Friday, August 20, 2010

Islam Tidak Anti Kekerasan

Islam Tidak Anti Kekerasan
Oleh: Wildan Hasan
Seringkali kita mendengar ungkapan bahwa Islam anti kekerasan, seiring terjadinya berbagai aksi-aksi kekerasan akhir-akhir ini di tanah air yang entah kenapa dituduhkan kepada Islam. Islam anti kekerasan adalah sebuah ungkapan apologetik yang menyesatkan saat dijadikan pembelaan bahwa Islam sebagai way of life tidak mengajarkan kekerasan. Benarkah?
Keras atau kekerasan itu sifatnya fithriyyah (manusiawi) sebagaimana lembut juga adalah fitrah. Hal yang menjadi tabiat dasar manusia yang tidak bisa dan tidak boleh dihilangkan melainkan harus diarahkan dan diberdayakan untuk tujuan kebajikan.
Oleh karena kekerasan adalah manusiawi, maka barangsiapa yang melarang seseorang berbuat kekerasan maka telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Kekerasan tidak lagi manusiawi ketika dilakukan secara berlebihan, sebagaimana juga dengan kelembutan atau kedamaian.
Di dalam Islam, ‘berlebihan’ dikenal dengan istilah tatharruf. Tatharruf adalah setiap aktifitas yang dilakukan tidak sesuai dengan proporsinya. Dalam literatur fikih Islam seringkali terdapat penggunaan kalimat ifrath dan tafrith yaitu upaya berlebihan dalam bermudah-mudah dan berlebihan dalam mempersulit.
Islam adalah agama yang proporsional tidak berat sebelah dan sesuai dengan sifat-sifat dasar kemanusiaan, sehingga Islam disebut juga agama fitrah. Artinya jika seseorang tidak berislam berarti ia melawaan hakikat kemanusiaannya. Dengan demikian ‘berlebihan’ bertentangan dengan ruh agama, berlebihan sering dibahasakan dengan istilah ekstrim. Ekstrimisme inilah yang dalam bahasa Islam disebut dengan tatharruf.
Kekerasan tidak lagi manusiawi ketika dilakukan secara berlebihan, sebagaimana juga dengan kelembutan atau kedamaian.
Setiap hal yang berlebihan atau ekstrim pasti tidak baik, termasuk dalam persoalan-persoalan kebaikan sekalipun. Sebagai contoh, kecintaan kita kepada Allah harus proporsional sesuai dengan yang diajarkan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Jika tidak, bisa jadi kita menggambarkan Allah sebagai sosok konkrit yang real ada di hadapan kita. Maka jadilah sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat jahiliyyah sebelum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam diutus.
Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala sangat tidak menyukai hal-hal yang berlebihan, sebagaimana yang ditegaskan-Nya dalam banyak ayat Al-Qur’an. Diantaranya:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah: 190)
Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan berperang (melakukan kekerasan), namun dengan syarat harus tetap di jalan Allah yang diterjemahkan dalam bentuk perang yang tidak melebihi batas. Perang yang tetap menghormati hak-hak kemanusiaan. Perang yang tidak seperti perang bar-barnya kaum selain Islam. Perang yang memang menjadi salah satu Sunnatullah yang harus dijalani saat keadaan mengharuskan demikian. Perang yang beradab dengan pemenuhan terhadap syarat dan rukunnya. Inilah perang dalam Islam.
Oleh karena itu problemnya bukan pada persoalan kekerasannya. Tapi pada penempatan kekerasan tersebut. Sebagai agama fitrah, Islam jelas mengadopsi ‘kekerasan’ sebagai salah satu manhaj dakwah. Namun Islam menempatkan kekerasan pada proporsi yang sebenarnya. Sebab secara manusiawi, tidak semua persoalan kehidupan hanya bisa diselesaikan oleh kelembutan semata.
Sebagai agama fitrah, Islam jelas mengadopsi ‘kekerasan’ sebagai salah satu manhaj dakwah. Namun Islam menempatkan kekerasan pada proporsi yang sebenarnya. Sebab secara manusiawi, tidak semua persoalan kehidupan hanya bisa diselesaikan oleh kelembutan semata.
Kekerasan fisik yang salah satu bentuknya adalah perang (qital) diakui secara syar’I oleh Islam sebagai hukum qhat’i dengan bertebarannya ayat maupun hadits yang melegitimasinya.
Islam sebagai agama beradab sangat menghormati fitrah manusia saat mengakomodir ‘kekerasan’ yang dengan secara ketat melakukan pembatasan-pembatasan demi penghormatan terhadap hak asasi manusia tersebut.
Dalam peperangan, agar tetap di Jalan Allah dan tidak melebihi batas, Islam melarang umatnya untuk; membunuh orang yang tidak terlibat langsung dengan peperangan seperti membunuh perempuan dan anak-anak, atau membunuh yang sedang beribadah. Islam juga melarang merusak pepohonan, tempat-tempat ibadah, fasilitas umum dan mencincang mayat. Islam juga mengharuskan sebelum terjadi peperangan terlebih dahulu ditawarkan kepada pihak musuh 3 hal; masuk Islam, membayar jizyah (pajak) atau berperang. Dan Islam sangat menekankan untuk lebih berharap perdamaian daripada terjadinya peperangan saat tiga tawaran itu diajukan.
Itulah yang dimaksud bahwa Allah tidak menyukai hal-hal yang berlebihan sekalipun dalam situasi peperangan. Maka jika perang dalam Islam dikaitkan dengan kekerasan sebagai aktifitas yang abnormal, biadab, barbar dan destruktif. Lalu apakah kita juga akan menyebut Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam dan para sahabat sebagai bidab dan barbar disebabkan melakukan peperangan?
Padahal sejarah dunia mencatat, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam menegur sahabatnya yang membunuh musuh saat mengucapkan syahadat. Jenderal besar Khalid bin Walid membiarkan kemahnya tidak dibongkar saat peperangan karena diatasnya ada burung yang sedang bersarang dan penunggang kuda ulung sahabat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bernama Abu Qatadah memberikan air wudhunya ketika seekor kucing menghampiri berharap minum. Di luar itu semua ada sebuah adagium di antara para ahli sejarah dan politikus dunia bahwa seringkali peperangan dibutuhkan untuk mencapai kedamaian. Tidak akan ada perdamaian jika tidak ada peperangan.
Sebagai perbandingan, jika hanya Islam yang dituduh pelaku ‘kekerasan’. Silahkan buka-bukalah catatan sejarah kelam Yahudi dan Kristen, niscaya bulu kuduk anda akan merinding seolah bukan manusia yang melakukan keganasan itu semua melainkan segerombolan serigala lapar dalam setiap babak sejarahnya. Sampai abad yang diklaim sebagai abad modern, abad milik mereka ini, siapakah yang saat ini sangat hoby berperang dan menumpahkan darah?
Adapun teks-teks syariat yang dijadikan legitimasi perang (jihad) tidak pada tempatnya, pelakunya adalah oknum. Oknum akan senatiasa ada pada setiap agama dan kelompok masyarakat. Sehingga ekstrimitas dalam Islam tidak bisa dipakai untuk menjudge bahwa Islam agama yang keliru, terlebih jika yang dipersalahkan adalah konsep jihad dalam Islam.
Terkait hal itu, jika dilihat melalui perspektif teori konspirasi terlihat jelas bahwa gembar-gembor ungkapan Islam anti kekerasan diproduksi oleh musuh-musuh Islam yang menginginkan konsep jihad dalam Islam tereduksi atau paling tidak ada reinterpretasi yang sesuai dengan selera mereka.
JIHAD adalah syariat Islam yang paling ditakuti oleh musuh-musuhnya. Mereka berusaha membuat persepsi yang salah tentang jihad sebagai suatu kejahatan karena mengandung kekerasan. . .
Ala kulli hal, kita tahu betul bahwa JIHAD adalah syariat Islam yang paling ditakuti oleh musuh-musuhnya. Perjalanan sejarah membuktikan, mereka tidak pernah menang melawan jihadnya umat Islam. Lalu mereka membuat mempersepsikan Jihad sebagai kejahatan karena mengandung ‘kekerasan’ sehingga diharap umat Islam mengenyampingkan JIHAD sebagai sesuatu yan diwajibkan. Dan menanglah mereka tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga. Maka dalam arti yang sebenarnya, ISLAM TIDAK ANTI KEKERASAN. Wallahu a’lam (PurWD/voa-islam.com)
http://www.voa-islam.com/islamia/liberalism/2010/08/20/9368/islam-tidak-anti-kekerasan/

Jeritan Hati Alumni Al-Mukmin Ngruki

Jeritan Hati Alumni Al-Mukmin Ngruki
Bismillahirrohmanirrohiim..
Kami alumni Al mukmin Ngruki bertebaran di seluruh alam jagad raya… Walau jasad kami berjauhan tapi hati kami tetap satu. Begitu perih hati kami saat media2 memberitakan tentang ustadz kami…
Apalagi jika melihat… pembicaranya berlagak syaikh ahlul ilmi tp mulutnya berbuih2 mengeluarkan kata2 perpecahan islam dan menjelekkan ustadz kami…
Bagaimana orang awam akan mengerti bila orang yg dianggap ahlul ilmi saja seperti ini. Siapa itu media massa? Siapa itu AS? Siapa itu densus 88?
Wahai Media Massa seharusnya bisa berlaku fair karena berbagai kalangan masyarakat akan mendapat informasi dari media…Wahai densus 88 janganlah kalian menangkap ustazd kami sebagaimana kalian menangkap penjahat yg besalah dan berdosa…
Apa anda tidak diajari tata krama menghormati orang yang lebih tua? Apa anda kira ustadz kami wajar mendapatkan perlakuan seperti itu?
Sungguh kami lebih mengenal siapa ustadz kami, bukan mengenal hanya lewat zhohirnya tapi juga mengenal lewat jiwanya, bukan membela karena kami muridnya tp membela karena agamaNya…
Bukan menyayanginya karena hubungan keluarga tapi kami menyayangi beliau karena Aqidah..
Sungguh beliau sangat terhormat dimata kami, di hati kami, walaupun kami sudah berlabel “Alumni” Tauhid adalah pelajaran utama beliau pd kami Ikhlas adalah nasehat beliau yg tak pernah tertinggal untuk kami Wala’ wal Bara’ adalah yang selalu ditegaskan pada kami Syare’at islam yang kaffah adalah tujuan dakwah kami Syahid adalah cita cita mulia yang selalu ditanamkan pada jiwa kami.
BEBASKAN USTADZ KAMI!!!APA SALAH USTADZ KAMI???
Dakwah beliau keras???
Ya emang keras, keras membedakan antara haq dan bathil, keras menolak menjadi sekutu Amerika.Densus 88 kenapa takut dengan Amerika sehingga kalian harus mendzolimi ulama’.
Sungguh Amerika itu takut dengan ustadz kami, Amerika takut islam kuat, Amerika takut islam bersatu karena umat islam Indonesia yg terbanyak tapi kenapa Densus 88 dan pemerintah malah takut dengan Amerika???
Wahai Amerika Serikat… Jika kalian yg menyebut ustadz kami, psantren kami, alumni kami disebut Teroris, maka dengan lantang kami berteriak: KAMI BANGGA DISEBUT TERORIS Emang Amerika itu siapa?
Kami tidak sudi menjadi kekasih Amerika, kami tidak sudi jadi penjilat Amerika, kami tidak sudi berlindung dibawah ketiak Amerika..! Kami tidak ingin menjadi budak Amerika.!
6 tahun yang lalu kalian renggut juga ustadz kami… Padahal kami masih sangat butuh sentuhan rohani lansung dari beliau…
Dan sekarang kalian renggut lagi dibulan yang seharusnya kita mensucikan hati. Apa kalian fikir kami menjadi lemah? Sungguh hal itu semakin membuat jiwa2 kami belajar lansung arti sebuah perjuangan perjuangan itu geruh dan mengerikan hebat dan dahsyat Bagi mukmin disini harga dan nilainya penjara bagi kami adalah kholwah kepada sang pencipta terusir dari negeri kami adalah rekreasi dan terbunuhnya kami Adalah Syahid dijalan Allah sesungguhnya orang2 kafir tidak akan ridho kepadamu sampai kamu mengikuti mereka…
Wahai para Alumni, dan juga adik2 kami yang di psantren..
Bergembiralah karena kita pernah dibimbing lansung oleh Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sang mujahid besar yang dibesarkan oleh musuhNya…
Bertekadlah dalam hati kita agar mengikuti guru besar kita, janganlah menjadi da’i atau da’iyah yang hanya berani koar2 ayat KUTIBA ‘ALAIKUMUSH SHIYAAM tapi berani juga membawa ayat KUTIBA ‘ALAIKUMUL QITAAL…
Marilah kita bangun generasi penerus seperti guru kita agar nanti bermunculan Abu Bakar yang lain..
“Sesungguhnya Allah membeli dari orang2 mukmin baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka, mereka berperang dijalan Allah sehingga mereka membunuh atau terbunuh (sbg) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, injil dan Al qur’an. Dan siapakah yang telah menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung” (QS AT Taubah 111)
ya Allah berilah kesabaran pada ustadz kami sebagaimana engkau beri kesabaran kepada nabi AyyubAshshobru jamiil…Sesungguhnya Allah menguji sesuai kualitas iman seseorang, apabila ia bersabar maka akan bertambah mulia kedudukannya di sisi Allah SWT.
Banda Aceh 1 Romadhon_yulisa_Alumni spektakuler
http://freeabb.com/2010/08/jeritan-hati-alumni-al-mukmin-ngruki/

[mediaumat] Liberalisme: Bebas dari Tuhan

saya FW dari Milis sebelah ...

Kata 'liberal', menurut Ensiklopedi Britannica (2001), diambil dari bahasa Latin liber. Kata ini pun, menurut Oxford English Dictionary, bermakna sesuai untuk orang bebas, murah hati dalam seni liberal (liberal arts). Salah satu rekaman pertama mengenai contoh kata 'liberal' muncul pada 1375 yang memang digunakan untuk memerikan liberal arts.
Dengan terbitnya masa Pencerahan (Enlightenment), kata tersebut memperoleh penekanan positif secara lebih menentukan dengan makna "bebas dari prasangka yang dangkal" pada 1781 dan "bebas dari kefanatikan" pada 1823. Dan di pertengahan abad ke-19, kata 'liberal' mulai digunakan sebagai istilah yang sangat politis.
Sebagai kata sifat, kata `liberal' sering dipakai untuk menunjukkan sikap anti feodal, anti kemapanan, rasional, bebas merdeka, berpikiran luas lagi terbuka, dan -- karena itu – dianggap hebat. Ini terkait dengan penentangan untuk tunduk kepada kewibawaan apa pun, termasuk Tuhan -- kecuali dirinya sendiri. Maka, jika ditelusur, liberalisme di Barat sejatinya berakar dari semangat perlawanan terhadap Tuhan dan agama.
Di Eropa, semangat liberalisme sudah muncul sejak masa renaissance (Perancis); berasal dari kata "rinascita" (bahasa Italia) yang artinya: kelahiran kembali. Mulanya, istilah ini dikenalkan pertama kali oleh Giorgio Vasari pada abad ke-16 untuk menggambarkan semangat kesenian Italia mulai abad ke-14 sampai ke-16. Menurut Jacob Buchard, Renaissance, bukan sekedar kelahiran kembali kebudayaan Romawi dan Yunani kuno tetapi juga kebangkitan kesadaran manusia sebagai individu yang rasional, sebagi pribadi yang otonom, yang mempumyai kehendak bebas dan tanggung jawab.
Setelah Renaissance, manusia telah meninggalkan zaman kegelapan abad Pertengahan yang didominasi kekuasaan dan nilai-nilai agama, tetapi telah menjadi manusia yang bebas, rasional, mandiri, dan individual. Inilah yang konon disebut sebagai "prototipe manusia modern". (Ferguson, 1948: 194). Manusia modern adalah manusia yang sanggup dan mempunyai keberanian untuk memandang dirinya sebagai pusat alam semesta (antroposentris) dan bukan Tuhan sebagai pusatnya (teosentris).
Manusia modern tidak lagi berpegang pada prinsip memento mori (ingatlah bahwa engkau akan mati) tetapi diganti dengan semboyan carpe diem (nikmatilah kesenangan hidup). Kata mereka: "Man can do all thing if they will." (Manusia dapat mengerjakan apa saja, asalkan mereka mau). (Tentang Renaissance dan manusia modern, lihat, Sutarjo Adisusilo, Sejarah Pemikiran Barat, (Yogyakarta: Universitas Sanata Darma, 2007).
John Locke (1632-1704)
John Locke, secara luas dipandang sebagai Bapak Liberalisme. Ia berperan penting dalam pengembangan filsafat liberal. Locke secara sepadu memerikan beberapa asas dasar pergerakan liberal di awal mulanya, seperti hak kepemilikan pribadi dan persetujuan dari orang yang diperintah.
Pembangun tradisi filsafat liberalisme ini menggunakan konsep hak alamiah dan kontrak sosial untuk menyatakan bahwa aturan hukum seharusnya menggantikan pemerintahan autokratik, bahwa pengatur menjadi ada di bawah persetujuan yang diatur, dan bahwa individu sebagai pribadi memiliki hak mendasar untuk hidup, bebas, dan berkepemilikan.
Dasar dari konsep konsep Kontrak Sosial adalah dakwaan bahwa manusia secara alamiah bersifat bebas dan setara (lihat Two Treatises of Government). Hal ini menjadi dasar pembenaran dalam memahami pengesahan pemerintahan politik sebagai hasil kontrak sosial. Sifat bebas dan setara yang dimiliki manusia sejak awal kehidupannya, memberikannya hak "suara" dalam pendirian suatu pemerintahan. Pemerintahan bertujuan utama untuk melindungi hak-hak manusia seperti hak hidup, kebebasan, dan kepemilikan.
Sifat bebas dan setara ini begitu penting karena dapat diperluas ke ranah kehidupan lainnya, seperti budaya, ekonomi, dan agama. Sehingga, untuk memahami kebebasan ini secara singkat adalah bebas dari paksaan kewibawaan apa pun yang menghilangkan sifat kemanusiaan.
Setelah John Lock, John Stuart Mill (1806-1873) dikenal juga sebagai seorang pemikir besar liberal yang juga sangat berpengaruh. Laki-laki kelahiran Pentonville ini melanjutkan filsafat utilitarianisme Jeremy Bentham. Hanya saja kekhasan Mill terletak pada konsep asas kemanfaatan (utility) dalam bingkai liberalisme. Gagasannya jelas memiliki kesamaan dalam penekanan tentang kebebasan individu. Hanya saja, kebebasan bukanlah sebuah tujuan akhir, melainkan sebuah sarana. Tujuan kebebasan dan tindakan insan adalah manfaat, baik kualitatif dan kuantitatif. Dan manfaat akan mengantarkan kepada kebahagiaan.
Tindakan manusia tidak hanya sesuatu yang tanpa tujuan. Sebab, jika demikian maka tindakan seseorang menjadi tidak bermakna. Manfaat, sebagai tujuan tindakan, dilihat dari hasrat seseorang dan terdapat kriteria objektif yang mendasarkan dirinya pada nilai kemanfaatannya bagi manusia — khususnya bagi keseluruhan manusia.
Penekanan Mill terhadap aspek individualitas dari individu merupakan alasan terpenting keberadaan sebuah lembaga apa pun, termasuk pemerintah. Karena individualitas adalah susunan utama dari kebahagiaan manusia yang harus dijamin pemerintah. Jika tidak, maka pemerintah tersebut harus diganti. Maka, kebebasan adalah hak manusia yang mendasar. Dari kebebasan inilah akan muncul kreativitas dan kemajuan sosial serta intelektual.
Jika ditelaah secara mendasar, para pemikir liberal sejatinya berawal dari trauma terhadap "Tuhan" dan aturan-aturan agama yang pernah mendominasi masyarakat Barat di zaman Pertengahan. Mereka berpikir, dengan membuang Tuhan dalam kebebasan mereka, maka mereka akan merasakan kebahagiaan, yang tak lain adalah kebebasan. Karena itu, tak heran, jika filosof terkenal Perancis, Jean-Paul Sartre (1905-1980) memekikkan slogan yang menolak eksistensi Tuhan. Sebab, ide tentang Tuhan membatasi kebebasan manusia: "even if God existed, it will still necessary to reject him, since the idea of God negates our freedom." (Karen Armstrong, History of God, 1993). (***)
Penulis: Khayrurrijal
(Guru Pondok Pesantren Husnayain, Sukabumi)
dari milis tetangga ....


Written by Adian Husaini
Masih ingat Lia Eden? Dia mendakwahkan dirinya sebagai Jibril Ruhul Kudus. Lia, yang mengaku mendapat wahyu dari Allah, pada 25 November 2007, berkirim surat kepada sejumlah pejabat negara. Kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Bagir Manan, Lia berkirim surat yang bernada amarah. "Akulah Malaikat Jibril sendiri yang akan mencabut nyawamu. Atas Penunjukan Tuhan, kekuatan Kerajaan Tuhan dan kewenangan Mahkamah Agung Tuhan berada di tanganku," tulis Lia dalam surat berkop "God's Kingdom: Tahta Suci Kerajaan Eden".

Jadi, mungkin hanya ada di Indonesia, "Malaikat Jibril" berkirim surat lengkap dengan kop surat dan tanda tangannya, serta "berganti tugas" sebagai "pencabut nyawa."

Maka, saat ditanya tentang status aliran semacam ini, MUI dengan tegas menyatakan, "Itu sesat." Mengaku dan menyebarkan ajaran yang menyatakan bahwa seseorang telah mendapat wahyu dari Malaikat Jibril, apalagi menjadi jelmaan Jibril adalah tindakan munkar yang wajib dicegah dan ditanggulangi. (Kata Nabi saw: "Barangsiapa diantara kamu yang melihat kemunkaran, maka ubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, ubah dengan lisan. Jika tidak mampu, dengan hati. Dan itulah selemah-lemah iman").

Ada sejumlah fatwa yang telah dikeluarkan MUI tentang aliran sesat ini. Ahmadiyah dinyatakan sesat sejak tahun 1980. Pada tahun 2005, keluar juga fatwa MUI yang menyatakan bahwa paham Sekularisme, Pluralisme Agma dan Liberalisme, bertentangan dengan Islam dan haram umat Islam memeluknya. Tugas ulama, sejak dulu, memang memberikan fatwa. Tugas ulama adalah menunjukkan mana yang sesat dan mana yang tidak; mana yang haq dan mana yang bathil.

Tapi, gara-gara menjalankan tugas kenabian, mengelarkan fatwa sesat terhadap kelompok-kelompok seperti Lia Eden, Ahmadiyah, dan sejenisnya, MUI dihujani cacian. Ada yang bilang MUI tolol. Sebuah jurnal keagamaan yang terbit di IAIN Semarang menurunkan laporan utama: "Majelis Ulama Indonesia Bukan Wakil Tuhan." Ada praktisi hukum angkat bicara di sini, "MUI bisa dijerat KUHP Provokator." Seorang staf dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dalam wawancaranya dengan jurnal keagamaan ini menyatakan, bahwa:

"MUI kan hanya semacam menjual nama Tuhan saja. Dia seakan-akan mendapatkan legitimasi Tuhan untuk menyatakan sesuatu ini mudharat, sesuatu ini sesat. Padahal, dia sendiri tidak mempunyai kewenangan seperti itu. Kalau persoalan agama, biarkan Tuhan yang menentukan." Ketika ia ditanya, "Menurut Anda, Sekarang MUI mau diapakan?" dia jawab: "Ya paling ideal dibubarkan." (Jurnal Justisia, edisi 28 Th.XIII, 2005)

Majalah ADIL (edisi 29/II/24 Januari-20 Februari 2008), memuat wawancara dengan Abdurrahman Wahid (AW):

Adil: Apa alasan Gus Dur menyatakan MUI harus dibubarkan?

AW: Karena MUI itu melanggar UUD 1945. Padahal, di dalam UUD itu menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat dan kemerdekaan berbicara..

Adil: Mengapa MUI tidak melakukan peninjauan atas konstitusi yang isinya begitu gamblang itu?

AW: Karena mereka itu goblok. Itu saja. Mestinya mereka mengerti. Mereka hanya melihat Islam itu sebatas institusi saja. Padahal Islam itu adalah ajaran.

Adil: Apa seharusnya sikap MUI terhadap kelompok-kelompok Islam sempalan itu?

AW: Dibiarkan saja. Karena itu sudah jaminan UUD. Harus ingat itu.

Perlu dicatat, bahwa Ketua Umum MUI saat ini adalah K.H. Sahal Mahfudz yang juga Rais Am PBNU. Wakil Ketua Umumnya adalah Din Syamsuddin, yang juga ketua PP Muhammadiyah. Hingga kini, salah satu ketua MUI yang sangat vokal dalam menyuarakan kesesatan Ahmadiyah dan sebagainya adalah KH Ma'ruf Amin yang juga salah satu ulama NU terkemuka.

Sejak keluarnya fatwa MUI tentang Ahmadiyah dan paham Sipilis tahun 2005, berbagai kelompok juga telah datang ke Komnas HAM, menuntut pembubaran MUI. Salah satunya adalah Kontras, yang kini dikomandani oleh Asmara Nababan. Kelompok-kelompok ini selalu mengusung paham kebebasan beragama. Puncak aksi mereka dalam aksi dukungan terhadap Ahmadiyah dilakukan pada 1 Juni 2008 di kawasan Monas Jakarta, yang kemudian berujung bentrokan dengan massa Islam yang berdemonstrasi di tempat yang sama.

Dasar kaum pemuja kebebasan untuk menghujat MUI adalah HAM dan paham kebebasan. Bagi kaum liberal ini, pasal-pasal dalam HAM dipandang sebagai hal yang suci dan harus diimani dan diaplikasikan. Dalam soal kebebasan beragama, mereka biasanya mengacu pada pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang menyatakan: "Setiap orang mempunyai hak kebebasan berpendapat, keyakinan dan agama; hak ini termasuk kebebasan untuk mengubah agamanya atau keyakinan, dan kebebasan baik sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan yang lain dan dalam ruang publik atau privat untuk memanifestasikan agama dan keyakinannya dalam menghargai, memperingati, mempraktekkan dan mengajarkan."

Deklarasi ini sudah ditetapkan sejak tahun 1948. Para pendiri negara Indonesia juga paham akan hal ini. Tetapi, sangatlah naif jika pasal itu kemudian dijadikan dasar pijakan untuk membebaskan seseorang/sekelompok orang membuat tafsir agama tertentu seenaknya sendiri. Khususnya Islam. Sebab, Islam adalah agama wahyu (revealed religion) yang telah sempurna sejak awal (QS 5:3). Umat Islam bersepakat dalam banyak hal, termasuk dalam soal kenabian Muhammad saw sebagai nabi terakhir. Karena itu, sehebat apa pun seorang Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, radhiyallahu 'anhum, mereka tidak terpikir sama sekali untuk mengaku menerima wahyu dari Allah. Bahkan, Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq telah bertindak tegas terhadap para nabi palsu dan para pengikutnya.

Ada batas

Masalah semacam ini sudah sangat jelas, sebagaimana jelasnya ketentuan Islam, bahwa shalat subuh adalah dua rakaat, zuhur empat rakaat, haji harus dilakukan di Tanah Suci, dan sebagainya. Karena itulah, dunia Islam tidak pernah berbeda dalam soal kenabian. Begitu juga umat Islam di Indonesia. Karena itulah, setiap penafsiran yang menyimpang dari ajaran pokok Islam, bisa dikatakan sebagai bentuk kesesatan. Meskipun bukan negara Islam, tetapi Indonesia adalah negara dengan mayoritas pemeluk Islam. Keberadaan dan kehormatan agama Islam dijamin oleh negara. Sejak lama pendiri negara ini paham akan hal ini. Bahkan, KUHP pun masih memuat pasal-pasal tentang penodaan agama. UU No 1/PNPS/1965 yang sebelumnya merupakan Penpres No 1/1965 juga ditetapkan untuk menjaga agama-agama yang diakui di Indonesia.

Bangsa mana pun paham, bahwa kebebasan dalam hal apa pun tidak dapat diterapkan tanpa batas. Ada peraturan yang harus ditaati dalam menjalankan kebebasan. Seorang pengendara motor – kaum liberal atau tidak -- tidak bisa berkata kepada polisi, "Bapak melanggar HAM, karena memaksa saya mengenakan helm. Soal kepala saya mau pecah atau tidak, itu urusan saya. Yang penting saya tidak mengganggu orang lain."

Namun, simaklah, betapa ributnya sebagian kalangan ketika Pemda Sumbar mewajibkan siswi-siswi muslimah mengenakan kerudung di sekolah. Kalangan non-Muslim juga ikut meributkan masalah ini. Ketika ada pemaksaan untuk mengenakan helm oleh polisi mereka tidak protes. Tapi, ketika ada pemaksaan oleh pemeritah untuk mengenakan pakaian yang baik, seperti mengenakan kerudung, maka mereka protes. Padahal, itu sama-sama menyangkut hak pribadinya. Dalam 1 Korintus 11:5-6 dikatakan:

"Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya."

Orang-orang Barat, meskipun beragama Kristen, tidak mau mewajibkan kerudung. Bahkan, karena pengaruh paham sekularisme, banyak sekolah di Barat – termasuk di Turki – yang melarang siswanya mengenakan kerudung. Untuk itulah mereka kemudian membuat berbagai penafsiran yang ujung-ujungnya menghilangkan kewajiban megenakan kerudung bagi wanita.

Jadi, karena ingin menerapkan paham kebebasan, maka mereka menolak aturan-aturan agama. Konsep kebebasan antara Barat dan Islam sangatlah berbeda. Islam memiliki konsep "ikhtiyar" yakni, memilih diantara yang baik. Umat Islam tidak bebas memilih yang jahat. Sedangkan Barat tidak punya batasan yang pasti untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Semua diserahkan kepada dinamika sosial. Perbedaan yang mendasar ini akan terus menyebabkan terjadinya "clash of worldview" dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dua konsep yang kontradiktif ini tidak bisa dipertemukan. Maka seorang harus menentukan, ia memilih konsep yang mana.

Kaum Muslim yang masih memegang teguh aqidahnya, pasti akan marah membaca novel The Satanic Verses-nya Salman Rushdie. Novel ini sangat biadab; misalnya menggambarkan sebuah komplek pelacuran di zaman jahiliyah yang dihuni para pelacur yang diberi nama istri-istri Nabi Muhammad saw. Bagi Islam, ini penghinaan. Bagi kaum liberal, itu kebebasan berekspresi. Bagi Islam, pemretelan ayat-ayat al-Quran dalam Tadzkirah-nya kaum Ahmadiyah, adalah penghinaan, tapi bagi kaum liberal, itu kebebasan beragama. Berbagai ucapan Mirza Ghulam Ahmad juga bisa dikategorikan sebagai penghinaan dan penodaan terhadap Islam. Sebaliknya, bagi kaum liberal, Ahmadiyah adalah bagian dari "kebebasan beragama dan berkeyakinan." Bagi Islam, beraksi porno dalam dunia seni adalah tercela dan dosa. Bagi kaum liberal, itu bagian dari seni dan kebebasan berekspresi, yang harus bebas dari campur tangan agama.

Kaum liberal, sebagaimana orang Barat pada umumnya, menjadikan faktor "mengganggu orang lain" sebagai batas kebebasan. Seseorang beragama apa pun, berkeyakinan apa pun, berperilaku dan berorientasi seksual apa pun, selama tidak mengganggu orang lain, maka perilaku itu harus dibiarkan, dan negara tidak boleh campur tangan. Bagi kaum liberal, tidak ada bedanya seorang menjadi ateis atau beriman, orang boleh menjadi pelacur, pemabok, menikahi kaum sejenis (homo/lesbi), kawin dengan binatang, dan sebagainya. Yang penting tidak mengganggu orang lain. Maka, dalam sistem politik mereka, suara ulama dengan penjahat sama nilainya.

Bagi kaum pemuja paham kebebasan, pelacur yang taat hukum (tidak berkeliaran di jalan dan ada ijin praktik) bisa dikatakan berjasa bagi kemanusiaan, karena tidak mengganggu orang lain. Bahkan ada yang menganggap berjasa karena menyenangkan orang lain. Tidak heran, jika sejumlah aktivis AKKBB, kini sibuk berkampanye perlunya perkawinan sesama jenis dilegalkan di Indonesia. Dalihnya, juga kebebasan melaksanakan perkawinan tanpa memandang orientasi seksual. Mereka sering merujuk pada Resolusi Majelis Umum 2200A (XXI) tentang Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Maka, tidak heran, jika seorang aktivis liberal seperti Musdah Mulia membuat pernyataan: "Seorang lesbian yang bertaqwa akan mulia di sisi Allah, saya yakin ini." Juga, ia katakan, bahwa "Esensi ajaran agama adalah memanusiakan manusia, menghormati manusia dan memuliakannya. Tidak peduli apa pun ras, suku, warna kulit, jenis kelamin, status sosial dan orientasi seksualnya. Bahkan, tidak peduli apa pun agamanya." (Jurnal Perempuan, Maret 2008).

Apakah kaum liberal juga memberi kebebasan kepada orang lain? Tentu tidak! Mereka juga memaksa orang lain untuk menjadi liberal, sekular. Mereka marah ketika ada daerah yang menerapkan syariah. Mungkin, mereka akan sangat tersinggung jika lagu Indonesia Raya dicampur aduk dengan lagu Gundhul-gundhul Pacul. Mereka juga akan marah jika lambang negara RI burung garuda diganti dengan burung emprit. Tapi, anehnya, mereka tidak mau terima jika umat Islam tersinggung karena Nabinya diperhinakan, al-Quran diacak-acak, dan ajaran Islam dipalsukan. Untuk semua itu, mereka menuntut umat Islam agar toleran,"dewasa", dan tidak emosi. "Demi kebebasan!", kata mereka.

Logika kelompok liberal seperti Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) dalam membela habis-habisan kelompok Ahmadiyah dengan alasan kebebasan beragama dan berkeyakinan sangatlah absurd dan naif. Mereka tidak mau memahami, bahwa soal Ahmadiyah adalah persoalan aqidah. Sebab, Ahmadiyah sendiri juga berdiri atas dasar aqidah Ahmadiyah yang bertumpu pada soal klaim kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Karena memandang semua agama sama posisinya, maka mereka tidak bisa atau tidak mau membedakan mana yang sesat dan mana yang benar. Semuanya, menurut mereka, harus diperlakukan sama.

Cara pandang kaum "pemuja kebebasan" semacam itulah yang secara diametral bertentangan dengan cara pandang Islam. Islam jelas membedakan antara Mu'min dan kafir, antara yang adil dan fasiq. Masing-masing ada tempatnya sendiri-sendiri. Orang kafir kuburannya dibedakan dari orang Islam. Kaum Muslim diperintahkan, jangan mudah percaya pada berita yang dibawa orang fasiq, seperti orang yang kacau shalat lima waktunya, para pemabok, pezina, pendusta, dan sebagainya. Jadi, dalam pandangan Islam, manusia memang dibedakan berdasarkan taqwanya.

Jadi, itulah cara pandang para pemuja kebebasan. Jika ditelaah, misi mereka sebenarnya adalah ingin mengecilkan arti agama dan menghapus agama dari kehidupan manusia. Mereka maunya manusia bebas dari agama dalam kehidupan. Untuk memahami misi kelompok semacam AKKBB ini, cobalah simak misi dan tujuan kelompok-kelompok persaudaraan lintas-agama seperti Free Mason yang berslogan "liberty, fraternity, dan egality", atau kaum Theosofie yang bersemboyan: "There is no religion higher than Truth." Jadi, kaum seperti ini punya sandar "kebenaran sendiri" yang mereka klaim berada di atas agama-agama yang ada. (Depok, 13 Juni 2008).
http://www.insistnet.com
._,_.___
Dalam bukunya ini pun Irshad Manji menjadikan pendapat Christoph Luxenberg sebagai rujukan untuk menyatakan bahwa selama ini umat Islam salah memahami al-Quran, yang seharusnya dipahami dalam bahasa Syriac. Tentang surga, dengan nada sinis ia menyatakan, bahwa ada human error yang masuk ke dalam al-Quran. Menurut riset yang baru, tulis Manji, yang diperoleh para martir atas pengorbanan mereka adalah kismis, dan bukan perawan. "Nah, bagaimana bisa Al-Quran begitu tidak akurat?" tulisnya.
Pendapat Luxenberg bahwa bahasa al-Quran harus dipahami dalam bahasa Aramaik ditulisnya dalam buku "Die syro-aramaeische Lesart des Koran: Ein Beitrag zur Entschluesselung der Koransprache". Pendapat ini pun sangat lemah dan sudah banyak artikel ilmiah yang menanggapinya. Dr. Syamsuddin Arif telah mengupas masalah ini secara tajam dalam bukunya, Orientalis dan Diabolisme Intelektual.
Menurut Syamsuddin, Professor Hans Daiber, misalnya, memberikan seminar terbuka tentang karya polemis itu selama satu semester penuh di departemen Orientalistik Universitas Frankfurt, dimana ia ungkapkan sejumlah kelemahan-kelemahan buku itu secara metodologi dan filologi. Salah satu kelemahan Luxenberg, misalnya, untuk mendukung analisis dan argumen-argumennya, mestinya Luxenberg merujuk pada kamus bahasa Syriac atau Aramaic yang ditulis pada abad ke-7 atau 8 Masehi (zaman Islam), dan bukan menggunakan kamus bahasa Chaldean abad ke-20 karangan Jacques E. Manna terbitan tahun 1.900!
Namun, meskipun sudah dijelaskan secara ilmiah, orang-orang yang memang berniat jahat terhadap Islam, tetap tidak mau tahu dan mendengar semua argumentasi ilmiah tersebut. Irshad Manji, dalam bukunya ini, malah menyandarkan keraguannya terhadap al-Quran pada pendapat Luxenberg (seorang pendeta Kristen asal Lebanon yang menyembunyikan nama aslinya). Kata Manji:
"Jika al-Quran dipengaruhi budaya Yahudi-Kristen – yang sejalan dengan klaim bahwa al-Quran meneruskan wahyu-wahyu sebelumnya – maka bahasa Aramaik mungkin telah diterjemahkan oleh manusia ke dalam bahasa Arab. Atau, salah diterjemahkan dalam kasus hur, dan tak ada yang tahu berapa banyak lagi kata yang diterjemahkan secara kurang tepat. Bagaimana jika semua ayat salah dipahami?" (hal. 96).

Tampaknya, penerbit buku Irshad Manji dan kaum liberal di Indonesia pun sudah tidak peduli dengan perasaan umat Islam dan kehormatan Nabi Muhammad saw. Mereka begitu mudahnya menokohkan wanita lesbian seperti Irshad Manji, yang dengan entengnya melecehkan Nabi Muhammad saw dan al-Quran. Mereka mungkin sudah tahu bahwa umat Islam akan marah jika Nabi Muhammad saw dihina. Mereka akan senang melihat umat Islam bangkit rasa marahnya. Jika umat Islam marah, mereka akan tertawa sambil menuding, bahwa umat Islam belum dewasa; umat Islam emosional, dan sebagainya!
Kasus Irshad Manji ini semakin memahamkan kita siapa sebenarnya kaum liberal dan apa maunya mereka. Kita kasihan sekali pada manusia-manusia seperti ini. Apa mereka tidak khawatir, jika anak-anak mereka nanti ditanya oleh gurunya, siapa wanita idola mereka? Maka anak-anak mereka tidak menjawab lagi, "Idola kami adalah Khadijah, Aisyah, Kartini, Cut Nya Dien, dan sebagainya" tetapi akan menjawab: "Idola kami Irsyad Manji, sang muslimah Lesbian teman baik Salman Rushdie sang penghujat Nabi." Na'udzubillahi min dzalika. (Depok, 13 Sya'ban 1429 H/15 Agustus 2008).

Friday, August 13, 2010

[mediaumat] Ismail Yusanto: SBY Tidak Boleh Cuci Tangan, Bebaskan ABB!

Jakarta, mediaumat.com- Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto menilai pernyataan Istana Presiden yang mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak pernah memerintahkan Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri untuk menangkap Amir Jamaah Anshorut Tauhid Abu Bakar Ba'asyir dengan tuduhan terorisme adalah sebagai bentuk cuci tangan saja.

Ismail menyayangkan, semestinya presiden tidakboleh cuci tangan. Kalau memang tidak memerintahkan, SBY harus memanggil Kapolri dan menginstruksikan pembebasan ABB. "Kan presiden bisa bertindak, kalau memang polisi bertindak tidak pada tempatnya kan bisa dipanggil dan Ust Abu dibebaskan!" ujarnya kepada mediaumat.com Rabu, (11/8) pagi di Jakarta. Karena menurutnya, penangkapan ABB dengan tuduhan terkait terorisme adalah kedzaliman dan penangkapannya pun sangat semena-mena di pinggir jalan lagi padahal tempat tinggal dan kegiatan ABB sangat jelas.

"Ini merupakan tindakan dzalim dan semena-mena di tengah-tengah situasi kepolisian itu gagal total membereskan kasus-kasus yang menjadi sorotan masyarakat!" tegasnya. Masyarakat sedang mengawal penanganan kasus korupsi sampai kasus rekening gendut para perwira polisi yang mengindikasikan persekongkolan jahat dalam berbagai hal, mulai dari penggelapan pajak hingga makelar kasus. Lalu tiba-tiba polisi menangkap seorang ustadz yang sudah sepuh. Apalagi dengan tuduhan mendanai segala macam hanya dengan bukti rekaman video.
Ismail yakin bahwa ABB tidak terlibat tindak teroris apapun. Karena secara prinsip ABB sudah mengulang berkali-kali. Bahwa ia itu tidak setuju dengan berbagai pengeboman di Indonesia termasuk pula bom Bali I dan II itu. Lalu dasarnya apa kalau dikatakan ABB itu mendanai aktivitas terorisme? Apalagi tuduhan itu hanya berdasarkan rekaman video. Memang rekaman video itu ada, tetapi tidak ada hubungannya dengan teror.

"Karena rekaman itu adalah merupakan dokumentasi kegiatan untuk persiapan jihad ke Palestina saat Israel menyerang Gaza pada awal 2009 lalu!" tegasnya. Tetapi opini dikembangkan sedemikian rupa seolah-olah itu adalah video kegiatan terorisme dan ABB merestui tindak terorisme sehingga ada alasan bagi kepolisian untuk menangkapnya.
ABB itu merupakan figur yang ditakuti Amerika, jadi selama ini Amerika tidak akan pernah puas sampai ABB ditangkap. Makanya dicari-cari alasan untuk menangkapnya, akhirnya ketemu rekaman video itu. Jadi jelaslah pemerintah mengada-ada dan memaksakan diri sekedar untuk melampiaskan nafsu jahat Amerika.[]joko prasetyo
sumber : http://www.mediaumat.com/content/view/1539/28/

Friday, April 30, 2010

"Anjing-Anjing Yahudi Terlaknat"

"Anjing-Anjing Yahudi Terlaknat"




Anjing Anjing Israel yg siap melahap mayat anak anak palestina

Mungkin kita memang sudah kehabisan kata-kata untuk melukiskan kebiadaban kaum Yahudi Israel. Hari demi hari, mereka bukan menghentikan invasi dan kebiadabannya di Jalur Gaza, tetapi bahkan semakin bertambah brutal. Kaum Yahudi itu tidak peduli bahwa yang menjadi korban serangan mereka adalah ribuan wanita dan anak-anak. Raungan dan jerit tangis anak-anak Palestina yang tercabik-cabik tubuhnya oleh peluru dan rudal Israel tak meluluhkan hati kaum Zionis ini untuk menghentikan kebiadabannya.

Bahkan, apa yang kemudian terjadi sungguh di luar bayangan manusia. Kaum Zionis itu bukan hanya membunuhi anak-anak, tetapi juga melepaskan anjing-anjing mereka untuk melahap tubuh jenazah anak-anak Palestina.

Mengutip berita di situs Islamonline.com , (16/1/2009), masih memampang sebuah berita yang menceritakan ketakjuban Dokter Kayed Abu Aukal menyaksikan kondisi tubuh seorang anak Palestina berumur 4 tahun.

Diceritkan, bahwa Shahd, anak itu, terkena bom Zionis-Yahudi ketika sedang bermain di belakang rumahnya di kamp pengungsi Jabalita. Orang tua Shahd yang mencoba mengambil jenazah anaknya, justru ditembaki tentara Zionis. Selama lima hari jasad Shahd tidak terurus dan tergelak di tanah. Akhirnya, tentara-tentara Zionis melepaskan beberapa ekor anjing yang langsung mengoyak jasad Shahd yang sudah tak bernyawa.

"Kami sudah melihat pemandangan yang sangat memilukan selama 18 hari ini. Kami mengambil tubuh anak-anak yang terbakar atau terpisah-pisah, tapi kami belum pernah melihat hal yang seperti ini," kata dr. Aukal.

Melihat jenazah adik perempuannya yang masih balita menjadi santapan anjing-anjing tentara Israel, saudara laki-laki Shahd bernama Matar dan sepupunya bernama Muhammad, nekad mendekati jenazah Shahd, tapi keduanya juga ditembaki tentara-tentara Zionis hingga gugur syahid.

Tetangga keluarga Shahd, Omran Zayda mengungkapkan, tentara-tentara Zionis Israel itu sengaja melakukan kekejaman itu.

"Mereka (pasukan Zionis) mencegah keluarga Shahd yang ingin mengambil jenazahnya, dan mereka tahu anjing-anjing itu akan memakan jenazah Shahd," ujar Zayda.

"Tentara-tentara Israel itu bukan hanya membunuh anak-anak kami, mereka juga dengan sengaja melakukan cara-cara yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Kalian tidak akan pernah bisa membayangkan apa yang dilakukan anjing-anjing itu terhadap tubuh Shahd," tukas Zayda sambil menahan cucuran air matanya.

Sejumlah warga Palestina mengungkapkan, banyak warga mereka yang mengalami hal yang sama dengan Shahd. Di Jabaliya, tentara-tentara Israel menembaki keluarga Abd Rabu yang sedang memakamkan anggota keluarga yang menjadi korban serangan Israel. Tembakan membuat orang-orang yang ingin memakamkan berlarian mencari perlindungan

Bukan cuma menembaki, tentara-tentara Zionis kemudian melepaskan beberapa ekor anjing ke arah jenazah-jenazah yang belum sempat dimakamkan. "Apa yang terjadi kemudian sangat mengerikan dan tidak bisa dibayangkan," kata Saad Abd Rabu.

"Anak-anak lelaki kami meninggal di depan mata kami dan kami dihalang-halangi untuk menguburkan jenazahnya. Lalu tentara-tentara Israel itu melepaskan beberapa ekor anjing ke dekat jenazah itu, seakan-akan kekejaman yang sudah mereka lakukan pada kami belum cukup," tutur Abd Rabu tak kuasa menahan tangisnya.

Begitulah cerita tentang kebiadaban Zionis-Israel. Tentu saja kebiadaban semacam ini sudah tersiar ke seluruh penjuru dunia. PBB sudah mengecam kebiadaban Israel. Umat manusia yang waras dan masih mempunyai hati nurani pun pasti tersengat hatinya menyaksikan kebiadaban Israel, yang tiap hari membantai penduduk Gaza. Dalih Israel bahwa serangannya untuk mempertahankan diri tidak dapat diterima akal sehat. Dewan HAM PBB memutuskan bahwa Israel telah melakukan pelanggaran HAM massal terhadap warga Palestina.

Presiden Majelis Umum PBB, Miguel d'Escoto Brockmann, di Markas PBB (14/1/2009) menyatakan, PBB bertanggung jawab terhadap kejadian di Timur Tengah. Karena PBB-lah (melalui resolusi 181 tahun 1947) yang memberi jalan terbentuknya negara Israel, dengan mengusir penduduk Palestina.

"Warga Palestina telah diperlakukan tidak manusiawi beberapa dekade terakhir, dan [agresi Israel] akan membuatnya menjadi lebih buruk," ujarnya. Dunia sebenarnya sudah lama tahu tabiat kaum Zionis ini. Seperti biasa, Israel tidak mempedulikan semua bentuk kecaman, seruan, kutukan, atau resolusi PBB. Bahkan, PM Israel Ehut Olmert berkata dengan ketus pada PBB, "Pikirkan urusanmu sendiri." (Republika, 15/1/2009).

Sejak merampas tanah Palestina dan mendirikan negara Yahudi, 14 Mei 1948, kaum Zionis Israel ini tak henti-hentinya menebar teror dan kekejaman. Pada 10 November 1975, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi 3379 (xxx) yang menyatakan: "Zionisme adalah sebentuk rasisme dan diskriminasi rasial." Tahun 1955, Indonesia memelopori Konferensi Asia-Afrika, yang salah satu jiwa pokoknya jiwa anti-Zionisme. Mantan Menlu RI, Roeslan Abdulgani, menulis, dalam konferensi tersebut Zionisme dikatakan sebagai "the last chapter in the book of old colonialism, and the one of the blackest and darkest chapter in human history". Menurut Roeslan, "Zionisme boleh dikatakan sebagai kolonialisme yang paling jahat dalam jaman modern sekarang ini."

Dr. Israel Shahak, cendekiawan Yahudi, dalam bukunya, Jewish History, Jewish Religion (1994) menulis: "In my view, Israel as a Jewish state constitutes a danger not only to itself and its inhabitants, but to all Jew and to all other peoples and states in the Middle East and beyond." Jadi, menurut Shahak, keberadaan negara Israel yang sangat rasialis memang merupakan ancaman bagi perdamaian dunia.

Siapa "Teroris" Siapa 'Militan'?
Apa yang dilakukan Zionis Yahudi saat ini di Gaza tampaknya merupakan realisasi dari politik pasca Perang Dingin yang dirancang oleh kelompok tertentu untuk memburu kaum militan Islam. Samuel P. Huntington, dalam bukunya Who Are We (2004) sudah menulis: "The rhetoric of America's ideological war with militant communism has been transferred to its religious and cultural war with militant Islam."

Jadi, menurut Huntington, pasca 11 September 2001, AS telah memutuskan untuk melakukan perang budaya dan perang agama dengan Islam "militan". Nah, karena Hamas dikategorikan sebagai Islam "militan", maka mereka harus ditumpas. Juga, siapa pun yang melindungi Hamas dan bersama Hamas, seperti wanita dan anak-anak Palestina, seolah juga halal dibunuh. Jika perlu jenazah anak-anak itu dijadikan umpan bagi anjing-anjing Yahudi-Israel. Inilah yang juga terjadi di Afghanistan.

Taliban, dengan alasan termasuk kategori 'militan' maka harus dibasmi dari muka bumi. Anehnya, masih ada saja media massa yang juga mengumbar sebutan 'militan' untuk Hamas dan tidak menggunakannya untuk Ehud Olmert dan George W. Bush yang jelas-jelas bertanggung jawab atas pembunuhan massal warga Afhgansiatan dan Palestina.

Perburuan terhadap Hamas pun sudah berlangsung lama. Karena tidak berhasil melumpuhkan Hamas, maka Israel dengan dukungan AS makin kalap saja. Apalagi setelah Bush mendapat hadiah lemparan sepatu dari wartawan Irak, al-Zaidi. Pada 22 Maret 2005, Syekh Ahmad Yassin, pemimpin Hamas, tewas dirudal oleh helikopter Israel. Hanya untuk membunuh seorang kakek yang lumpuh sekujur tubuhnya, Israel harus menggunakan senjata pemusnah massal semacam itu. Sebulan kemudian, Sabtu, 17 April 2005, giliran Abdul Azis Rantisi, pemimpin Hamas juga dihabisi Israel dengan cara serupa.

Pasca terbunuhnya Syekh Ahmad Yassin, Menteri Pertahanan Israel Saul Mofaz berkata: "Akan kami bunuh semua pemimpin Hamas Palestina". Mofaz tidak menggubris seluruh protes terhadap aksi biadab Israel. Menurutnya, jika ada reaksi terhadap itu, maka itu hanya bersifat sementara dan akan segera dilupakan. Ketika itu, Gedung Putih pun hanya menyesalkan terbunuhnya Syekh Yassin. "We are deeply troubled by this morning's actions in Gaza," kata Condoleeza Rice, yang waktu itu masih menjabat penasehat keamanan Gedung Putih. Namun, ia juga menekankan, bahwa Hamas adalah teroris dunia dan Yassin adalah pemimpinnya. Katanya: "Let's remember that Hamas is a terrorist organization and that Sheikh Yassin himself has been heavily involved in terrorism."

Sikap AS yang terus menjadi bodyguard dan cukong Israel semacam inilah yang telah memicu kenekadan pemimpin Israel untuk terus membunuh para pemimpin Hamas dan membunuhi penduduk Israel. Pasca terbunuhnya Rantisi, Israel juga menyatakan, bahwa mereka telah membunuh seorang "mastermind of terrorism", dan terus menyatakan akan terus membunuh pemimpin militan Palestina. "Israel... today struck a mastermind of terrorism, with blood on his hands," kata Juru Bicara Kementeian Luar Negeri Israel, Jonathan Peled. "Jika otoritas Palestina tidak memberangus terorisme, maka Israel akan melanjutkan tindakan itu sendiri," sambungnya.

Siapa yang "teroris" sebenarnya? Hamas adalah pemenang sah pemilu di Gaza. Tapi, AS tidak mau mengakuinya. Hamas berjuang karena negaranya dijajah dan dirampas. Hanya karena meluncurkan roket-roket yang mencedarai beberapa gelintir warga Yahudi, maka Hamas dicap sebagai "teroris". Sementara tentara AS dan Israel yang telah membantai ribuan warga sipil Afghanistan dan Palestina diberi kedudukan terhormat sebagai "pemberantas" teroris. Karena mereka kuasa, dunia pun tidak berdaya. Bahkan, negara-negara Islam yang bergelimang kekayaan pun tak berdaya. Pemimpin-pemimpin Arab terus sibuk menggelar rapat dan merumuskan "Resolusi", sementara di depan mata mereka warga Palestina dijadikan santapan peluru dan anjing Yahudi.

Logika Kekuatan!
Jika para pemimpin dunia Islam masih percaya pada "logika kertas", maka Yahudi justru hanya percaya kepada logika kekuatan. Pada 29 April 2003, saat peringatan Holocaust, Ariel Sharon berpidato: "The murder of six million Jews has demonstrated that the Jewish people can only achieve security through strength." Dengan mengenakan peci khas Yahudi (kipa) Sharon menegaskan, bahwa hanya kekuatan (strength) yang dapat menyelamatkan bangsa Yahudi. Karena itu, ia tidak terlalu percaya pada penggunaan cara-cara yang dinilainya menunjukkan kelemahan, seperti diplomasi, perundingan, dan sejenisnya.

Logika kekuatan ini memang banyak dianut oleh para tokoh Zionis. Salah satunya, Vladimir Jabotinsky. Gideon Shimony, penulis buku The Zionist Ideology (1995) menyebut Jabotinsky seorang Zioinis yang brilian, orator ulung, yang tumbuh di komunitas Yahudi Rusia. Teori-teorinya banyak diaplikasikan dalam gerakan Zionisme, terutama dalam penggunaan kekuatan dan segala cara yang memungkinkan untuk mewujudkan impian Zionis, termasuk penggunaan kekerasan. Ralph Schoenman, dalam bukunya The Hidden Agenda of Zionism, juga banyak mengungkap pemikiran Jabotinsky dalam mewujudkan impian Zionis. Bahkan, kaum Zionis tidak tabu untuk bekerjasama dengan Nazi Jerman, kaum pembantai Yahudi sendiri. Fakta-fakta kerjasama Nazi Jerman dengan gerakan Zionis untuk menggiring orang Yahudi ke Palestina juga diungkap sejawaran Inggris, Faris Glubb, melalui bukunya, Zionist Relations with Nazi Germany (1979).

Sebagian Zionis juga bisa mencari legitimasi penggunaan kekerasan pada sejarah nenek moyang mereka sebagaimana tertulis dalam Bibel: "Bersoraklah, sebab Tuhan telah menyerahkan kota ini kepadamu. Dan kota itu dengan segala isinya akan dikhususkan bagi Tuhan untuk dimusnahkan." (Yosua, 6:16-17). Hanya seorang pelacur dan seisi rumahnya yang diselamatkan. (Yosua 6:17). "Mereka menumpas dengan mata pedang segala sesuatu yang dalam kota itu, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, sampai kepada lembu, kuda, dan keledai." (Yosua, 6:21).

Melihat track record perilaku kaum Zionis selama ini, sebenarnya, pembantaian ribuan warga Palestina di Gaza saat ini memang tidak aneh. Dalam sejarah, Zionis-Yahudi memang dikenal haus darah. Mereka belum puas mencaplok wilayah Palestina, membunuh dan mengusir jutaan penduduknya. Kini, kaum Zionis mengerahkan anjing-anjing buas untuk memakan jenazah anak-anak Palestina!

Kata-kata apalagi yang bisa kita gunakan untuk melukiskan kebiadaban Zionis Yahudi ini? Manusia yang masih memiliki hati nurani pasti akan tersentuh dengan kebiadaban tersebut.

Karena itu, kita benar-benar terbelalak dan sangat terheran-heran, di Indonesia ini, ada beberapa gelintir manusia yang masih menaruh simpati kepada Israel dan terus mencerca Hamas. Bisa dimaklumi jika ungkapan-ungkapan simpati kepada Israel itu datangnya dari Presiden Goerge W. Bush yang memang sama saja dengan kaum Zionis. Sebagai bagian dari Kristen fundamentalis AS, Bush sepertinya percaya bahwa tanah Palestina memang hak mutlak bangsa Yahudi. Bangsa lain dilarang tinggal di situ. Dalam Kitab Kejadian 12:3: "Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat."

Esther Kaplan, dalam bukunya, With God on Their Side, (2004) memaparkan banyak contoh bagaimana kaum Kristen fundamentalis (disebutnya "The Zionist Christians") sangat mendukung aksi pendudukan Israel atas Pelestina. Jerry Falwell, tokoh Kristen fundamentalis AS, misalnya, tahun 1980 menulis buku "Listen America!" yang menjelaskan keharusan kaum Yahudi kembali ke tanah mereka, sebagai salah satu pertanda kedatangan Kristus yang kedua. Karena itu, kaum fundamentalis AS memberikan dukungan yang sangat kuat bagi pendudukan Israel atas Palestina. Tahun 2002, saat Presiden Bush menyerukan penarikan tank-tank Israel dari Tepi Barat, Falwell menghimpun 100.000 email untuk memprotes ucapan Presiden Bush.

Sejak awal, gerakan Zionis memang sudah menggunakan klaim-klaim keagamaan Yahudi untuk merampas wilayah Palestina. Aksi ini kemudian dilegitimasi oleh PBB melalui Resolusi Majelis Umum PBB No. 181 tahun 1947. Hingga kini, klaim keagamaan itu tetap digunakan oleh kaum Yahudi dan kaum Kristen untuk menduduki wilayah Palestina.

Dalam Kitab Talmud disebutkan:
"Orang-orang asing (bukan Yahudi) tak lebih dari seekor anjing, sedangkan Hari Lebaran bangsa Yahudi tidak diperuntukkan bagi orang asing atau anjing. Bagi bangsa Yahudi diperkenankan memberi makan pada anjing, tetapi dilarang memberikan makanan daging kepada orang asing. Bahkan lebih baik memberi makan anjing, karena anjing lebih utama dari para goyim. (non-Yahudi. Pen)" (Lihat, buku Talmud dan Ambisi Yahudi, karya Zhafrul Islam Khan (judul asli: Talmud Tariikhuhu wa Ta'alimuhu, diterjemahkan oleh Musthafa Mahdamy, 1985).


Adakah logika Talmud ini yang dipakai oleh serdadu-serdadu Yahudi dalam melepaskan anjing-anjing mereka untuk mengoyak-koyak tubuh bocah-bocah Palestina yang tidak berdaya?. Wallahu A'lam.





==================================================================
RAHMAT. N
Marketing Dept.
PT. SHIBAURA SHEARING INDONESIA (SSI)
Kawasan Industri MM2100 Block II-2,3
Cikarang Barat, Bekasi 17520
Jawa Barat - INDONESIA
Tel. : +62-21-8998-2887
Fax. : +62-21-8998-3048
E-Mail: nurdin@shibaura-group.co.jp
URL : www.shibaura-group.co.jp