalui isu globalisasi. Globalisasi merupakan upaya penjajah Barat untuk mengglobalkan nilai-nilai Kapitalismenya, termasuk di dalamnya gagasan “agama baru” yang bernama pluralisme agama. Karena itu, jika kita menerima pluralisme agama berarti kita harus siap menerima Kapitalisme itu sendiri.

Inilah di antara bahaya yang terjadi, yang sesungguhnya telah dan sedang mengancam kaum Muslim saat ini ketika kaum Muslim kehilangan Khilafah Islamiyah sejak hampir satu abad lalu. Padahal Khilafahlah kepemimpinan umum bagi kaum Muslim yang menerapkan Islam, melindungi akidah Islam serta menjaga kemuliaan Islam dari berbagai penodaan, termasuk oleh pluralisme. []