tag:blogger.com,1999:blog-88170822488875551472024-03-09T23:36:37.073-08:00mediaumatyg bacaan masa kiniArtikel ini terkumpulkan dari milis islam mediaumat@yahoogroups.com ( http://asia.groups.yahoo.com/group/mediaumat/message/), bersumber dari website website islami eramuslim , voa-islam ,mediaumat, syabab.com , dan akun akun facebook yg ideologis atau dari penulis yang Adil dalam mendiskripsikan permasalahan masa kini dan lain sbagainya.www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.comBlogger821125tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-37853834169870414312024-03-09T23:35:00.000-08:002024-03-09T23:35:53.394-08:00PENJELASAN MEMADAHI SEPUTAR KHILAFAH YANG DIMUSYKILAN HARI INI<p> PENJELASAN MEMADAHI SEPUTAR KHILAFAH YANG DIMUSYKILAN HARI INI</p><p><br /></p><p>Oleh Al Imam Sa'duddin At Taftazani dalam Syarh Al Aqoid An Nasafiyah </p><p><br /></p><p>Yaitu dalam menjawab hal-hal berikut ini:</p><p><br /></p><p>1. Khilafah pasca Nabi hanya 30 tahun?</p><p>2. Apakah hukum khilafah? Kalau wajib wajib bagi siapa?</p><p>3. Apakah cukup adanya penguasa di masing-masing negeri kaum muslimin?</p><p>4. Apakah cukup sekedar penguasa umum atas umat Islam (tidak harus khalifah)?</p><p>5. Dengan asumsi khilafah 30 tahun apa berarti umat berdosa setelah khulafa' rasyidun?</p><p><br /></p><p>Berikut jawaban-jawaban nya:</p><p><br /></p><p>1. Khilafah pasca Nabi hanya 30 tahun?</p><p><br /></p><p>Itu musykil, bahwa maksud hadits khilafah 30 tahun adalah periode khilafah yang ideal (khilafah kaamilah) yang tidak tercampuri oleh penyimpangan apapun dalam penerapannya. Sedangkan khilafah selepas 30 tahun itu, adakalanya tercampuri penyimpangan adakalanya tidak. </p><p><br /></p><p>2. Apakah hukum khilafah? Kalau wajib wajib bagi siapa?</p><p><br /></p><p>Hukum khilafah adalah wajib secara syar'i bukan 'aqli, berdasarkan:</p><p><br /></p><p>a. hadits yang dikenal umum di kalangan ulama kalam berbunyi: </p><p><br /></p><p>من مات ولم يعرف إمام زمانه مات ميتة جاهلية</p><p><br /></p><p>"Barangsiapa mati sedangkan ia tidak mengenal imam/khalifah di masanya itu maka ia mati jahiliyah"</p><p><br /></p><p>asalnya ada di shahih Muslim dengan redaksi </p><p><br /></p><p>من مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية</p><p><br /></p><p>"Barangsiapa mati sedangkan di lehernya tidak ada bai'at (terhadap imam/khalifah) maka ia mati jahiliyah"</p><p><br /></p><p>b. Ijmak sahabat menjadikannya sebagai ahammul wâjibât (kewajiban yang paling prioritas) sehingga lebih didahulukan daripada kewajiban memakamkan jenazah Rasulullah</p><p><br /></p><p>c. karena banyaknya kewajiban syar'i yang pelaksanaannya bergantung pada adanya seorang khalifah </p><p><br /></p><p>Kewajiban khilafah adalah kewajiban atas umat, bukan kewajiban atas Allah seperti anggapan orang Syi'ah Imamiyah.</p><p><br /></p><p>3. Apakah cukup adanya penguasa di masing-masing negeri kaum muslimin?</p><p><br /></p><p>Tidak cukup, karena akan menyebabkan perpecahan dan pertentangan antar umat sebagaimana menjadi realita di masa mushannif. (terjadinya perpecahan di masa khilafah menjadi khilafah umawiyah, abbasyiyah, dan fathimiyah)</p><p><br /></p><p>4. Apakah cukup sekedar penguasa umum atas umat (tidak harus khalifah)?</p><p><br /></p><p>Tidak cukup, karena jika bukan imam/khalifah urusan syariat akan terbengkalai, padahal itu tujuan utamanya. </p><p><br /></p><p>5. Dengan asumsi khilafah 30 tahun apa berarti umat berdosa setelah khulafa' rasyidun?</p><p><br /></p><p>Jika mengacu pada jawaban nomor 1 di atas, maka selesai perkara, bahwa umat tidak terbilang maksiat meninggalkan kewajiban khilafah selepas 30 tahun, sebab kekhilafahan masih terus berlanjut, terlepas dari naik turun tingkat keidealannya. Kalaupun mau membedakan antara khilafah dan imamah, bahwa khilafah lebih khusus daripada imamah, bahwa yang berakhir 30 tahun itu khilafah, sedangkan setelahnya tetap berlangsung imamah, sehingga umat tidak berdosa karena tidak meninggalkan imamah, tapi itu musykil! Sebab tidak dikenal pembedaan tersebut di kalangan ulama. Kecuali oleh kalangan Syi'ah yang mengatakan khilafah lebih umum daripada imamah.</p><p><br /></p><p>Disarikan dari kitab;</p><p><br /></p><p>Syarh Al 'Aqoid An Nasafiyyah, oleh Al Imam At Taftazani, (Damaskus: Darut Taqwa) hlm 734</p><p><br /></p><p>Fawaid: </p><p><br /></p><p>• Terkait "khilafah setelah Nabi 30 tahun" jelas maksudnya bukan membatasi kekhilafahan, melainkan menjelaskan masa ideal khilafah </p><p><br /></p><p>• Terkait "hukum khilafah wajib secara syar'i" maka meninggalkannya dengan sengaja tanpa peduli terhadap penerapannya akan menyebabkan dosa</p><p><br /></p><p>• Terkait "khilafah kewajiban bagi umat, bukan kewajiban bagi Allah" maka meniscayakan perjuangan oleh umat untuk mewujudkannya, tidak hanya menunggu macam orang Syi'ah yang menganggap imamah itu kewajiban bagi Allah </p><p><br /></p><p>• Terkait "tidak cukup adanya penguasa (dzu syaukah) di masing-masing negeri kaum muslimin" sebagaimana halnya saat ini, karena merupakan wujud terpecah-belah dan tercerai-beraian, maka harus mewujudkan satu kepemimpinan atas umat Islam di seluruh dunia.</p><p><br /></p><p>• Terkait "tidak cukup sekedar penguasa umum atas umat sedunia" melainkan harus dengan format khilafah, menerapkan syariat Islam secara sempurna sebagai tujuan utamanya.</p><p><br /></p><p>• Terkait point nomor lima, bisa disimpulkan:</p><p><br /></p><p>a. Tanpa khilafah umat mengalami dosa</p><p><br /></p><p>b. Selepas 30 tahun umat masih menerapkan imamah/khilafah, maka tidak berdosa. Namun setelah tahun 1342/1924 umat tidak menerapkan lagi khilafah, bahkan sistem yang diberlakukan menganggap khilafah sebagai ajaran terlarang, maka dosa mulai berlaku sejak ketiadaan khilafah tersebut.</p><p><br /></p><p>c. bahwa khilafah dan imamah adalah dua istilah yang sinonim, memiliki arti yang sama</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-76862649399847756702024-02-24T06:54:00.000-08:002024-02-24T06:54:08.984-08:00Menyatakan Ketidaklayakan Syariat Islam Untuk Diterapkan Dianggap Kafir dan Murtad Dari Islam;<p> Gus Syams</p><p><br /></p><p>Menyatakan Ketidaklayakan Syariat Islam Untuk Diterapkan Dianggap Kafir dan Murtad Dari Islam; & Bukan Dianggap Ahlul Bait Siapa Saja Yang Rela Menjadi Gedibalnya Penguasa Anti Syariat & Khilafah</p><p><br /></p><p>Prof Dr Asy Syaikh Wahbah al-Zuhailiy menyatakan:</p><p><br /></p><p>وإنكار حكم من أحكام الشريعة التي ثبتت بدليل قطعي، أو زعم قسوة حكم ما كالحدود مثلاً، أو ادعاء عدم صلاحية الشريعة للتطبيق، يعتبر كفراً وردة عن الإسلام. أما إنكار الأحكام الثابتة بالاجتهاد المبني على غلبة الظن فهو معصية وفسق وظلم</p><p>”Mengingkari salah satu hukum dari hukum-hukum syariat yang ditetapkan berdasarkan dalil qath’iy, atau menuduh kebengisan hukum syariat apapun itu, hudud misalnya; atau menyerukan ketidaklayakan hukum syari’ah untuk diterapkan, dianggap kekufuran dan murtad dari Islam. Adapun pengingkaran terhadap hukum yang ditetapkan dengan ijtihad yang dibangun di atas dugaan kuat (ghalabat al-dhann), adalah kemaksiyatan, kefasikan, dan kedhaliman”.[ Prof Dr. Syaikh Wahbah Zuhailiy, al-Fiqh al-Islaamiy wa Adillatuhu, Juz 1/25]</p><p><br /></p><p>Habaaib (dzurriyat Nabi saw) yang rela mengabdikan dirinya pada penguasa dhalim, mendapatkan harta dari mereka, seraya berkhianat terhadap ajaran leluhur mereka --Nabi mereka, Mohammad saw--, menolak ajaran Nabi saw, di antaranya adalah Khilafah dan syariat Islam, mestinya mereka harus malu mengaku sebagai keturunan Nabi saw. Imam al-Thabaraniy di dalam al-Mu’jam al-Ausath meriwayatkan sebuah riwayat yang perawi-perawinya tsiqah dari Tsauban ra, maulanya Rasulullah saw, bahwasanya Tsauban berkata:</p><p><br /></p><p>يا رسول الله أ من أهل البيت أنا؟ فسكت ثم قال : في الثالثة: نعم, مالم تقف على باب سدة أو تأتي أميرا تسأله</p><p>“Ya Rasulallah, apakah aku termasuk ahlul bait? Nabi saw diam, kemudian berkata pada ketiga, “Iya, selama kamu tidak berdiam di pintu gerbang (penguasa), atau kamu mendatangi pemimpin untuk meminta (sesuatu) darinya”.[HR. Imam Thabaraniy].[Dikutip dari Kitab Maa Rawaahu al-Asaathiin fiy ‘Adam al-Maji` ila al-Salaathiin ((Riwayat-riwayat Yang Dituturkan Para Pengabdi Ilmu Untuk Tidak Mendatangi Para Penguasa), Karya Al-Hafidh Jalaal al-Diin As Suyuthiy Asy Syafi’iy]</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-75952350349598810342024-02-21T02:53:00.000-08:002024-02-21T02:53:24.582-08:00KHILAFAH RUKUN IMAN KEBERAPA ?<p> *KHILAFAH RUKUN IMAN KEBERAPA ?*</p><p><br /></p><p>Oleh : *Ahmad Khozinudin*</p><p>Sastrawan Politik</p><p><br /></p><p>Saat pengemban dakwah meyakinkan bahwa Khilafah adalah ajaran Islam, Khilafah adalah janji Allah SWT dan kabar gembira dari Rasulullah Saw, ada sebagian kecil orang yang ada penyakit di hatinya mempersoalkannya. Dengan nada mengejek, mereka berkata : Khilafah rukun iman ke berapa ?</p><p><br /></p><p>Mereka, seolah mengolok-olok keyakinan dan iman kaum muslimin yang meyakini kembalinya Khilafah al Minhajin Nubuwah. Mereka, menganggap remeh persoalan Khilafah karena menduga bukan bagian dari rukun iman. Padahal, pertanyaan yang mempertanyakan Khilafah rukun iman yang keberapa, adalah konfirmasi kebodohan pada tingkat yang menghawatirkan.</p><p><br /></p><p>Sejak Rasulullah Saw diutus hingga hari kiamat, rukun Iman hanya ada 6 (enam). Pertama, iman kepada Allah SWT, kedua, iman kepada malaikat, ketiga, iman kepada kitab-kitab, kempat, iman kepada para Rasul, kelima, iman pada hari kiamat, ke-enam, iman kepada Qadla dan Qadar. Tidak ada tambahan iman kepada Khilafah.</p><p><br /></p><p>Lantas, darimana dasar meyakini khilafah dan iman (percaya) bahwa Khilafah ala minhajin nubuwah akan tegak kembali ?</p><p><br /></p><p>Jawabnya demikian,</p><p><br /></p><p>Surga dan Neraka, itu bukan rukun iman, tetapi wajib di imani. Siapa saja yang tak percaya surga dan neraka maka dia kafir. Meskipun Surga Dan Neraka tidak disebutkan dalam rukun iman.</p><p><br /></p><p>Dasarnya, informasi tentang adanya surga dan neraka terdapat dalam al Qur'an. Sementara, al Qur'an adalah kitab Allah SWT. Mengimani surga dan neraka, berarti beriman kepada kitab Allah SWT, yang merupakan rukun iman yang ketiga.</p><p><br /></p><p>Meyakini adanya pembantaian pada orang yang beriman dalam kisah Ashhabul Ukhdud, tidak terdapat dalam rukun iman. Tetapi kisah ini wajib diyakini (diimani) kebenarannya, bukan Khurofat seperti kisah si lidah pahit, Sangkuriang, Nyi Roro Kidul, dll. Karena kisah Ashhabul Ukhdud diceritakan oleh Rasulullah Saw, manusia suci yang tidak pernah berdusta.</p><p><br /></p><p>Karena itu, meyakini keberadaan kisah Ashhabul Ukhdud, adalah bagian dari iman kepada para Rasul yakni iman kepada Rasulullah Muhammad Saw. Sebab, bagi yang beriman kepada Rasulullah tentu percaya apapun yang dikisahkan Rasulullah Saw.</p><p><br /></p><p>Kalau tidak iman kepada kitab-kitab, tidak iman kepada para rasul, maka manusia akan seperti tokoh nasional yang mempertanyakan kampung akhirat hanya dengan dalih notabene belum pernah ke sana. Padahal, dasar iman kepada yang gaib termasuk surga, neraka, hari kiamat, bahkan adanya pahala dan dosa, itu adalah dengan menukil informasi. Dalam hal ini, keimanan pada yang ghaib tersebut didasari dari menukil informasi yang dikabarkan oleh Wahyu, baik dari al Qur'an maupun as Sunnah.</p><p><br /></p><p>Nah, sampai pada bahasan kenapa umat Islam meyakini Khilafah janji Allah SWT ? karena, Allah SWT telah mengabarkannya dalam kitab sucinya :</p><p><br /></p><p>وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا</p><p><br /></p><p>_"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai (Islam); dan akan mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa"_</p><p><br /></p><p>*(TQS an-Nur [24]: 55).*</p><p><br /></p><p>Meyakini kembalinya Khilafah berdasarkan ayat ini, berarti beriman kepada al Qur'an. Sebab, janji Allah SWT atas khilafah terdapat dalam kitab suci al Qur'an.</p><p><br /></p><p>Kemudian, Rasulullah Saw bersabda :</p><p><br /></p><p>ثُمَّ تَكُوْنُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ …</p><p><br /></p><p>_"…Kemudian akan ada kembali Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwah"_ </p><p><br /></p><p>*(HR Ahmad).*</p><p><br /></p><p>Meyakini kembalinya Khilafah sebagaimana dikabarkan Rasulullah Saw dalam haditsnya adalah bagian dari keimanan kepada Rasulullah Muhammad Saw. Sebab, siapapun yang beriman kepada Rasulullah wajib percaya apapun yang beliau kabarkan.</p><p><br /></p><p>Khilafah itu rukun iman keberapa ? pertanyaan model ini adalah pertanyaan keliru yang mengkonfirmasi kebodohan sekaligus adanya penyakit hati dari penuturnya. Sejak Rasulullah diutus hingga hari kiamat, rukun iman ya hanya ada enam.</p><p><br /></p><p>Apakah Khilafah bagian dari rukun iman ? jawabnya jelas iya, sebab janji Khilafah berasal dari Allah SWT dalam kitab al Qur'an. Meyakini janji Allah, adalah bagian dari beriman kepada Allah SWT dan kitab Al Qur'an, rukun iman pertama dan ketiga. </p><p><br /></p><p>Sementara, meyakini kabar gembira akan kembalinya Khilafah termasuk bagian dari beriman kepada Muhammad Saw, sebab kabar itu berasal dari lisan yang mulia, kabar dari Rasulullah Muhammad Saw. Beriman kepada Rasulullah Saw termasuk rukun iman keempat, yakni iman kepada para Rasul. </p><p><br /></p><p>Jadi, bukankah orang yang mempertanyakan Khilafah rukun iman keberapa, termasuk orang-orang yang bodoh ? [].</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-61052017963159800962024-02-12T11:43:00.000-08:002024-02-12T11:43:31.019-08:00Golput memang bukan solusi. <p> GOLPUT MEMANG BUKAN SOLUSI</p><p><br /></p><p>Oleh: Prof. Fahmi Amhar.</p><p><br /></p><p>Golput memang bukan solusi. </p><p>Tetapi Memilih kandidat yang tidak jelas mau memperjuangkan islam atau tidak, apalagi.. (bukan solusi jg)</p><p><br /></p><p>Solusi yg sebenarnya saat ini adalah berjuang tidak hanya di saat jelang pemilu, tetapi seharusnya berjuang bertahun-tahun tanpa henti menyebarkan pemikiran (aqidah & tsaqafah Islam), mengubah perasaan ummat (dengan nafsiyah Islam), menanamkan kebiasaan (amal syar'iyah & ahlaqul karimah) dan menumbuhkan kebersamaan (ukhuwah & jama'ah). Maka nanti pada saatnya, dengan pertolongan Allah, tanpa kudeta, juga tanpa pemilu, sistem akan diubah oleh para pemegang kekuasaan yang telah berubah pola pikirnya. Dan rakyat yang akan membelanya, yg juga telah berubah pola pikirnya. Itulah dakwah yang dilakukan Rasulullah, _uswah hasanah_ kita. (Ini yg dimaksud "Thoriqoh Ummah")</p><p><br /></p><p>*Ingat:* Afrika Selatan meninggalkan sistem apartheid, itu tanpa pemilu. Uni Soviet meninggalkan sistem komunisme, itu tanpa pemilu. Dan Soeharto tahun 1998 mundur juga bukan karena pemilu. </p><p><br /></p><p>Sebaliknya, Aljazair atau Mesir ternyata juga gagal berubah, meski pemilu dimenangkan.</p><p><br /></p><p>Jangan memberhalakan pemilu, apalagi demokrasi...</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-77006209242061033082024-02-09T03:47:00.000-08:002024-02-09T03:47:40.354-08:00 Ushul Fikih Kaum Liberal, Memangnya Ada ?<p> Ushul Fikih Kaum Liberal, Memangnya Ada ?</p><p><br /></p><p>Oleh : M. Shiddiq al-Jawi</p><p><br /></p><p>Apakah kaum liberal, seperti Jaringan Islam Liberal (JIL) mempunyai ushul fiqih ? </p><p>Pertanyaan ini harus dijawab dulu, jangan-jangan setelah capek-capek mengkritik secara serius, ternyata mereka tidak memilikinya. </p><p>Ini sama saja dengan memasak pepesan kosong.</p><p><br /></p><p>Untuk itu patut diketahui dulu pengertian ushul fikih serta apa saja yang menjadi cakupan studi ushul fikih. </p><p>Menurut ulama ushul fikih mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbali, ushul fikih adalah kaidah-kaidah (qawâ’id) yang dapat mengantarkan pada penggalian (istinbâth) hukum syariat dari dalil-dalilnya yang terperinci. </p><p>(asy-Syaukani, Irsyâd al-Fuhûl, hlm. 3, Wahbah az-Zuhaili, Ushûl al-Fiqh al-Islâmî, jld. I, hlm. 23-24) </p><p><br /></p><p>Sedangkan menurut ulama mazhab Syafi'i, ushul fikih adalah pengetahuan mengenai dalil-dalil fikih yang bersifat global, tata cara pengambilan hukum dari dalil-dalil itu, serta keadaan orang yang mengambil hukum. </p><p>(al-Amidi, Al-Ihkâm fî Ushûl al-Ahkâm, jld. I, hlm. 10)</p><p><br /></p><p>Dari berbagai definisi itu, topik (mawdhû’) ushul fikih menurut Muhammad Husain Abdullah (Abdullah, Al-Wadhîh fî Ushûl al-Fiqh, hlm. 29), meliputi 4 (empat) kajian, yaitu :</p><p>(1) Kajian tentang dalil-dalil hukum yang bersifat global (al-adillah al-ijmâliyyah), misalnya al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma, Qiyas dan seterusnya.</p><p><br /></p><p>(2) Kajian tentang hukum syariat (al-hukm asy-syar’î) dan hal-hal yang terkait dengannya, seperti definisi hukum syariat dan macam-macamnya.</p><p><br /></p><p>(3) Kajian tentang cara memahami dalil (fahm al-dalîl) atau pengertian kata (dalâlah al-alfâzh), misalnya tentang manthûq (makna eksplisit) dan mafhûm (makna implisit).</p><p><br /></p><p>(4) Kajian tentang ijtihad dan taklid, termasuk tata cara melakukan tarjîh (analisis) untuk memilih yang terkuat dari sekian dalil yang tampak bertentangan (ta’ârudh).</p><p><br /></p><p>Nah, kalau definisi ushul fikih dan cakupan kajiannya itu diterapkan pada ide-ide ushul fikih kaum liberal, apakah mereka mempunyai ushul fikih sendiri ?</p><p><br /></p><p>Seorang pakar dan kritikus ide liberal, Dr. Busthami Muhammad Said, menyimpulkan bahwa ijtihad dalam ushul fikih di kalangan kaum liberal (mulai dari Sayyid Ahmad Khan, Muhammad Abduh, Qasim Amin, Ali Abdur Raziq, Thaha Husain dan yang lainnya) tidak lebih dari sekadar teori belaka, tanpa kenyataan. </p><p>(Said, Mafhûm Tajdîd ad-Dîn, hlm. 268) </p><p><br /></p><p>Jadi, kaum liberal sebenarnya tidak mempunyai ushul fikih dalam definisi yang sesungguhnya.</p><p><br /></p><p>Karya mereka tidak pernah menerangkan dengan jelas, apa sebenarnya dalil syariat (sumber hukum) itu. Buktinya, perilaku pejabat yang suka menghadiri perayaan hari raya non-Islam dijadikan dalil bagi bolehnya merayakan hari raya agama selain Islam (Madjid dan kawan kawan, 2004 : 85-88). </p><p>Mereka juga tidak pernah menerangkan dengan tuntas, bagaimana metode penggalian hukum dari dalilnya, selain mengklaim bahwa metodenya adalah hermeneutika (Adnin Armas, Pengaruh Kristen-Orientalis Terhadap Islam Liberal, hlm. 35). </p><p>Padahal metode ini aslinya adalah untuk menafsirkan Bible (Perjanjian Lama dan Baru), tentu tidak cocok untuk menafsirkan al-Qur’an, karena Bible dan al-Qur’an sangat jauh berbeda, seperti langit dan bumi. </p><p>Tidak aneh jika Norman Daniel (Daniel, Islam and The West : The Making of an Image, hlm. 53) yang menegaskan, </p><p>“The Quran has no parallel outside Islam (Al-Qur’an tidak mempunyai kesejajaran dengan [kitab lainnya] di luar Islam).” </p><p>(Adian Husaini, “Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal”, http://www.insistnet.com)</p><p><br /></p><p>Walhasil ushul fikih kaum liberal sangat diragukan eksistensinya, akan tetapi barang kali ada yang bertanya, bukankah mereka kadang menyampaikan gagasan seputar ushul fikih ? </p><p>Hasan at-Turabi misalnya, dikenal menyerukan pembaruan (tajdîd) di bidang ushul fikih (At-Turabi, Fiqih Demokratis, Bandung : Mizan, 2003). </p><p>Jauh sebelum itu, pada 70-an Jamaluddin Athiyah dalam Majalah Al-Muslim al-Mu’âshir edisi Nopember 1974 juga Ahmad Kamal Abul Majid dan tokoh liberal lainnya dalam majalah Al-‘Arabi edisi Mei 1977 telah mengajak umat Islam untuk berijtihad dalam ushul fikih, bukan hanya dalam fikh (Said, 1995 : 266).</p><p><br /></p><p>Kaum liberal Indonesia pun kadang menggembar-gemborkan ushul fikih baru, Nurcholish Madjid dan kawan kawan misalnya, pernah mengklaim mengikuti metode ushul fiqih Imam asy-Syatibi dalam kitabnya, Al-Muwâfaqât fî Ushûl al-Ahkâm, ketika menggagas bukunya yang gagal, Fiqih Lintas Agama (2004). </p><p>Abdul Moqsith Ghazali (aktivis JIL) mencetuskan beberapa kaidah ushul fikih ‘baru’, semisal :</p><p>(1) Al-‘Ibrah bi al-maqâshid lâ bi al-alfâzh (Yang menjadi patokan hukum adalah maksud/tujuan syariat, bukan ungkapannya [dalam teks]).</p><p><br /></p><p>(2) Jawâz naskh nushûsh bi al-mashlahah (Boleh menghapus nash dengan maslahat).</p><p><br /></p><p>(3) Tanqîh nushûsh bi ‘aql al-mujtama’ (Boleh mengoreksi teks dengan akal [pendapat] publik). </p><p>(www.islamlib.com, publikasi 24/12/2003)</p><p><br /></p><p>Bukankah ini adalah ushul fikih karya kaum liberal ?</p><p>Jawabnya tegas : tidak ! </p><p>Sebab, meskipun dalam beberapa hal mereka seolah-olah membahas ushul fikih (seperti kaidah-kaidah ushul di atas) sebenarnya tujuannya sangat tendensius, yaitu menundukkan fikih Islam pada nilai-nilai peradaban Barat yang kufur, bukan untuk melahirkan fikih yang sahih agar bisa menjadi pedoman hidup masyarakat Islam, sebagaimana tujuan para ahli ushul fikih yang sesungguhnya. </p><p>Jadi, kalau pun bisa disebut ushul fikih, karya kaum liberal itu bukanlah ushul fikih sejati, melainkan pseudo ushul fikih, alias ushul fikih palsu.</p><p><br /></p><p>Paradigma Ushul Fikih Liberal</p><p><br /></p><p>Mengapa ushul fikih mereka palsu ? </p><p>Sebab paradigmanya bukan Islam, melainkan sekularisme yang menjadi pangkal peradaban Barat, peradaban kaum penjajah. </p><p>Ini tampak dalam upaya mereka menjadikan ushul fikih tunduk di bawah nilai-nilai peradaban Barat. Jadi, secara sengaja ushul fikih diletakkan sebagai subordinat dari peradaban Barat yang sekular.</p><p><br /></p><p>Karenanya tidak aneh jika Hasan at-Turabi menyerukan fikih demokratis sebagai hasil dari adaptasi ushul fikih dengan nilai-nilai demokrasi. </p><p>Abdul Moqsith Ghazali juga begitu, kaidah baru yang diusulkannya seperti tanqîh nushûsh bi ‘aql al-mujtama’ (Boleh mengoreksi nash dengan akal [pendapat] publik), tidak lain berarti bahwa demokrasi (suara publik) harus menjadi standar bagi teks-teks ajaran Islam. Kalau suatu ayat atau hadits cocok dengan selera publik (baca : demokrasi), bolehlah diamalkan, tetapi kalau tidak cocok, bisa dibuang ke selokan.</p><p><br /></p><p>Paradigma sekular ini memiliki akar sejarah yang panjang, bermula dari kondisi umat Islam yang memuncak kemundurannya pada abad ke-18 M lalu. Karena sangat mundur, Khilafah Utsmaniyah dan umat Islam saat itu mendapat julukan The Sick Man of Europe. Di sisi lain, Barat mengalami kebangkitan dengan sekularismenya.</p><p><br /></p><p>Nah, untuk mengobati ‘si sakit’ itu, lalu muncul 2 (dua) macam upaya ‘penyembuhan’ dengan dua paradigma yang sangat berbeda :</p><p>Pertama, paradigma sekular, yaitu mengambil ‘obat’ dari peradaban Barat yang sekular, itulah yang dilakukan oleh mereka yang disebut dengan kaum modernis atau kaum liberal, seperti Sayyid Ahmad Khan, Ameer Ali, Muhammad Abduh, Qasim Amin, Ali Abdur Raziq dan sebagainya. (Busthami M. Said, 1995 : 127-161) </p><p>Mereka berpendapat bahwa umat Islam akan bangkit dan sehat kembali jika meminum ‘obat’ peradaban Barat dan mengikuti nilai-nilainya, seperti sekularisme, liberalisme, demokrasi dan nasionalisme. </p><p>(Ian Adams, Ideologi Politik Mutakhir, 2004 : 19-dan seterusnya). </p><p>Ajaran-ajaran Islam harus ditundukkan dan disesuaikan dengan nilai-nilai peradaban Barat. </p><p>(William Montgomery Watt, 1997 : 147-256).</p><p><br /></p><p>Kedua, paradigma Islam, yaitu mengambil ‘obat’ dari peradaban Islam. Itulah yang dilakukan oleh para aktivis kebangkitan dan revivalis Islam, seperti Hasan al-Banna, Abul A’la al-Maududi, Taqiyuddin an-Nabhani, Sayyid Quthb, Baqir ash-Shadr dan sebagainya. </p><p>(Hafizh M. al-Jabari, Gerakan Kebangkitan Islam, 1996 : 115-dan seterusnya). </p><p>Menurut mereka kebangkitan umat Islam berarti kembali secara murni pada ideologi Islam, serta lepas dari ideologi Barat yang kufur. Dari pemetaan inilah tampak bahwa paradigma kaum liberal adalah paradigma sekular tersebut. Tujuannya sangat jelas, yaitu bagaimana agar Islam dapat diubah, diedit, dikoreksi dan diadaptasikan agar tunduk di bawah hegemoni peradaban Barat sekular. </p><p>Sekularisme dan ide-ide Barat lainnya seperti demokrasi, HAM, pluralisme dan gender dianggap mutlak benar dan dijadikan standar, tidak boleh diubah. Justru Islamlah yang harus diubah dan dihancurkan.</p><p><br /></p><p>Sebenarnya ini modus yang sangat jahat, akan tetapi kaum liberal sangat lihai menutupinya dan tidak menyampaikan dengan terus terang kepada umat bahwa mereka ingin menghancurkan Islam. Agar umat terkelabui, modus mereka dikemas dengan berbagai istilah yang keren dan terkesan hebat, seperti reinterpretasi, dekonstruksi, reaktualisasi dan bahkan ijtihad. </p><p>Ketua Tim Pengarus utamaan Gender Depag, Siti Musdah Mulia tanpa malu berani mengklaim bahwa draft CLD KHI (Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam) adalah hasil ijtihad (Tempo, 7/11/ 2004, hlm. 47).</p><p><br /></p><p>Padahal draft tersebut (yang konon menggunakan ushul fikih alternatif) telah melahirkan sejumlah pasal yang justru bertentangan dengan Islam, misalnya mengharamkan poligami (pasal 3 ayat 2), menyamakan bagian waris pria dan wanita (pasal 8 ayat 3), menghalalkan perkawinan dalam jangka waktu tertentu (pasal 28), menghalalkan perkawinan antar agama secara bebas (pasal 54) dan sebagainya. Ini semua terjadi karena para penyusun CLD KHI telah menundukkan ushul fikih di bawah nilai-nilai peradaban Barat, yaitu konsep gender, pluralisme, HAM dan demokrasi. </p><p>Mengapa semua itu terjadi ? </p><p>Karena ushul fikih kaum liberal adalah ushul fikih palsu yang didasarkan pada paradigma sekular, mengikuti kaum penjajah yang kafir. Mungkin niatnya baik, tetapi mereka pada dasarnya telah melakukan kejahatan intelektual dan penyesatan opini yang luar biasa. Maksudnya memberi ‘obat’, tetapi sebenarnya memberikan racun. Akibatnya ‘si sakit’ jelas tidak akan sembuh, tetapi malah akan segera masuk ke lubang kubur. </p><p>Itulah perilaku kaum liberal yang sangat jahat.</p><p><br /></p><p>Penutup</p><p><br /></p><p>Secara intelektual perilaku itu jelas menunjukkan betapa miskinnya pemikiran kaum liberal, sebab mereka tak percaya diri dengan warisan intelektual ulama salaf yang sangat kaya sehingga mereka lalu mengemis-ngemis pemikiran secara hina kepada Barat. </p><p>Kalau Amien Rais menyebut bangsa ini sebagai beggar nation (bangsa pengemis) karena gemar ngutang ke luar negeri, bolehlah kaum liberal (seperti JIL) kita sebut beggar intelectual (intelektual pengemis). [Majalah al-wa’ie, Edisi 56]</p><p><br /></p><p>Daftar Pustaka</p><p><br /></p><p>1. Abdullah, Muhammad Husain. 1995. Al-Wadhîh fî Ushûl al-Fiqh. Beirut : Darul Bayariq.</p><p><br /></p><p>2. Adams, Ian. 2004. Ideologi Politik Mutakhir : Konsep, Ragam, Kritik dan Masa Depannya (Political Ideology Today). Terjemahan oleh Ali Noerzaman. Yogyakarta : Qalam.</p><p><br /></p><p>3. Al-Amidi, Saifuddin. 1996. Al-Ihkâm fî Ushûl al-Ahkâm. Juz I. Beirut : Darul Fikr.</p><p><br /></p><p>4. Al-Ja’bary, Hafizh M. 1996. Gerakan Kebangkitan Islam (Harakah Al-Ba’ts Al-Islami). Terjemahan oleh Abu Ayyub Al-Anshari. Solo : Duta Rohmah.</p><p><br /></p><p>5. Al-Turabi, Hasan. 2003. Fiqih Demokratis. Bandung : Mizan</p><p><br /></p><p>6. Armas, Adnin. 2003. Pengaruh Kristen-Orientalis Terhadap Islam Liberal. Jakarta : Gema Insani Press.</p><p><br /></p><p>7. Asy-Syaukani. Tanpa Tahun. Irsyâd al-Fuhûl ilâ Tahqîq al-Haqq min ‘Ilm al-Ushûl. Beirut : Darul Fikr.</p><p><br /></p><p>8. Az-Zuhaili, Wahbah. 1998. Ushûl al-Fiqh al-Islâmî. Juz I. Damaskus : Darul Fikr.</p><p><br /></p><p>9. Ghazali, Abdul Moqsith. 2003. “Membangun Ushul Fiqih Alternatif.” http://www.islamlib.com</p><p><br /></p><p>10. Husaini, Adian. 2004. “Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal.” http://www.insistnet.com</p><p><br /></p><p>11. Madjid, Nurcholish dan kawan kawan. 2004. Fiqih Lintas Agama. Jakarta : Yayasan Wakaf Paramadina dan The Asia Foundation.</p><p><br /></p><p>12. Said, Busthami M. 1995. Gerakan Pembaruan Agama Antara Modernisme dan Tajdiduddin (Mafhûm Tajdîduddîn). Terjemahan oleh Ibn Marjan dan Ibadurrahman. Bekasi : Wacanalazuardi Amanah.</p><p><br /></p><p>13. Watt, William Montgomery.1997. Fundamentalisme Islam dan Modernitas (Islamic Fundamentalism and Modernity). Terjemahan oleh Taufik Adnan Amal. Jakarta : Rajagrafindo Persada.</p><p><br /></p><p>Source :</p><p>Ushul Fikih Palsu Kaum Liberal</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-66743279395040302322024-02-07T01:21:00.000-08:002024-02-07T01:21:17.854-08:00Pemikiran<p> Judulnya BACA PELAN-PELAN yah....</p><p><br /></p><p>"Pemikiran"</p><p><br /></p><p>Dulu waktu Anda belum bergabung dengan Hizbut Tahrir, anda selalu disinggung karena masih bersikap apatis terhadap dakwah, membuka aurat dan lainnya. Kini, setelah masuk dalam jamaah, Anda juga tidak berhenti diuji. Bahkan, kini lebih berat lagi.</p><p><br /></p><p>Apakah yang mereka katakan bahwa Dakwah Pemikiran / Ideologi tidak akan menegakkan Khilafah? Tunggu, jangan terburu-buru menyimpulkan, menyalahkan bahkan mencaci dan menghina, karena semuanya adalah tanda dari kemalasan berpikir.</p><p><br /></p><p>Mari kita simak FAKTANYA!</p><p><br /></p><p>----------</p><p><br /></p><p>1. Syeikh Taqiyyudin sudah menjelaskan dalam Kitab Takatul Hizby, bahwa yang meruntuhkan Khilafah tahun 1924 adalah karena lemahnya pemahaman kaum Muslim. Dan itu …. | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>2. Banyak gerakan dakwah dari gerakan bersenjata, sosial, pendidikan, ahlak, dan lainnya yang sudah mencoba menegakkan Khilafah namun gagal. Itu karena lemahnya … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>3. Khilafah Utsmaniy, dikalahkan bukan karena lemahnya tentara atau kurangnya persenjataan. Tapi, karena … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>4. Tentara Khilafah Utsmaniy sangat kuat dan disegani, bahkan dikatakan takkan terkalahkan, namun Khilafah jatuh karena lemahnya bahasa Arab, berhentinya kaum muslim dari aktifitas ijtihad. Dan itu … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>5. Ratusan tahun Barat mencari kelemahan kaum Muslim, perang demi perang, puluhan kali perang salib, Khilafah tidak bisa dikalahkan. Namun akhirnya jatuh karena lemahnya kaum Muslim akan …. | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>6. Barat mengetahui bahwa cara terbaik mengalahkan Khilafah bukan dengan peperangan fisik, tapi dengan …. | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>7. Mereka berpikir keras untuk meruntuhkan Khilafah, ratusan tahun akhirnya ditemukan bahwa cara yang paling ampuh adalah dengan menjauhkan Alquran dari dada kaum Muslim. Dan itu … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>8. Kaum Muslim dilemahkan dari sisi pemahaman tentang Islam, diberikan pemahaman Asing. Itu … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>9. Oleh sebab itu, kaum Muslim sebelum dipecah-belah menjadi beberapa bagian Negara kecil seperti sekarang, mereka dicekoki pemahaman asing seperti nasionalisme. Dan itu … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>10. Arab meminta lepas dari Turki Utsmaniy, Turki memerdekakan diri oleh Kamal At-Tarturk dan menjadi Negara sekuler. Itu karena … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>11. Sebelumnya, didirikan sekolah Orientalis, kaum orientalis disebar ke seluruh penjuru dunia Islam dan bertujuan untuk melemahkan Kaum muslim dari segi … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>12. Dari pemahaman yang rancu tentang Islam, lemahnya pemikiran akhirnya mereka mengadopsi hukum-hukum Barat. Dan itu karena lemahnya … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>13. Kaum Muslim dinistakan seperti sekarang karena mereka lemah akan pemahaman yang benar tentang Islam. Dan itu juga disebabkan oleh … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>14. Sulitnya (bukan mustahil) perjuangan mengembalikan Daulah Islam juga karena banyak kaum muslim yang tidak paham bahwa Khilafah / Daulah itu wajib ditegakkan dan meninggalkan hukum-hukum sekarang. Itu juga karena … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>15. Kaum muslim dicekoki pemahaman asing dari mulai sekolah dasar dengan kurikulum liberal dan sekuler hingga mereka dibentuk menjadi apatis terhadap islam. Itu juga masalah … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>16. Banyak orang Islam tapi tidak mau menerapkan hukum Islam, tidak sholat, tidak menutup aurat dan lainnya. Juga akibat dari lemahnya … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>17. Barat merencanakan ini ratusan tahun dan kini bisa terlihat hasilnya. Kaum muslim terbagi 42 negara dan seakan tidak pernah bersatu dahulunya, karena mereka tidak memahami sejarah yang memang sudah diputarbalikkan oleh Barat dan antek. Itu masalah … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>18. Jika Barat menghancurkan Khilafah, melemahkan pemahaman kaum Muslim, dan men-sekulerkan dan meliberlakan Kaum Muslim dengan pemikiran, bukankah solusinya juga … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>19. Barat mengetahui senjata tidak akan mempan terhadap Khilafah, begitu juga senjata tidak akan mempan untuk menegakkan Khilafah. Namun yang akan menegakkan adalah … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>20. Kita lihat sejarah, waktu Rosul dakwah di Makkah, saat belum menjumpai Nushroh. Apa yang beliau dakwahkan? … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>21. Apa yang ditakutkan oleh kaum Quraisy terhadap Rosul dan Sahabat? Mereka tidak memiliki senjata. Tapi karena mereka membawa … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>22. Quraisy memahami betul bahwa apa yang dibawa oleh Rosul dan Sahabat akan membuat mereka kalah baik dari sisi jumlah, pengaruh dan … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>23. Oleh sebab itu, kaum muslim disiksa, dicaci, dihina, diburu, dibunuh oleh Quraisy. Itu bukan karena mereka membawa senjata atau melakukan perlawanan. Tapi karena … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>24. Kemudian, apa yang dilakukan Mus’ab di Madinah hingga suku Aus dan Khazraj masuk Islam dan siap menjadi Nushroh untuk menyebarkan Islam, dimana ini sebelum Khilafah tegak. Apakah Mus’ab datang dengan senjata? atau… | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>25. Sekarang, Barat juga mengetahui, seberapapun kuatnya kelompok bersenjata, selama pemahaman tentang Islam masih lemah, maka itu sama saja. Dan itu disebabkan … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>26. Berkaca dari runtuhnya Khilafah Utsmaniy, kurang apa mereka coba? Mereka memiliki tentara superpower, menjadi adidaya. Namun kalah akibat lemahnya … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>27. Maka, bagi Barat, seberapapun banyak dan kuat kelompok bersenjata mengancam mereka, jika itu bukan oleh Khilafah, maka akan tetap melanggengkan hegemoni Barat di Negara-negara Islam. Afghanistan banyak klan Mujahidin namun Demokrasi masih berjalan. Itu karena masyarakat lemah akan … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>28. ISIS sudah berjuang keras, namun hanya sebatas beberapa wilayah dari Iraq dan Suriah saja yang dikuasai, sistem Demokrasi masih berjalan disebagian besar wilayah Iraq dan Suriah. Ini karena … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>29. Dan, yang dimaksud Amerika, Eropa dan Rusia takut dengan Hizbut Tahrir bukanlah takut dalam arti Hizb sebagai gerakan tanpa senjata. Tapi kareana … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>30. Oleh sebab itu, di Amerika, Eropa dan Rusia banyak syabab yang ditangkap dan dipenjara bukan karena membawa senjata. Mereka takut dengan apa yang dibawa Hizb, yaitu … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>31. Mereka sadar betul dengan apa yang dibawa Hizb akan menyatukan seluruh negeri-negeri Muslim dan Khilafah akan tegak. Ini yang mereka takutkan. Bukan Hizb sendiri tapi apa yang diemban. Itu … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>32. Mereka mengetahui bahwa ideology Islam yang menyadarkan seluruh muslim bersatu. Ketika bersatu, sudah pasti Khilafah tegak. Itu … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>33. Mereka mengetahui jika umat Islam sadar akan kekuatan agama dan ideology Islam akan bisa menyatukan kaum Muslim dan mampu menegakkan Khilafah. Dan itu juga … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>34. Jadi, umat Islam dipecah belah oleh pemikiran maka disatukan kembali juga dengan … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>35. Oleh sebab itu, jika ingin memahami fakta tentang konstalasi politik dalam dan luar negeri, harus dengan jeli dan harus dengan kecermelangan dan kejernihan … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>36. Bukan dengan semangat saja, melihat darah dan senjata menjadi wah. Dan bukan begitu cara memahami alur peta politik luar negeri. Harus dengan mendalamnya pemahaman tentang fakta. Itu juga … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>37. Itulah yang dikatakan sebagai politikus muslim yang ulung dan negarawan yang handal. Sebab dengan … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>38. Itupula yang menyebabkan Hizbut Tahrir tidak bisa dipidanakan dengan alasan kekerasan atau sabotase dan teroris. Karena apa yang dibawah Hizb adalah … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>39. Ingat, satu peluru menembus paling banyak dua kepala dengan Magnum Sniper Rifle Kaliber 7.62×51 mm NATO. Namun, dengan Dakwah memahamkan kaum muslim, satu ide, jutaan kepala bisa dirubah, itu terbukti dengan jumlah Hizb yang berkembang pesat. Itu juga … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>40. Apa yang dibawa Rosul tentang Islam juga … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>41. Bahkan, Dakwah adalah … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>42. Jihad juga untuk menyebarkan … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>43. Semua bersimpul dari … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>44. Jadi, jangan hina dakwah yang mengedepankan persatuan kaum Muslim dengan tegakknya Khilafah melalui … | Pemikiran.</p><p><br /></p><p>45. Maka, Khilafah akan tegak sebagaimana janji Rosul bahwa Khilafah yang kedua adalah sama persis seperti Khilafah yang pertama, dari mulai permulaan, perjuangan, penyebaran dan penerapan. Itu semua adalah … | Pemikiran.</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-4763786152922179082024-01-22T16:51:00.000-08:002024-01-22T16:51:54.863-08:00 TERKUKUNG DEMOKRASI<p> TERKUKUNG DEMOKRASI</p><p><br /></p><p>Oleh: Ustdz Azizi Fathoni </p><p><br /></p><p>memperihatinkan memang situasi yang seperti sekarang ini..</p><p><br /></p><p>umat seakan terkungkung oleh aturan main demokrasi, pilihannya hanya siapa pemimpin terbaik diantara yang ada, tidak diberi kesempatan memilih sistem apa yang terbaik diantara sistem-sistem yang ada</p><p><br /></p><p>Angin seolah berhembus ke arah pengharusan nyoblos dengan ancaman dosa bagi yang tidak.. padahal sisi lain yang harus menjadi pertimbangan adalah, bahwa </p><p><br /></p><p>1. tidak menerapkan hukum Allah adalah dosa besar, jika disertai keyakinan akan menyebabkan kekafiran, kalau tidak disertai keyakinan jatuhnya kepada kezaliman atau kefasiqan </p><p><br /></p><p>(وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ [المائدة: 44]) </p><p>(وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ [المائدة: 45]) </p><p>(وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ [المائدة: 47])</p><p><br /></p><p>تفسير الماوردي = النكت والعيون (2/ 43)</p><p>قال ابن عباس رضي الله عنه: أن من لم يحكم بما أنزل الله جاحداً به فهو كافر , ومن لم يحكم مقراً به فهو ظالم فاسق</p><p><br /></p><p>Ibnu 'Abbas: "barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah dengan disertai pengingkaran terhadap hukum Allah tersebut maka dia kafir, sedangkan barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah namun masih mengakuinya maka dia zhalim dan fasiq".</p><p><br /></p><p>التفسير المنير للزحيلي (5/ 125)</p><p>ومن أخطر أنواع الظلم: الحكم بغير ما أنزل الله</p><p><br /></p><p>ٍSyaikh Wahbah Az-Zuhaili: "Diantara macam kezaliman yang paling bahaya adalah: berhukum dengan selain hukum Allah."</p><p><br /></p><p>2. pemilu dalam sistem demokrasi adalah wasilah untuk berkuasanya seseorang yang akan menerapkan hukum atau bahkan membuat hukum kufur, karena menerapkah hukum kufur adalah haram bahkan menyebabkan kekufuran jika disertai keridhaan maka wasilah yang mengantarkan kepadanya yaitu mencalonkan dan memilihnya hukumnya juga haram. berlaku kaidah mengatakan</p><p> </p><p>الوسيلة إلى الاحرام محرمة</p><p>"wasilah kepada keharaman hukumnya adalah haram" </p><p><br /></p><p>atau juga kaidah </p><p><br /></p><p>للوسائل حكم المقاصد</p><p>"hukum wasilah itu mengikuti hukum tujuannya"</p><p><br /></p><p>maka haram mencalonkan pun haram pula memilih penguasa yang tidak menerapkan syari'at Islam. Kecuali apabila calon benar-benar secara terang-terangan menyatakan akan menerapkan hukum-hukum Allah, maka bisa boleh memilihnya atau bahkan memungkinkan wajib. </p><p><br /></p><p>3.lantas kalau tidak memilih apakah dosa? Jawabnya: ya, kalau diam saja tidak memperjuangkan Khilafah sebagai alternatif satu-satunya pengganti demokrasi. ini yang dimaksud tidak boleh abai terhadap urusan politik, tapi berpolitik tidak harus dengan aturan main demokrasi, justru harus dengan politik Islam saja. </p><p><br /></p><p>4. apakah memilih sudah dalam taraf dharurat? Jawabnya: belum, karena dikatakan dharurat yang membolehkan mengambil keharaman adalah, pertama: jika menyangkut hidup dan mati atau membahayakan jiwa, kedua: tidak ada jalan lain selain itu. Selain pertama tidak benar-benar terealisasi (kalau tidak memilih tidak mati atau terluka), juga karena ada jalan lain yang bisa ditempuh umat untuk mewujudkan kepemimpinan yang syar'ie, yaitu berjuang untuk mengubah sistem kufur demokrasi menjadi sistem Islam, khilafah. </p><p><br /></p><p>5. bukankah khilafah masih lama, sedangkan memilih pemimpin ini mendesak tinggal menghitung hari? jawabnya: justru jauh lebih mendesak khilafah, karena kewajiban khilafah sudah jatuh tempo sejak hampir 100 tahun yang lalu, bahkan lebih menurut hitungan kalender hijriyah.</p><p><br /></p><p>6. apa bahayanya jika umat terus memilih dalam konteks demokrasi? jawabnya: akan berlarut-larut dalam kemasiatan tidak menerapkan hukum Allah. Kata al Imam Ibnu Hajar al</p><p> Haitami:</p><p><br /></p><p>والتمادي في الفسق فسق</p><p>"Berlarut-larut dalam kefasikan itu merupakan kefasikan."</p><p><br /></p><p>dan terus menerus menjadikan umat menaruh harapan kebaikan dan kemuliaan dari aturan main demokrasi, padahal kemuliaan hanya akan didapatkan dari Islam.</p><p><br /></p><p>تفسير ابن كثير ت سلامة (4/ 40)</p><p>عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه: "نحن قوم أعزنا الله بالإسلام فمتى. ابتغينا بغير الإسلام أذلنا الله"</p><p><br /></p><p>Umar bin Khaththab "kita adalah umat yang telah Allah muliakan dengan Islam, maka saat kita mencari kemuliaan dengan selain Islam maka Allah justru akan menghinakan kita."</p><p><br /></p><p>7. Apakah ada dalil bahwa kita diperintahkan berlepas diri sistem atau aturan main kufur? jawabnya: ada hadits Hudzaifah bin Yaman, bertanya kalau saja nanti umat islam tidak memiliki persatuan "jama'ah" dan tidak pula dipimpin olah khalifah "imam": hindari semua kelompok yang mengajak kepada neraka/kesesatan meski harus memegang kebenaran seperti menggigit akar pohon.</p><p><br /></p><p>صحيح البخاري (9/ 51)</p><p>حذيفة بن اليمان، يقول: كان الناس يسألون رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الخير، وكنت أسأله عن الشر، مخافة أن يدركني، فقلت: يا رسول الله، إنا كنا في جاهلية وشر، فجاءنا الله بهذا الخير، فهل بعد هذا الخير من شر؟ قال: «نعم» قلت: وهل بعد ذلك الشر من خير؟ قال: «نعم، وفيه دخن» قلت: وما دخنه؟ قال: «قوم يهدون بغير هديي، تعرف منهم وتنكر» قلت: فهل بعد ذلك الخير من شر؟ قال: «نعم، دعاة على أبواب جهنم، من أجابهم إليها قذفوه فيها» قلت: يا رسول الله صفهم لنا، قال: «هم من جلدتنا، ويتكلمون بألسنتنا» قلت: فما تأمرني إن أدركني ذلك؟ قال: «تلزم جماعة المسلمين وإمامهم» قلت: فإن لم يكن لهم جماعة ولا إمام؟ قال: «فاعتزل تلك الفرق كلها، ولو أن تعض بأصل شجرة، حتى يدركك الموت وأنت على ذلك»</p><p><br /></p><p>jika Alqur'an dan kekuasaan terpisah (diterapkan hukum sekular), ikutlah al-Qur'an saja walaupun kondisi menjadi sangat buruk akibat hukum dan penguasa kufur: sebab mati dalam ketaatan (dalam hal ini berlepas diri dari demokrasi dan memperjuangkan sistem Islam) lebih baik daripada hidup dalam kemaksiatan (hidup dengan mengikuti aturan main demokrasi tidak menerapkan hukum Islam, karena slogannya: negara berdemokrasi bukan negara agama) </p><p><br /></p><p>المعجم الكبير للطبراني (20/ 90)</p><p>عن معاذ بن جبل، قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: «خذوا العطاء ما دام عطاء، فإذا صار رشوة في الدين فلا تأخذوه، ولستم بتاركيه، يمنعكم الفقر والحاجة، ألا إن رحى الإسلام دائرة، فدوروا مع الكتاب حيث دار، ألا إن الكتاب والسلطان سيفترقان، فلا تفارقوا الكتاب، ألا إنه سيكون عليكم أمراء يقضون لأنفسهم ما لا يقضون لكم، إن عصيتموهم قتلوكم، وإن أطعتموهم أضلوكم» قالوا: يا رسول الله، كيف نصنع؟ قال: «كما صنع أصحاب عيسى ابن مريم، نشروا بالمناشير، وحملوا على الخشب، موت في طاعة الله خير من حياة في معصية الله»</p><p><br /></p><p>Intinya, wajib berlepas diri dari paham atau sistem demokrasi, dan wajib memperjuangkan sistem islam sebagai penggantinya.</p><p><br /></p><p>*tulisan di atas asalnya adalah respon sy atas postingan seorang tokoh di salah satu WAG, repost di sini semoga bermanfaat bagi umat.</p><p>By: Ustdz Azizi Fathoni</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-89968827932652096392024-01-20T14:47:00.000-08:002024-01-20T14:47:24.246-08:00Bedah Qaidah Ahwanu Al-Syarrain<p> *Bedah Qaidah Ahwanu Al-Syarrain (قاعدة أهون الشرين)*</p><p>Oleh: Ustadz M. Yasin Muthahhar </p><p><br /></p><p>Sebagian ulama dan intelektual muslim ada yang melegalisasi beberapa aktifitas yang diharamkan. Baik untuk dirinya atau untuk orang lain dengan menggunakan Qaidah Ahwanusy syarroini (أهون الشرين) yaitu: melakukan yang paling ringan dari dua perkara yang buruk, Aqalu al-dhararain (أقل الضررين): yaitu melakukan yang paling sedikit bahayanya dari dua perkara yang berbahaya, Akhafu al-mafsadatain (أخف المفسدتين),yaitu melakukan yang paling ringan dari dua perkara yang merusak, atau Dar’ul mafsadat al akbar bil mafsadat al ashghar (درء المفسدة الأكبر بالمفسدة الأصغر),yaitu menangkal kerusakan yang paling besar dengan melakukan kerusakan yang paling kecil (Qaidah-Qaidah tersebut maknanya sama). Contohnya:</p><p>1.<span style="white-space: pre;"> </span>membolehkan lokalisasi zina dan judi dengan alasan jika tidak dilokalisasi akan menimbulkan bahaya yang lebih besar yaitu menyebarluasnya perzinaan dan perjudiaan di tengah masyarakat. </p><p>2.<span style="white-space: pre;"> </span>Membolehkan ada di parlemen atau memilih pemimpin/wakil rakyat muslim yang sekuler dengan alasan jika itu tidak dilakukan akan munccul bahaya yang lebih besar yaitu kepemimpinan dan parlemen akan dikuasai oleh non muslim. </p><p>Apa makna yang sebenarnya dari Qaidah tersebut dan bagaimana menerapkannya?Tulisan ini akan membahas hakikat makna syar’iy dari Qaidah tersebut. </p><p>Ulama yang mengambil Qaidah ini telah memahami batasan-batasan dan objek-objek pengamalannya. Karena itu Qaidah ini tidak bisa dijadikan seolah-olah secara mutlak selalu syar’iy untuk diterapkan atau diamalkan tanpa terikat dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Kemudian Qaidah ini dijadikan sebagai legalisasi terhadap beberapa perkara yang diharamkan untuk menipu kaum muslimin. </p><p>Qaidah syar’iyah bukan nash syara melainkan hanya sebatas hukum syara. Karena Qaidah ini redaksinya dibuat oleh manusia yaitu ahli fiqh atau mujtahid. Nash syara itu hanya ada dua yaitu Al Qur’an dan As Sunnah. Namun akan sangat tepat hukum syara ini jika disebut dengan istillah dengan Qaidah Syariyyah (Syekh Atho Bin Khlail : Taisiril Wushul Ila Al-Ushul hal 48) bukan hukum syara. Karena pada faktanya Qaidah ini selain merupakan hukum syara juga bersifat umum dan global, bisa ditujukan pada bagian-bagiannya(juz/afrad) yang tercakup oleh lafadznya yang umum atau mutlak. </p><p>Berdasarkan hal ini apabila terjadi perbedaan pendapat tentang Qaidah ini atau tentang penerapannya maka wajib merujuk kepada sumbernya yaitu nash-nash syara. Nash syara inilah yang akan menjelaskan maknanya, batasan penerapannya, objek-objeknya dan pengecualiannya.</p><p>Qaidah ini -dengan redaksi yang berbeda-beda- menurut ulama yang mengadopsinya dikembalikan kepada satu makna yaitu kebolehan melakukan salah satu dari dua perkara yang diharamkan atau melaksanakan yang lebih sedikit keharamannya. Namun tidak mutlak begitu saja melainkan dibatasi dengan kondisi jika kita tidak bisa menghindari kecuali melakukan salah satunya. Kita tidak mungkin meninggalkan kedua-duanya secara bersamaan. Karena sangat sulit dan di luar batas kemampuan kita. Atau pada kondisi dimana kita bisa menghindari dua perkara yang diharamkan itu tetapi jika kita menghindari keduanya maka akan terjadi keharaman yang lebih besar lagi. Itulah syarat/batasan pengamalan Qaidah ini. </p><p>Adapun yang menjadi landasan Qaidah ini adalah sesuatu yang telah diketahui dengan gamblang dari agama (معلوم من الدين بالضرورة) ini yaitu perkara yang diharamkan harus ditinggalkan dan perkara yang diwajibkan harus dilaksanakan. Jika perkara yang diharamkan itu banyak maka semuanya harus ditinggalkan. Begitu juga jika perkara yang diwajibkan itu banyak maka semuanya harus dilaksanakan. Hal ini juga berlaku pada perkara yang dimakruhkan atau perkara yang disunnahkan dengan tetap membedakan bahwa yang makruh tidak bisa diharamkan dan sunnah tidak bisa diwajibkan. </p><p>Para ulama hanya membolehkan melakukan “yang paling ringan dari dua perkara yang diharamkan padahal statusnya tetap haram atau membolehkan melakukan yang paling ringan dari dua perkara yang dimakruhkan padahal statusnya makruh, atau mengambil yang lebih ringan dari dua perkara yang buruk, merusak, atau berbahaya(akhaful mafsadatain)” pada kondisi jika tidak mungkin meninggalakan dua perkara yang diharamkan itu secara bersamaan atau pada kondisi jika dengan meninggalkan kedua-duanya akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar. </p><p>Allah berfirman: </p><p>لا يكلف الله نفسا إلا وسعها</p><p>“Manusia tidak dibebani kecuali sesuai dengan batas kemampuannya” (QS. Al-Baqarah: 286). </p><p>إتقوا الله مااستطعتم</p><p>“Bertaqwalah kepada Allah sebatas kemampuan kalian” (QS. At-Taghabun: 16). </p><p>Dari nash-nash tersebut jelaslah makna Qaidah “أهون الشرين ” dan bagaimana cara menerapkannya. Berdasarkan dua ayat di atas, juga bisa disimpulkan keharusan melakukan yang lebih wajib meski berakibat ditinggalkannya kewajiban lain yang lebih ringan, jika dua kewajiban tersebut tidak bisa dilakukan secara bersamaan. Dengan kata lain kita harus melakukan kemaslahatan yang lebih besar dengan meninggalkan kemaslahatan yang lebih kecil. </p><p>Berkaitan dengan permasalahan ini kita perlu memperhatikan bahwa maslahat dan mafsadat bukan berarti manfaat dan bahaya menurut perasaan manusia melainkan maslahat dan mafsadat yang sesuai dengan perintah atau larangan Allah. Imam Gazali pernah berkata: “Kemaslahatan menurut asalnya adalah manfaat dan bahaya menurut selera dan perasaan. Namun yang dimaksud di sini bukan itu, karena mengambil manfaat dan menolak mafsadat seperti itu adalah tujuan manusia dan kemaslahatan manusia untuk menghasilkan tujuan-tujuan mereka. Yang dimaksud dengan maslahat yang sebenarnya adalah menjaga tujuan-tujuan syariat yaitu menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan dan menjaga harta. </p><p>Berdasarkan penjelasan di atas menggunakan Qaidah “أهون الشرين ” untuk menfatwakan kebolehan melakukkan perkara yang diharamkan bukan pada kondisi-kondisi yang telah disebutkan tadi adalah fatwa yang bertentangan dengan wahyu yang tidak pernah dikatakan oleh para ulama yang jujur. </p><p>Rasulullah saw bersabda: </p><p>من أفتى بغير علم لعنته ملائكة السماء والأرض</p><p>Siapa yang memberikan fatwa tanpa ilmu maka ia akan dilaknat oleh malaikat langit dan bumi(hadits hasan ditakhrij oleh Asy Suyuti dalam kitab Al Jamiush shagir). </p><p>Karena itu pendapat yang mengatakan (tentang pemilu) “pilihlah si A meski sekuler, kafir, fasik dan jangan pilih si B, karena si A mendukung kita dan Si B tidak mendukung kita” atau perkataan sejenisnya adalah perkataan yang tertolak secara syar’i, siapa pun yang mengatakannya. Yang harus dikatakan dalam maslah ini adalah dua pilihan yang dilontarkan kepada kita itu, kedua-duanya adalah perkara yang diharamkan. Karena kita tidak boleh memilih orang yang sekular dan menjadikannya sebagai wakil bagi kaum muslim dalam menyampaikan pendapat. Karena ia tidak terikat dengan Islam dan karena ia melakukan perkara-perkara yang diharamkan yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang mewakilkan, seperti membuat hukum (at-tasyri; legislasi), menyetujui program-program yang diharamkan dan menuntut, menerima dan melakukan perkara yang diharamkan. Dengan kata lain orang yang sekuler akan melarang yang ma’ruf dan memerintahkan kemungkaran. Maka kita tidak boleh memilih kedua-duanya. Karena memilih si A atau memilih si B sama saja haramnya. Dan karena tidak memilih si A atau si B ada dalam batas kemampuan kita. </p><p>Dalam permasalahan ini tidak bisa dikatakan: apabila kita tidak memilih atau tidak mendukung si A atau si B maka nanti akan terpilih orang yang tidak berpihak kepada kita, yang akan menimbulkan bahaya lebih besar lagi. Sebagaimana kita tidak boleh mengatakan apabila kita tidak membuka kedai tempat minum khamr dan memanfaatkannya maka kedai itu akan dibuka oleh orang lain yang tidak berfihak kepada kita. Yang harus kita dilakukan dalam maslah ini adalah meninggalkan dua perkara yang diharamkan itu dan mengajak orang lain untuk meninggalkannya. </p><p>Allah berfirman:</p><p>يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ</p><p>Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk[453]. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah: 105)</p><p>Imam At Tirmidzi dalam kitab shahihnya, Imam An Nasa’i dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Qais bin Abi Hazim bahwa Abu Bakar pernah berkhutbah : wahay saudara-saudara kalian membaca ayat ini tapi meletakan bukan pada tempatnya. Aku pernah mendangar bahwa Rasulullah saw bersabda:</p><p>إن الناس إذا رأوا المنكر ولم يغيِّروه أوشك أن يعمهم الله بعقاب»</p><p>“jika manusia melihat kemungkaran tapi mereka tidak merubahnya maka Allah akan meliputi mereka dengan siksanya. </p><p>Berdasarkan ayat dan hadits di atas maka dua perkara yang diharamkan harus ditinggalkan dan kita harus mengajak orang lain untuk meninggalkannya. Dalam kondisi seperti itu. Qaidah ” أهون الشرين ” tidak bisa diamalkan. </p><p>Sungguh menggelikan jika ada orang yang mengatakan kalau kita tidak memilih salah satunya berarti kita berdiam diri tidak melakukan apapun. Jawaban atas perkataan seperti ini adalah: “jika anda diminta memilih dua perkara yaitu melakukan yang diharamkan atau tidak melakukan apapun-tidak ada pilihan ketiga yakni melakukan yang baik- maka yang wajib anda lakukan adalah anda harus diam dan menjaga diri anda dari melakukan perbuatan yang membahayakan orang lain, anda harus menjaga lisan anda dari merubah agama Allah. Bukankah Rasulullah pernah bersabda: “siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah mengatakan kebaikan atau diam”. Yang menjadi asal adalah anda harus berbuat sesuatu-tidak diam-. Anda harus memerintahkan kepada yang baik mencegah dari yang mungkar dan berusaha mewujudkan yang layak untuk dipilih atau berusaha untuk merubah situasi secara menyeluruh. Karena yang wajib adalah anda tidak boleh menghukumi atau dihukumi kecuali dengan Islam. Maka bangkitlah untuk memperbaiki keadaan umat”. </p><p>Kondisi yang dibolehkan oleh orang-orang yang salah dalam menerapkan Qaidah ini sama seperti halnya ketika seseorang dihadapkan pada dua makanan. Yang pertama adalah bangkai dan yang kedua adalah daging babi. Apakah makna Qaidah “ahwanusy syaraini” -berkaitan dengan keadaan ini - adalah ia harus mencari mana yang lebih ringan keharamannya dari dua perkara itu, kemudian ia memakannya? Atau karena kedua-duanya adalah perkara yang diharamkan maka harus ditinggalkan keduanya? Benar, keduanya adalah haram. Yang harus ia lakukan adalah bersungguh-sungguh mencari makanan yang dihalalkan atau bersabar tidak memakan keduanya kecuali jika dengan tidak memakan salah satu dari keduanya(dan tidak ada pilihan ketiga) ia akan sampai pada kondisi yang membahayakan(dharar). Maka berlakulah Qaidah di atas.</p><p>Contoh penerapan Qaidah “أهون الشرين ” yang benar: </p><p>1.<span style="white-space: pre;"> </span>Jika ada seorang ibu yang sulit melahirkan dan dokter tidak bisa menyelamatkan ibu dan janin secara bersamaan, dan kondisinya mendesak harus ada keputusan yang cepat yaitu: menyelamatkan ibu tapi akan mengakibatkan kematian janin atau menyelamatkan janin tapi akan mengakibatkan kematian ibu. Jika kondisi itu dibiarkan akan mengakibatkan kematian kedua-duanya maka dalam kondisi ini Qaidah “ أهون الشرين “ harus diterapkan. Yaitu dengan cara menyelamatkan ibu meski berakibat pada kematian janin. Hal yang harus diperhatikan dalam hal ini bahwa menentukan perbuatan yang lebih ringan keharamannya tidak bisa merujuk kepada perasaan atau keinginan manusia (suami atau orang tua-nya) melainkan harus merujuk kepada ketentuan syariat. Karena syariat selain menjelaskan perkara yang halal dan haram , juga menjelaskan mana yang lebih ringan keharamannya. </p><p>2.<span style="white-space: pre;"> </span>Jika kita melihat ada seorang yang diancam akan di bunuh, atau dianiaya atau ada seorang wanita yang akan diperkosa, dan kita mampu mampu mencegah kemunkaran tersebut namun di saat yang sama kita harus menunaikan shalat wajib yang hampir habis waktunya. Maka pada kondisi ini kita dihadapkan pada dua pilihan yaitu mencegah kemunkaran tapi akan mengakibatkan ditinggalkannya kewajiban atau melaksanakan kewajiban tapi berakibat terjadinya kemungkaran yang bisa kita cegah. Sementara waktu yang ada tidak memungkinkan kita untuk melakukan dua perkara itu secara bersamaan, maka pada kondisi ini kita harus mengamalkan Qaidah “ أهون الشرين “. Pertimbangan memilih mana yang lebih ringan bahayanya dalam hal ini juga harus merujuk kepada ketentuan syariat yang telah menetapkan bahwa menghilangkan keharaman seperti itu lebih utama daripada menunaikan kewajiban. Andai saja kita bisa melaksanakan dua kewajiban itu (kewajiban mencegah kemungkaran dan kewajiban shalat di akhir waktu) secara bersamaan maka kita harus melakukan keduanya. Kita tidak bisa mengatakan bahwa kita harus melakukan yang lebih wajib kemudian diam dari kewajiban yang lebih ringan, seperti memilih untuk melaksanakan kewajiban menegakkan khilafah namun meninggalkan kewajiban yang lebih ringan seperti taat kepada suami. </p><p>Sebagaimana telah dijelaskan bahwa menentukan hukum mana yang lebih kuat dan mana yang lebih ringan harus merujuk kepada ketentuan syariat. </p><p>Syariat telah menetapkan menjaga dua nyawa lebih utama daripada menjaga salah satunya. Menjaga tiga nyawa lebih utama daripada menjaga dua nyawa. Menjaga nyawa harus didahulukan daripada menjaga harta. Menjaga darul Islam yang termasuk ke dalam menjaga agama lebih utama dari menjaga nyawa dan harta. Begitu juga jihad dan khilafah yang termasuk ke dalam menjaga agama merupakan hal mendesak yang harus didahulukan dari yang lainnya. Imam Asy- Syatibi berkata dalam al-Muwafaqat: Jiwa manusia itu terhormat, harus dijaga, dan dituntut selamatkan. Sehingga jika ada pilihan antara menyelamatkan jiwa dan mengorbankan harta untuk memperahankannya atau antara mengorbankan jiwa dan menyelamatkan harta, maka menyelamatkan jiwa lebih utama. Namun jika menyelamatkan jiwa berlawanan dengan kematian (baca:kerusakan) agama maka menghidupkan (menyelamatkan) agama lebih utama meski mengakibatkan kematian jiwa, seperti jihad melawan kaum kafir atau membunuh orang murtad. Atau seperti upaya menyelamatkan satu nyawa berlawanan dengan kematian orang banyak. </p><p>Demikianlah hakikat dari Qaidah “ أهون الشرين “, dan bagiamana menerapkannya. Contoh-contoh lainnya bisa dibaca pada kitab-kitab Fiqh dan Ushul Fiqh. </p><p>Yang tidak boleh luput dari perhatian kita berkaitan dengan kaidah ini adalah bahwa yang menjadi pemicu menggunakan Qaidah “ أهون الشرين “ untuk melegalisi perbuatan yang diharamkan adalah ketidaktahuan terhadap hakikat sebenarnya dari Qaidah ini. Selain itu, juga ada upaya merubah hukum-hukum Islam dengan cara menerapkannya bukan pada tempatnya. Kondisi inilah yang menjadi cobaan bagi umat secara umum dan bagi kita secara khusus sebagai pengemban dakwah. Wallahu A’lam Bis Shawab.</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-9792014160308549862024-01-19T00:15:00.000-08:002024-01-19T00:15:46.993-08:00TAS TIDAK DIRAGUKANNYA, ASY-SYAIKH TAQIYUDDIN AN-NABHANI ADALAH SEORANG ULAMA BESAR AHLUSSUNNAH<p> PENGAKUAN TERBARU DARI ULAMA BESAR ATAS TIDAK DIRAGUKANNYA, ASY-SYAIKH TAQIYUDDIN AN-NABHANI ADALAH SEORANG ULAMA BESAR AHLUSSUNNAH</p><p><br /></p><p>Berikut ini adalah keterangan Asy-Syaikh Al-Muhaddits Mahmud Sa'id Mamduh -hafizhahullah-, dalam status FB beliau tertanggal 19 Juli 2020.</p><p>Berikut ini adalah keterangan Asy-Syaikh Al-Muhaddits Mahmud Sa'id Mamduh -hafizhahullah-, dalam status FB beliau tertanggal 19 Juli 2020. Beliau menuliskan:</p><p><br /></p><p>سماحة العلامة المجتهد أبو إبراهيم تقي الدين النبهاني( ت 1398 هـ) رحمه الله تعالى :</p><p><br /></p><p>Tentang Yang Mulia al-Allamah al-Mujtahid Abu Ibrahim Taqiyuddin an-Nabhani (w. 1398 H) -semoga Allah merahmati beliau-.</p><p><br /></p><p>سألني اليوم أحد المحبين فقال : ما رأيكم عن الشيخ تقي الدين النبهاني واتباعه ؟</p><p><br /></p><p>Hari ini aku ditanya oleh salah seorang Muhibbin (sebutan bagi para pecinta ulama): "Bagaimana pendapat anda tentang Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dan para pengikutnya?"</p><p><br /></p><p>فأجبته بقولي : سماحة الشيخ تقي الدين النبهاني عالم علامة مجتهد مجدد مصنف رضي الله عنه ورحمه وقد ترجمته في حاشية ترجمتي لجده لأمه الشيخ يوسف بن اسماعيل النبهاني بالجزء الثاني من "التشنيف" ( 2/ 662-669).</p><p><br /></p><p>Maka aku menjawabnya dengan berkata: "Yang Mulia Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani adalah seorang ulama yang sangat tinggi ilmunya, seorang mujtahid, seorang mujaddid, sekaligus seorang penulis. Semoga Allah meridhai dan merahmati beliau. Sudah saya jelaskan biografi beliau di hasyiyah (catatan kaki) saat menjelaskan biografi kakek beliau dari jalur Ibu. Yaitu Asy-Syaikh Yusuf bin Ismail an-Nabhani, tepatnya di juz dua dari kitab At-Tasynîf halaman 662-669."</p><p><br /></p><p>ثم قال السائل : هل الشيخ تقي الدين النبهاني من أهل السنة شيخي الحبيب ؟</p><p><br /></p><p>Lalu si Penanya berkata: "Wahai Guruku tercinta, apakah Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani itu tergolong Ahlussunnah?"</p><p><br /></p><p>فقلت : نعم هو من أجل وأفضل علماء أهل السنة وكان داعيا للتقريب على بصيرة.</p><p><br /></p><p>Aku jawab: "Ya, beliau termasuk ulama besar Ahlussunnah yang terkemuka. Beliau juga termasuk juru dakwah yang mengajak kepada persatuan dengan berdasarkan ilmu."</p><p><br /></p><p>وزدت هنا : كان رحمه لله تعالى عالما عاملا فردا في بابه، ذا استقلالية في الفكر لايقلد في الأصلين فضلا عن الفروع ،</p><p><br /></p><p>Dan di sini aku tambahkan: "Beliau -semoga Allah merahmati- adalah seorang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya, satu-satunya ahli di bidangnya, memiliki independensi dalam berfikir, tidak ber-taqlid dalam dua bidang ushul (ushuluddin dan ushulul fiqh), apalagi dalam perkara furu'.</p><p><br /></p><p>وله مصنفات نافعة جدا منها كتابه الكبير " الشخصية الإسلامية " في ثلاثة مجلدات . و" نظام الإسلام " ، والنظام الإجتماعي في الإسلام " ، و" النظام الإقتصادي في الإسلام" ، و" التفكير" ، و" مفاهيم سياسية " وغير ذلك .</p><p><br /></p><p>Beliau juga memiliki sejumlah karya yang sangat bermanfaat. Diantaranya adalah kitab beliau yang tebal Asy-syakhshiyyah Al-Islâmiyyah (Kepribadian Islam) yang terdiri dari tiga jilid, Nizhâmul Islam (Aturan Hidup Islam), an-Nizhâm al-Ijtimâ'i fil Islâm (Sistem Pergaulan Islam), an-Nizhâm al-Iqtishâdi fil Islâm (Sistem Ekonomi Islam), at-Tafkîr (Perihal Berfikir), Mafâhîm Siyâsiyyah (Konsepsi-konsepsi Politik), dan lain-lain.</p><p><br /></p><p>وهو صاحب مشروع إسلامي واضح المعالم . وكان من أجل الدعاة للإسلام على نور وبصيرة ، وفي اتباعه علماء وطلبة علم ودعاة .</p><p><br /></p><p>Beliau adalah seorang konseptor Islami yang memiliki pandangan jelas. Beliau termasuk pengemban dakwah yang mengajak kepada Islam berdasarkan cahaya dan ilmu. Diantara pengikut beliau ada para ulama, para pelajar, dan para pengemban dakwah.</p><p><br /></p><p>وقال لي صديقي السَّيدُ يوسفُ الرِّفاعيُّ الكويتيُّ: "التقيتُ بالشيخ تقيِّ الدين النبهانيِّ، وكان له عقلٌ لو وُزِّع على المسلمين المعاصرين لكفاهم".</p><p><br /></p><p>Sahabatku as-Sayyid Yusuf ar-Rifa'i al-Kuwaiti pernah berkata kepadaku: "Aku pernah bertemu dengan Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Beliau memiliki kepandaian yang apabila dibagikan kepada seluruh kaum muslimin yang hidup saat ini, niscaya mencukupi (menjadikan mereka pandai -penj.)."</p><p><br /></p><p>وقد ظلم في حياته وبعد وفاته . ولد في بلدة " إجزم " من قضاء حيفا الإسلامية المحتلة سنة 1328 ، وتوفي ببيروت سنة 1398، ودُفن بمقبرة الأوزاعيِّ رحمه الله تعالى.</p><p><br /></p><p>Sungguh beliau telah terzalimi semasa hidupnya dan setelah wafatnya. Beliau terlahir di daerah Ijzim yang masuk wilayah Haifa yang dikuasai penjajah pada tahun 1328. Beliau wafat di Beirut pada tahun 1398, dan dimakamkan di pemakaman al-Auza'i, semoga Allah merahmati beliau.</p><p><br /></p><p>Alih bahasa: Azizi Fathoni</p><p><br /></p><p>Nb. Silahkan dishare, Syaikh Mahmud Sa'id Mamduh -hafizhahullah- sudah mengizinkan.</p><p><br /></p><p>Malang. 20 Juli 2020.</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-66253100907251530282024-01-17T06:55:00.000-08:002024-01-17T06:55:07.244-08:00 "GEMBIRA DENGAN KEMATIAN TOKOH KESESATAN"<p> "GEMBIRA DENGAN KEMATIAN TOKOH KESESATAN"</p><p><br /></p><p>abu zaid</p><p><br /></p><p>(Anak Bertanya kepada Bapaknya)</p><p><br /></p><p>Anak: Ayah, ketika tokoh kesesatan dan musuh Islam mati bagaimana sikap kita? </p><p><br /></p><p>Ayah: Hal itu pernah terjadi di jaman Nabi Muhammad SAW Nak. </p><p><br /></p><p>Teladan Nabi Muhammad SAW saat orang yang menebar kerusakan di muka bumi meninggal, dengan mengucapkan maka Beliau SAW mengucapkan:</p><p><br /></p><p>يستريح منه العباد والبلاد والشجر والدواب</p><p><br /></p><p>“Orang-orang beriman, negeri, pepohonan, serta binatang-binatang lega dengan kematiannya” (HR. Bukhari dan Muslim).</p><p><br /></p><p>Anak: jadi kita bergembira ya Yah. </p><p><br /></p><p>Ayah: alhamdulillah lega begitu Nak. </p><p><br /></p><p>Anak: bukan kah ada larangan mencela mayat Ayah? </p><p><br /></p><p>Ayah: betul Nak. Tapi Imam Badruddin Al Aini menjelaskan sebagai berikut:</p><p>فإن قيل : كيف يجوز ذكر شر الموتى مع ورود الحديث الصحيح عن زيد بن أرقم في النهي عن سب الموتى وذكرهم إلا بخير ؟ وأجيب : بأن النهي عن سب الأموات غير المنافق والكافر والمجاهر بالفسق أو بالبدعة ، فإن هؤلاء لا يحرُم ذكرُهم بالشر للحذر من طريقهم ومن الاقتداء بهم</p><p><br /></p><p>“Jika ada yang menanyakan, ‘Apa boleh menyebut-nyebut keburukan mayit, padahal ada hadis sahih dari sahabat Zaid bin Arqom Radhiyallahu ‘anhu yang menerangkan larangan mencela mayit dan perintah menyebutkan kebaikan-kebaikannya?’</p><p><br /></p><p>Saya jawab,</p><p><br /></p><p>‘Larangan mencela mayit yang dijelaskan oleh hadis tersebut, berlaku kepada selain munafik, kafir, orang yang terang-terang melakukan tindakan fasik atau bidah (kesesatan). Mayit-mayit yang seperti itu tidak haram menyebut mereka dengan buruk, agar masyarakat berhati-hati dari ajarannya dan tidak menjadikannya sebagai teladan'” (‘Umdatul Qari Syarah Shahih al-Bukhari, 8: 282, Darul Kutub Ilmiyah 1421 H).</p><p><br /></p><p>Anak: kalo contoh sikap para ulama</p><p>Bagaimana Ayah? </p><p><br /></p><p>Ayah: ada banyak riwayat Nak. Bahwa para ulama gembira dengan kematian tokoh kesesatan. Diantaranya adalah:</p><p><br /></p><p>Salamah bin Syabib berkata, “Aku pernah duduk di dekat ‘Abdurrazaq As-Shan’ani, lalu tibalah kabar kematian Abdul Majid (tokoh sesat di zamannya). Lantas ‘Abdurrazaq mengatakan,</p><p><br /></p><p>الحمد لله الذي أراح أُمة محمد من عبد المجيد</p><p><br /></p><p>“Segala puji bagi Allah yang telah melegakan Umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kematian Abdul Majid” (Siyar A’lam An-Nubala’, 9: 435, Mu-assasah Ar-Risalah 1402 H).</p><p><br /></p><p>Saat tiba kabar kematian Wahb Al-Qurasyi (tokoh kesesatan), kepada Abdurrahman bin Mahdi, beliau Rahimahullah berkata,</p><p><br /></p><p>الحمد لله الذي أراح المسلمين منه</p><p><br /></p><p>“Segala puji bagi Allah yang telah mengistirahatkan kaum muslimin dari gangguannya” (Tarikh Madinah Dimasq 63: 422, Darul Fikr 1415 H).</p><p><br /></p><p>Di dalam Bidayah wan Nihayah (12: 338) Ibnu Katsir Rahimahullah berkata tentang kematian pemuka Syi’ah Rafidhah di zaman beliau yang bernama Hasan bin Shafi At-Turki,</p><p><br /></p><p>أراح الله المسلمين منه في هذه السنة في ذي الحجة منها، ودفن بداره، ثم نقل إلى مقابر قريش فلله الحمد والمنة، وحين مات فرح أهل السنة بموته فرحاً شديداً، وأظهروا الشكر لله، فلا تجد أحداً منهم إلا يحمد الله</p><p><br /></p><p>“Allah telah melegakan kaum muslimin dari kesesatannya di tahun ini, di bulan Dzulhijjah. Dia dikubur di rumahnya, lalu dipindah ke pemakaman Quraisy. Segala puji bagi Allah. Di saat kematiannya, ahlussunnah beriang gembira. Mereka menampakkan syukur kepada Allah. Tak ada satu pun ahlussunnah, kecuali memuji Allah atas kematiannya.”</p><p><br /></p><p>Anak: alhamdulillah ananda faham Ayah. Terimakasih Ayah. </p><p><br /></p><p>Ayah: alhamdulillah Nak, Sama sama Nak[]</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-47935546218953883912023-12-13T07:39:00.000-08:002023-12-13T07:39:55.950-08:00 10 Hal Tentang Syaikh Taqiyuddin An Nabhani<p> 10 Hal Tentang Syaikh Taqiyuddin An Nabhani</p><p><br /></p><p>1. Nama lengkapnya adalah Syaikh Muhammad Taqiyuddin bin Ibrahim bin Musthafa bin Ismail bin Yusuf An Nabhani dilahirkan pada 1909 di daerah Ijzim, P4le5t1na.</p><p><br /></p><p>2. Masa kecil beliau mendapat didikan ilmu dan agama dari ayahnya seorang syaikh yang faqih fid din, dan juga dari kakeknya yaitu Syaikh Yusuf bin Ismail bin Yusuf An Nabhani, seorang qadhi (hakim), penyair, sastrawan, dan salah seorang ulama terkemuka di daerah Turki Utsmani.</p><p><br /></p><p>3. Syaikh Taqiyuddin telah hafal Al Qur'an sejak usia 13 tahun.</p><p><br /></p><p>4. Beliau memulai pendidikannya di sekolah dasar negeri di daerah Ijzim. Kemudian beliau berpindah ke sekolah di Akko untuk melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah.</p><p><br /></p><p>5. Pada tahun 1928 Syaikh Taqiyuddin meneruskan pendidikannya di Tsanawiyah Al Azhar dan pada tahun yang sama beliau meraih ijazah dengan predikat sangat cemerlang.</p><p><br /></p><p>6. Tahun berikutnya beliau melanjutkan studinya di Kulliyah Darul Ulum yang saat itu merupakan cabang Al Azhar.</p><p><br /></p><p>7. Pada tahun 1940, Beliau diangkat sebagai Musyawir (Pembantu Qadhi) hingga tahun 1945, yakni saat beliau dipindah ke Ramallah untuk menjadi qadi di Mahkamah Ramallah.</p><p><br /></p><p>8. Pada tahun 1948, beliau kembali ke Palestina dan diangkat sebagai Qadhi (Hakim) di Mahkamah Syar'iyah Al Quds.</p><p><br /></p><p>9. Sejak remaja Syaikh Taqiyuddin sudah memulai aktivitas politiknya karena pengaruh kakeknya, Syekh Yusuf An Nabhani. Pengalaman itulah yang mengantarkannya mendirikan partai politik berasas Islam, H1zbut Tahrir di Al Quds (Yerusalem) pada tahun 1953.</p><p><br /></p><p>10. Syekh Taqiyuddin An Nabhani meninggal dunia pada tahun 1398 H/ 1977 M dan dimakamkan di Al Auza'i Beirut.</p><p><br /></p><p>Inilah sekilas tentang sosok Syaikh Taqiyuddin An Nabhani rahimahullata'ala. Semoga beliau berada diposisi yang tinggi bersama Rasulullah ﷺ dan para Sahabat. Semoga beliau menjadi imam atas umat yang sedang meneruskan perjuangan beliau. Aamiin.</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-13401836272921495322023-12-11T07:09:00.000-08:002023-12-11T07:09:24.886-08:00hukum uang tanda jadi (hāmisy jiddiyyah)? Apa bedanya antara uang muka (DP/’urbūn)<p> Hukum Uang Tanda Jadi (Hāmisy Jiddiyyah) dan Bedanya dengan DP (‘Urbūn)</p><p><br /></p><p>KH M Shidiq Al Jawi</p><p><br /></p><p>Tanya:</p><p><br /></p><p> Ustaz, mohon dijelaskan hukum uang tanda jadi (hāmisy jiddiyyah)? Apa bedanya antara uang muka (DP/’urbūn) dengan uang tanda jadi (hāmisy jiddiyyah)? (Hamba Allah)</p><p><br /></p><p>Jawab:</p><p><br /></p><p>Uang tanda jadi (hāmisy jiddiyyah) (هامش الجدية) dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah earnest money. Definisi uang tanda jadi (hāmisy jiddiyyah) adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh calon pembeli kepada calon penjual sebelum terjadinya akad jual beli, sebagai tanda keseriusan untuk melakukan akad jual beli, dengan ketentuan jika akad jual belinya terjadi, uang tanda jadi akan mengurangi total harga, dan jika akad jual belinya tidak terjadi, uang tanda jadi itu wajib dikembalikan oleh calon penjual kepada calon pembeli. (Muhammad Taqi al-Utsmani, Fiqhul Buyū’ ‘ala al-Madzāhib al-Arba’ah, Juz I, hlm. 115).</p><p><br /></p><p>Uang tanda jadi (hāmisy jiddiyyah) (هامش الجدية) hukumnya boleh (jā’iz) asalkan memenuhi empat syarat sebagai berikut.</p><p><br /></p><p>Pertama, uang tanda jadi diberikan oleh calon pembeli kepada calon penjual sebelum terjadinya akad jual beli.</p><p><br /></p><p>Kedua, uang tanda jadi statusnya adalah titipan (wadī’ah) di tangan calon penjual, jadi uang itu tidak boleh di-tasharruf-kan (dimanfaatkan) oleh calon penjual, misalnya digunakan untuk berjual beli, dijadikan gaji karyawan, dan sebagainya.</p><p><br /></p><p>Ketiga, uang tanda jadi itu mengurangi total harga jika calon pembeli jadi melakukan akad jual beli.</p><p><br /></p><p>Keempat, uang tanda jadi wajib dikembalikan kepada calon pembeli jika calon pembeli itu tidak jadi membeli (Muhammad Taqi al-Utsmani, Fiqhul Buyū’ ‘ala al-Madzāhib al-Arba’ah, Juz I, hlm. 115).</p><p><br /></p><p>Uang tanda jadi (hāmisy jiddiyyah) (هامش الجدية) ini mempunyai persamaan dan perbedaan dengan DP (uang muka/down payment/’urbūn).</p><p><br /></p><p>Persamaan uang tanda jadi (hāmisy jiddiyyah) dengan DP (uang muka/down payment/’urbūn) adalah bahwa uang tanda jadi dan DP sama-sama akan mengurangi total harga jika akad jual belinya terjadi atau tidak dibatalkan oleh pembeli. (Muhammad Taqi al-Utsmani, Fiqhul Buyū’ ‘ala al-Madzāhib al-Arba’ah, Juz I, hlm. 118).</p><p><br /></p><p>Adapun perbedaan uang tanda jadi (hāmisy jiddiyyah) dengan DP (uang muka/down payment/’urbūn), terdapat dalam tiga hal sebagai berikut.</p><p><br /></p><p>Pertama, perbedaan dari segi waktunya, apakah sebelum atau sesudah akad jual beli. Uang tanda jadi (hāmisy jiddiyyah) diberikan saat pra-akad (sebelum terjadinya akad jual beli) (qabla injāzi al-bay’).</p><p><br /></p><p>Sedangkan DP (urbūn) diberikan pasca-akad atau bersamaan saat akad (berbarengan atau sesudah terjadinya akad jual beli) (ma’a injāzi al-bay’ aw ba’dahu) (Muhammad Taqi al-Utsmani, Fiqhul Buyū’ ‘ala al-Madzāhib al-Arba’ah, Juz I, hlm. 118).</p><p><br /></p><p>Kedua, perbedaan dari segi terjadi perpindahan hak milik (naqlul milkiyyah, transfer of ownership) atau tidak. Uang tanda jadi (hāmisy jiddiyyah) jika diberikan, sifatnya adalah titipan (amanah), yaitu wadī’ah, di tangan pihak penjual. Artinya, uang tersebut belum menjadi hak milik pihak penjual, dan dengan demikian pihak penjual tidak boleh melakukan tasharruf (pemanfaatan) uang tersebut, misalnya digunakan untuk berjual beli sesuatu, atau untuk menyewa sesuatu, atau diberikan sebagai gaji karyawan, dsb.</p><p><br /></p><p>Adapun DP (urbūn), jika diberikan, sudah menjadi hak milik penjual, dan dengan demikian pihak penjual berhak melakukan tasharruf (pemanfaatan) terhadap uang DP tersebut (Muhammad Taqi al-Utsmani, Fiqhul Buyū’ ‘ala al-Madzāhib al-Arba’ah, Juz I, hlm. 115-116).</p><p><br /></p><p>Ketiga, perbedaan dari segi jika akad jual beli tidak terjadi atau dibatalkan. Jika akad jual beli tidak terjadi, uang tanda jadi (hāmisy jiddiyyah) wajib hukumnya dikembalikan oleh penjual kepada pembeli. Hal itu karena uang tanda jadi itu sebenarnya belum menjadi hak milik penjual, dan dengan demikian, penjual wajib mengembalikannya jika akad jual beli tidak terjadi.</p><p><br /></p><p>Adapun DP (urbūn), jika akad jual belinya dibatalkan pembeli, DP itu sudah menjadi hak milik pihak kedua (penjual) sehingga oleh karenanya, tidak dikembalikan oleh penjual kepada pembeli (yakni, DP hangus). (Muhammad Taqi al-Utsmani, Fiqhul Buyū’ ‘ala al-Madzāhib al-Arba’ah, Juz I, hlm. 118). Wallahualam.[]</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-60857099716201957512023-12-06T22:00:00.000-08:002023-12-06T22:00:35.927-08:00BERMUAMALAH DENGAN BANK (ISLAMI)<p> BERMUAMALAH DENGAN BANK (ISLAMI)</p><p> </p><p>Oleh : asy-Syaikh al-‘Alim ‘Atha` bin Khalil Abu ar-Rasytah</p><p><br /></p><p>Sesungguhnya akad-akad di dalam Islam itu tidak rumit dan bukan tidak jelas. Tetapi akad-akad di dalam Islam itu mudah dan jelas dan telah dijelaskan di dalam syara’ secara jelas:</p><p><br /></p><p>1- Penjual suatu barang haruslah pemilik barang itu, lalu dia tawarkan untuk dijual. Pembeli melihatnya dan jika dia menerima maka terjadikan akad, dan jika tidak, maka barang itu tetap milik pemiliknya itu. Tidak sahnya jual beli barang yang tidak dimiliki oleh penjualnya adalah tidak boleh di dalam Islam. Di antara dalil-dalilnya:</p><p><br /></p><p>Dari Hakim bin Hizam, ia berkata:</p><p><br /></p><p>«قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِي الرَّجُلُ يَسْأَلُنِي الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِي مَا أَبِيعُهُ مِنْهُ، ثُمَّ أَبِيعُهُ مِنْ السُّوقِ»، فَقَالَ: «لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ» رواه أحمد</p><p><br /></p><p>“Aku katakan: “ya Rasulullah, seorang laki-laki datang kepadaku memintaku menjual apa yang bukan milikku yang aku jual, kemudian aku membelinya dari pasar”. Beliau bersabda: “jangan engkau jual apa yang bukan milikmu”. (HR Ahmad).</p><p><br /></p><p>2- Semisal itu, seandainya Khalifah ingin mendistribusikan kepemilikan umum kepada masyarakat, atau mendistribusikan kepada masyarakat makanan dari kepemilikan negara, dan masing-masing orang mengetahui bagiannya, maka orang tidak boleh menjual bagiannya lebih dahulu sebelum dia menerimanya dari negara.</p><p><br /></p><p>Dan ini yang dijalani oleh para shahabat Rasulullah saw:</p><p><br /></p><p>Imam Malik telah mengeluarkan dari Nafi’ bahwa:</p><p><br /></p><p>أَنَّ حَكِيمَ بْنَ حِزَامٍ ابْتَاعَ طَعَاماً أَمَرَ بِهِ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ لِلنَّاسِ، فَبَاعَ حَكِيمٌ الطَّعَامَ قَبْلَ أَنْ يَسْتَوْفِيَهُ، فَبَلَغَ ذَلِكَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ فَرَدَّهُ عَلَيْهِ وَقَالَ: (لَا تَبِعْ طَعَاماً ابْتَعْتَهُ حَتَّى تَسْتَوْفِيَهُ)</p><p><br /></p><p>Hakim bin Hizam membeli makanan yang diperintahkan oleh Umar bin al-Khaththab untuk orang-orang, lalu Hakim menjual makanan itu sebelum dia menerimanya dan hal itu sampai kepada Umar bin al-Khaththab maka Umar mengembalikannya kepadanya dan Umar berkata: “jangan engkau jual makanan yang engkau beli sampai engkau menerimanya”.</p><p><br /></p><p>Imam Malik telah mengeluarkan bahwa bahwa telah sampai kepadanya bahwa:</p><p><br /></p><p>أَنَّ صُكُوكاً خَرَجَتْ لِلنَّاسِ فِي زَمَانِ مَرْوَانَ بْنِ الْحَكَمِ مِنْ طَعَامِ الْجَارِ، فَتَبَايَعَ النَّاسُ تِلْكَ الصُّكُوكَ بَيْنَهُمْ قَبْلَ أَنْ يَسْتَوْفُوهَا، فَدَخَلَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ وَرَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ عَلَى مَرْوَانَ بْنِ الْحَكَمِ، فَقَالَا: (أَتُحِلُّ بَيْعَ الرِّبَا يَا مَرْوَانُ؟ فَقَالَ: أَعُوذُ بِاللَّهِ، وَمَا ذَاكَ؟ فَقَالَا: هَذِهِ الصُّكُوكُ تَبَايَعَهَا النَّاسُ ثُمَّ بَاعُوهَا قَبْلَ أَنْ يَسْتَوْفُوهَا. فَبَعَثَ مَرْوَانُ الْحَرَسَ يَتْبَعُونَهَا يَنْزِعُونَهَا مِنْ أَيْدِي النَّاسِ وَيَرُدُّونَهَا إِلَى أَهْلِهَا)</p><p><br /></p><p>Shukuk (cek) telah keluar untuk orang-orang pada zaman Marwan bin al-Hakam berupa makanan yang disimpan di al-Jâri (tempat di pantai yang di situ makanan dikumpulkan dan disimpan), lalu orang-orang memperjualbelikan shukuk (cek) itu di antara mereka sebelum mereka menerimanya, maka Zaid bin Tsabit dan seseorang dari shahabat Rasulullah saw masuk menemui Marwan bin al-Hakam, keduanya pun berkata: “Apakah engkau menghalalkan jual beli riba ya Marwan?” Marwan berkata: “Aku berlindung kepada Allah, apa itu?” Keduanya berkata: “shukuk (cek) ini diperjualbelikan orang-orang dan mereka menjualnya sebelum mereka menerimanya (makanan)”. Maka Marwan pun mengirim para penjaga untuk menelusuri shukuk (cek) itu, mereka ambil dari tangan orang-orang dan mereka kembalikan kepada pemiliknya”.</p><p><br /></p><p>3- Tetapi muncul di negeri-negeri kaum Muslim lembaga-lembaga yang melakukan trik terhadap syara’ dan menyebut dirinya sendiri “islâmiy” seperti bank yang disebut “islamiy”. Lembaga itu bermuamalah secara haram tetapi tidak dengan cara ribawi seperti muamalah bank-bank ribawi, tetapi dia berjalan dengan cara haram yang lain:</p><p><br /></p><p>a- Jika Anda pergi ke bank konvensional, Anda ingin utang, maka bank memberi Anda (utang) dengan bunga ribawi tertentu. Tetapi jika Anda pergi ke bank yang disebut “islamiy” dan Anda ingin utang, maka bank itu memberi Anda utang tanpa tambahan, tetapi karena bank manapun bukanlah lembaga yang membantu orang karena Allah, maka dia menginginkan tambahan, tetapi tidak secara gamblang sebagaimana yang dilakukan oleh bank konvensional, sebab bank itu namanya islamiy! Dia tidak ingin bermuamalah dengan riba yang haram dengan pengharaman yang diketahui hingga oleh orang umum sekalipun. Melainkan bank itu berkata kepada Anda: “untuk apa Anda ingin utang?” Lalu Anda katakan: “untuk membeli mobil atau barang tertentu … sementara saya tidak memiliki harganya”. Maka bank berkata kepada Anda: “baik, kami belikan mobil (barang) itu dan kami bayar harganya secara kontan dan kami jual kepada Anda secara kredit dengan tambahan begini” dan dibuat kesepakatan dengan Anda sebelum bank membelinya. Artinya, jual beli antara bank dengan Anda secara angsuran (kredit) telah terjadi dan ditandatangani akadnya dan menjadi mengikat sebelum bank membeli barang tersebut, dan berikutnya Anda terikat untuk mengambilnya setelah bank membelinya. Artinya, akad jual beli telah dilakukan sebelum pemilikan bank atas barang itu. Anda tidak membelinya setelah bank memilikinya dan menawarkannya kepada Anda sehingga Anda bisa setuju atau tidak setuju. Melainkan di sini Anda tidak mampu menolaknya sebab pada asalnya barang itu dibeli untuk Anda bukan untuk bank. Jadi itu merupakan jual beli apa yang tidak dimiliki dan itu secara syar’iy tidak boleh… Tetapi, seandainya bank itu punya showroom mobil miliknya dan menawarkannya kepada orang-orang, dan dia jual kepada orang yang ingin secara angsuran (kredit) niscaya sah lah jual beli tersebut. Hanya saja bank bukanlah pedagang dengan makna yang telah dikenal, tetapi bank menginginkan keuntungan atas harta yang dia bayarkan. Maka bukannya bank itu mengambil bungan ribawi yang tidak sesuai dengan namanya yang “islâmiy”, malahan bank mendapatkannya dan lebih banyak dari itu melalui muamalah yang tidak syar’iy, yaitu jual beli apa yang tidak dimiliki yang diharamkan di dalam Islam!</p><p><br /></p><p>b- Mereka menyebutnya “murâbahah”, padahal itu bukanlah demikian. Jual beli murâbahah secara syar’iy adalah Anda pemilik barang dan Anda tawarkan untuk dijual, lalu pembeli datang dan menawar harganya kepada Anda, maka Anda katakan kepadanya “beri saya untung sekian atas apa yang Anda beli itu”, lalu dia sepakat setelah dia menelaahnya atas harga yang bebankan untuk pembeliannya dan dia merasa tenteram dengan itu. Lalu dia membayar harga ini dan keuntungan yang Anda berdua sepakati. Seperti yang Anda lihat, barang itu dimiliki oleh penjual ketika dia menawarkannya kepada pembeli. Jelas bahwa ini bukan yang ditransaksikan oleh bank yang disebut islâmiy itu atau lembaga-lembaga serupa.</p><p><br /></p><p>c- Kadang-kadang mereka menyebutnya “wa’dun -komitmen-“ dan bukan “bay’un -jual beli-“ dan ini rancu! Dan itu perkataan yang tidak benar. Sebab al-wa’du -komitmen- atau al-muwâ’adah -komitmen timbal balik- itu tidak bersifat mengikat. Tetapi di dalam muamalah bank, dia (wa’dun) itu bersifat mengikat. Kesepakatan dibuat sebelum bank memiliki barang. Oleh karena itu, orang tidak berkata kepada bank setelah bank memiliki mobil itu, orang itu mengatakan “saya tidak ingin membeli”. Ini tidak mungkin terjadi di dalam muamalah bank. Sebab akad telah terjadi sebelum pembeliannya (oleh bank), dan itu bersifat mengikat dan bukanlah wa’dun -komitmen-. Adapun al-wa’du bi al-bay’i -komitmen menjual- atau al-wa’du bi asy-syirâ`i -komitmen membeli- maka itu tentu saja tidak bersifat mengikat.</p><p><br /></p><p>Al-wa’du bi asy-syirâ`i -komitmen membeli- adalah tidak bersifat mengikat. Melainkan yang mengikat itu adalah akad yang dilakukan dengan ijab dan qabul. Dan ini telah terjadi antara bank dan orang itu sebelum bank memiliki mobil tersebut. Yang terjadi di antara bank dan orang itu adalah akad jual beli yang mengikat bagi orang itu. Jadi jual beli secara riil dan praktis telah terjadi antara bank dan orang itu sebelum bank memiliki mobil tersebut. Dalilnya bahwa bank ketika memiliki mobil tersebut, orang itu tidak bisa menolak untuk membelinya. Ini menyalahi hukum syara’ yang menjelaskan jual beli di dalam Islam.</p><p><br /></p><p>d- Dan kadang-kadang mereka menyebutnya pembelian dan bukan penjualan dan bahwa orang itu adalah orang yang menyuruh membeli (âmiru bi asy-syirâ`i). Dia berkata kepada bank, “beli untukku mobil …. “. Ini juga merupakan perkataan yang rancu. Sebab muamalah ini dengan sifat ini merupakan wakalah, yakni bahwa orang itu mewakilkan kepada bank dalam membeli untuknya mobil itu dengan harga sekian dengan imbalan upah tertentu untuk bank sebagai wakil membeli… Tetapi yang terjadi bukanlah demikian. Sebab mobil itu dicatatkan dengan nama bank. Jadi bank lah yang membelinya dari show room. Dan bank menjualnya dengan angsuran (kredit) untuk orang itu. Dan mobil itu tetap dicatatkan dengan nama bank sampai orang itu membayar harganya yang disebut angsuran. Mobil itu tidak dicatatkan dengan nama orang itu. Dan bank adalah wakil orang itu dalam membeli dengan imbalan upah tertentu, tetapi tidak demikian sama sekali … Itu dari semua aspek bukanlah wakalah. Seandainya orang itu mampu secara finansial dan dia ingin mewakilkan kepada bank untuk membelikan mobil untuknya dengan upah sekian, seandainya orang itu mampu secara finansial atas yang demikian niscaya dia tidak datang ke bank tetapi niscaya dia lebih afdhal secara pengalaman dalam membeli dan lebih ringan upah (biaya)nya dari bank …</p><p><br /></p><p>Oleh karena itu apa yang mereka namakan jual beli seperti itu tidak boleh. Ringkasnya, bahwa muamalah ini tidak boleh secara syar’iy.</p><p><br /></p><p>Sungguh membuat saya takjub, komentar salah seorang mereka seputar bank islamiy. Dia mengatakan bahwa bank konvensional menarik harta orang-orang yang tidak peduli dengan transaksi dengan riba. Tinggallah orang-orang yang agamis (relijius) yang tidak bermuamalah dengan riba dan harta mereka tetap berada di luar bank-bank konvensional. Bank-bank yang disebut “islâmiy” lah yang menarik harta orang-orang yang agamis, dengan bank-bank ini memanfaatkannya dengan cara bukan riba yang pengharamannya diketahui oleh orang umum. Bank itu memanfaatkannya dengan cara muamalah yang tidak syar’iy. Tetapi mudah meyakinkan orang-orang sederhana bahwa itu berasal dari syara’ seperti dicari untuknya sebutan di dalam syara’ seperti al-murâbahah misalnya, dan itu tidak jelas seperti riba tetapi kadang tidak diketahui oleh banyak orang yang agamis sehingga mereka menduga kebolehannya.</p><p><br /></p><p>Adapun tentang menempatkan harta sebagai amanah pada bank penjelasannya sebagai berikut :</p><p><br /></p><p>Al-wasîlah ilâ al-harâm harâmun -wasilah kepada yang haram adalah haram-. Benar hal itu berlaku atas segala hal, baik perbuatan individual seperti seseorang melakukan secara sepihak, atau perbuatan dari dua pihak, yakni akad … Melainkan pembedanya adalah bahwa ketika Anda melakukan wasilah yang mengantarkan kepada yang haram, Anda bertanggungjawab atas keharaman ini. Dan ketika Anda menjadi satu pihak di dalam akad maka keharaman itu terjadi pada pihak yang menempuh wasilah yang mengantarkan kepada yang haram itu. Dan jika kedua pihak menempuh jalan ini maka dosanya atas keduanya.</p><p><br /></p><p>Dan penempatan harta Anda sebagai amanah, yakni rekening giro tanpa bunga ribawi di bank, maka jika dalam dugaan kuat Anda bahwa bank akan menggunakan rekening giro Anda dalam riba maka tidak boleh Anda tempatkan amanah ini “rekening giro” pada bank tersebut. Hanya saja bank memisahkan antara amanah-amanah dengan bunga ribawi dan rekening giro tanpa bunga ribawi. Adapun harta yang ditempatkan dengan bunga maka digunakan dalam riba dan tidak diragukan dalam hal itu. Adapun rekening giro maka kadang digunakan, kadang dari rekening giro Anda atau dari rekening selain Anda. Hal itu karena rekening giro bisa ditarik kapan saja oleh pemiliknya … Oleh karenanya, itu menyerupai menempatkan amanah pada orang fasik. Jika Anda terpaksa untuk melakukan itu maka tidak ada dosa atas Anda. Dosa terhadapnya jika dia menggunakan amanah itu bukan pada tempatnya selama Anda tidak mengetahui hal itu atau rela. Begitulah bank, jika Anda tahu bahwa bank menggunakan rekening giro Anda di dalam riba maka tidak boleh.</p><p><br /></p><p>Dan tentu saja yang lebih afdhal, Anda tidak menempatkannya di bank atau pada orang fasik itu. Tetapi semua ini jika bank itu terakadkan secara shahih, seperti merupakan milik individu, atau milik negara, atau syirkah yang islamiy, atau syirkah musâhamah (PT) yang terakadkan bagi pelakunya … dan bukan syirkah musâhamah (PT) yang memiliki akad yang batil. Dan jika tidak, maka bermuamalah dengannya adalah tidak boleh dalam semua kondisi.</p><p><br /></p><p>Saudaramu,</p><p>Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-61050826551006402023-11-15T20:50:00.000-08:002023-11-15T20:50:13.604-08:00Membongkar Fitnah mantan<p> MEMBONGKAR FITNAH SANG MANTAN (14) </p><p><br /></p><p>*Khilafah Janji Allah & Bisyaroh Rasulullah*</p><p><br /></p><p>(Maaf agak panjang, tapi memuaskan, sambungan dari edisi sebelumnya) </p><p><br /></p><p>Oleh : Abul wafa Romli</p><p>https://abulwafaromli.blogspot.com/2023/11/membongkar-fitnah-sang-mantan-14.html?m=1</p><p><br /></p><p>Kedua :</p><p><br /></p><p>Dalil yang pasti (qoth'i tsubut dan qoth'i dalalah) bahwa Khilafah Janji Allah dalam surat An-Nur ayat 55 di atas, itu dikokohkan dengan bisyaroh (berita gembira) dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Rasulullah bersabda :</p><p><br /></p><p>تَكُوْنُ النُّبُوَّة فِيْكُمْ مَا شَاء اللهُ أَنْ تَكُوْنَ، ثُم يَرْفَعَهَا الله إِذَا شَاء أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّة فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعَهَا الله إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا عَاضًا فَيَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعَهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُم تَكُوْنُ مُلْكًا جَبَرِيَّةً فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعَهَا اللهُ إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ، ثُمَّ سَكَت</p><p><br /></p><p>"Sedang ada (daulah) nubuwwah di tengah kalian, dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada, kemudian Allah mengangkatnya jika Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah ala minhajin nubuwwah, dengan kehendak Allah, ia pun akan tetap ada, kemudian Allah mengangkatnya jika Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada mulkan 'adhdhon (kekuasaan yang zalim / khilafah umawiyyah, abbasiyyah dan 'utsmaniyah), dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada, kemudian Allah mengangkatnya jika Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada mulkan jabriyyah (kekuasaan yang diktator / sejak berakhirnya khilafah 'utsmaniyah, 3 Maret 1924), dengan kehendak Allah, ia pun akan tetap ada, kemudian, Allah mengangkatnya jika Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah ala minhajin nubuwwah". Kemudian Nabi pun diam". (HR Ahmad).</p><p><br /></p><p>Alhaitsamy berkata: “HR Ahmad, Bazar dan Thabrani dalam Al-Awsath, dan Rijalnya adalah Tsiqat”. (Aly bin Abu Bakar Alhaitsamy, Majma’uz Zawaaid wa Mamba’ul Fawaaid, Daar arroyaan litturaats, Daar alkitaabil ‘Araabi, Alqahiroh, berut, 1403 H, 5/189).</p><p><br /></p><p>Lalu apa dan bagaimana menurut Muafa terkait hadits ini? </p><p><br /></p><p>Menurut Muafa pada tulisannya seri ke (3) sampai seri ke (6), </p><p>https://www.facebook.com/groups/751471239696835/permalink/795052592005366/ </p><p>https://web.facebook.com/groups/751471239696835/permalink/795596571950968 </p><p>https://www.facebook.com/groups/751471239696835/permalink/795629815280977 </p><p>https://www.facebook.com/groups/751471239696835/permalink/795637101946915</p><p>terkait hadits Imam Ahmad dan perkataan Habib bin Salim, bahwa pase ke lima itu adalah pase Umar bin Abdulaziz. Dan Muafa menuturkan ibarot, bahwa Harmalah bin Yahya bertutur,</p><p><br /></p><p>سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ، يَقُولُ: الْخُلَفَاءُ خَمْسَةٌ: أَبُو بَكْرٍ، وَعُمَرُ، وَعُثْمَانُ، وَعَلِيٌّ، وَعُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ (آداب الشافعي ومناقبه (ص: 145)</p><p><br /></p><p>“Aku mendengar Asy-Syafi’i berkata, khulafa’ (rasyidin) itu ada lima; Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan Umar bin Abdul Aziz radhiyallahu anhum” (Āḍābu al-Syāfi‘ī wa Manāqibuhu hlm 145). Dan pada seri ke (7) https://www.facebook.com/groups/751471239696835/permalink/795644871946138</p><p>Muafa menuturkan ibarot, bahwa Abbad bin As-Sammak berkata,</p><p><br /></p><p>سَمِعْتُ سُفْيَانَ، يَقُولُ: الْخُلَفَاءُ: أَبُو بَكْرٍ، وَعُمَرُ، وَعُثْمَانُ، وَعَلِيٌّ، وَعُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، وَمَنْ سِوَاهُمْ فَهُوَ: مُبْتَزٌ (آداب الشافعي ومناقبه (ص: 146)</p><p><br /></p><p>“Aku mendengar Sufyan berkata, khulafa’ (rosyidin) adalah; Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan Umar bin Abdul Aziz. Selain mereka adalah mubtazz” (Āḍābu al-Syāfi‘ī wa Manāqibuhu hlm 145). Dan Muafa berkata; "Malahan, menurut informasi Ibnu Rojab, BANYAK IMAM yang berpendapat bahwa Umar bin Abdul Aziz termasuk khālifah rāsyid dan itu didasarkan hadis riwayat Ahmad tentang 5 fase itu. Ibnu Rajab berkata,</p><p><br /></p><p>ونصَّ كثيرٌ من الأئمَّة على أنَّ عمر بنَ عبد العزيز خليفةٌ راشد أيضاً، ويدلُّ عليه ما خرَّجه الإمام أحمد من حديث حُذيفة (جامع العلوم والحكم ت ماهر الفحل (2/ 775)</p><p><br /></p><p>“Banyak para imam menyatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah khālifah rāsyid juga. Yang menunjukkan hal itu adalah riwayat yang ditakhrij oleh Imam Ahmad dari hadis Hudzaifah” (Jāmi‘ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam, juz 2 hlm 775).</p><p><br /></p><p>Jadi sangat jelas kegagalan Muafa dalam memahami banyaknya para ulama yang memasukkan Umar bin Abdul Aziz ke dalam jajaran Alkhulafa' Arrosyidun. Sehingga menurutnya bahwa fase kepemimpinan kelima, yaitu khilafah ala minhajin nubuwwah, itu harus jatuh ke khilafahnya Umar bin Abdul Aziz. Bukan setelah runtuhnya khilafah Utsmaniyyah di Turki. </p><p><br /></p><p>Sesungguhnya terdapat perbedaan antara khilafah ala minhajin nubuwwah dan antara khulafa' rosyidun (para khalifah yang rosyid). Khilafah ala minhajin nubuwwah mengharuskan di dalamnya ada Khulafa' Rosyidun. Tetapi khulafa' rosyidun tidak harus ada di dalam khilafah ala minhajin nubuwwah. Khulafa' rosyidun bisa ada di dalam khilafah ala minhajil muluk (mulkan 'adhdhon), seperti Umar bin Abdul Aziz dan lainnya, seperti para khalifah rosyid dalam hadits dua belas khalifah versi Imam Suyuthi dalam kitabnya, Târîkh al-Khulafâ’. Ketika menjelaskan hadits 12 orang khalifah; </p><p><br /></p><p>ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِﺮِ ﺑْﻦِ ﺳَﻤُﺮَﺓَ ﻗَﺎﻝَ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﻘُﻮﻝُ : ﺇِﻥَّ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﺄَﻣْﺮَ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻘَﻀِﻲ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻤْﻀِﻲَ ﻓِﻴﻬِﻢْ ﺍﺛْﻨَﺎ ﻋَﺸَﺮَ ﺧَﻠِﻴﻔَﺔً </p><p>ﻛُﻠُّﻬُﻢْ ﻣِﻦْ ﻗُﺮَﻳْﺶٍ . ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ</p><p><br /></p><p>Dari Jabir bin Samuroh berkata: “Aku pernah mendengar Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya perkara agama ini tidak akan selesai sehingga berlalu pada mereka (kaum muslimin) dua belas khalifah yang semuanya dari Quraisy”. (HR Muslim), </p><p><br /></p><p>maka Imam Suyuthi (Tarikhul Khulafa’, juz 1, hal. 83, Maktabah Syamilah) berkata ;</p><p><br /></p><p>ﻭﻗﻴﻞ : ﺇﻥ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﻭﺟﻮﺩ ﺍﺛﻨﻲ ﻋﺸﺮ ﺧﻠﻴﻔﺔ ﻓﻲ ﺟﻤﻴﻊ ﻣﺪﺓ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺇﻟﻰ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻳﻌﻤﻠﻮﻥ ﺑﺎﻟﺤﻖ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﺗﺘﻮﺍﻝ ﺃﻳﺎﻣﻬﻢ ﻭﻳﺆﻳﺪ ﻫﺬﺍ ﻣﺎ ﺃﺧﺮﺟﻪ ﻣﺴﺪﺩ ﻓﻲ ﻣﺴﻨﺪﻩ ﺍﻟﻜﺒﻴﺮ ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺍﻟﺨﻠﺪ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ : ﻻ ﺗﻬﻠﻚ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻣﺔ ﺣﺘﻰ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻨﻬﺎ ﺍﺛﻨﺎ ﻋﺸﺮ ﺧﻠﻴﻔﺔ ﻛﻠﻬﻢ ﻳﻌﻤﻞ ﺑﺎﻟﻬﺪﻯ ﻭﺩﻳﻦ ﺍﻟﺤﻖ ﻣﻨﻬﻢ ﺭﺟﻼﻥ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺑﻴﺖ ﻣﺤﻤﺪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻋﻠﻰ ﻫﺬﺍ ﻓﺎﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﻘﻮﻟﻪ " ﺛﻢ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﻬﺮﺝ " ﺃﻱ ﺍﻟﻔﺘﻦ ﺍﻟﻤﺆﺫﻧﺔ ﺑﻘﻴﺎﻡ ﺍﻟﺴﺎﻋﺔ ﻣﻦ ﺧﺮﻭﺝ ﺍﻟﺪﺟﺎﻝ ﻭﻣﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﺍﻧﺘﻬﻰ</p><p>ﻗﻠﺖ : ﻭﻋﻠﻰ ﻫﺬﺍ ﻓﻘﺪ ﻭﺟﺪ ﻣﻦ ﺍﻻﺛﻨﻲ ﻋﺸﺮ ﺧﻠﻴﻔﺔ ﺍﻟﺨﻠﻔﺎﺀ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ ﻭﺍﻟﺤﺴﻦ ﻭﻣﻌﺎﻭﻳﺔ ﻭﺍﺑﻦ ﺍﻟﺰﺑﻴﺮ ﻭﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﻫﺆﻻﺀ ﺛﻤﺎﻧﻴﺔ ﻭﻳﺤﺘﻤﻞ ﺃﻥ ﻳﻀﻢ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﺍﻟﻤﻬﺘﺪﻱ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺒﺎﺳﻴﻴﻦ ﻷﻧﻪ ﻓﻴﻬﻢ ﻛﻌﻤﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﻓﻲ ﺑﻨﻲ ﺃﻣﻴﺔ ﻭﻛﺬﻟﻚ ﺍﻟﻄﺎﻫﺮ ﻟﻤﺎ ﺃﻭﺗﻴﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺪﻝ ﻭﺑﻘﻰ ﺍﻻﺛﻨﺎﻥ ﺍﻟﻤﻨﺘﻈﺮﺍﻥ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﺍﻟﻤﻬﺪﻱ ﻷﻧﻪ ﻣﻦ ﺁﻝ ﺑﻴﺖ ﻣﺤﻤﺪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ</p><p>(Terjemahkan sendiri...) </p><p><br /></p><p>Jadi khalifah rosyid itu bisa ada di mulkan 'adhdhon, yaitu khilafah umawiyyah, khilafah abbasiyyah dan khilafah utsmaniyah yang tidak dijumpai oleh Imam Suyuthi. Dan seandainya Imam Suyuthi menjumpainya, maka cara menghitung 12 khalifah kemungkinan akan berbeda, dengan mengurangi dan menambah, seperti menambahkan khalifah dari khilafah utsmaniyyah. </p><p><br /></p><p>Dan terkait problem memasukkan Umar bin Abdul Aziz dan lainnya ke dalam barisan khulafa' rosyidun yang membuat bingung para ulama dan pengikutnya, sehingga mereka menamai khilafahnya dengan khilafah ala minhajin nubuwwah kedua seperti dalam hadits Imam Ahmad; saya temukan jawabannya dari ulama yang memahami problem tersebut. Dan ia adalah Imam Taqiyyuddin An-Nabhani rh. Beliau berkata :</p><p><br /></p><p>أن المراد بالخلفاء الراشدين كل خليفة راشد، وليس هؤلاء الأربعة وحدهم. وأما حديث أن الخلافة ثلاثون سنة فلا دلالة فيه على أنهم وحدهم الراشدون، فكل خليفة راشد يدخل في هذا الحديث، فيدخل فيه مثلا عمر بن عبد العزيز</p><p><br /></p><p>"Bahwa yang dikehendaki dengan Alkhulafa' Arrosyidun adalah setiap khalifah yang rasyid, bukan hanya empat khalifah. Sedang hadits bahwa khilafah itu tiga puluh tahun, maka tidak berarti hanya merekalah yang rasyid. Tetapi setiap khalifah yang rasyid bisa masuk kedalam hadits itu (hadits وعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين ), seperti Umar bin Abdul Aziz. </p><p><br /></p><p>وأما قولهم إن العرف خصصه بالأئمة الأربعة فإنه لا قيمة فيه، لأن العرف المعتبر في دلالة الكلمات أو ما يسمى بالحقيقة العربية هو عرف أهل اللغة، وليس عرف الناس. وعرف أهل اللغة لم يطلق كلمة الخلفاء الراشدين على هؤلاء الأربعة حتى يقال حقيقة عرفية، وإنما أطلقها عرف طارئ عند غير أهل اللغة، وهذا لا قيمة له؛ لذلك ظل معنى كلمة الخلفاء الراشدين عاما يشمل كل خليفة راشد</p><p><br /></p><p>Adapun perkataan manusia bahwa 'uruf (tradisi) telah men-takhshish-nya (hadits wa'alaikum bissunnatiy wasunnatil khulafaair rosyidiin) dengan empat imam (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali), maka tidak memiliki nilai sama sekali. Karena 'uruf yang dinilai dalam makna kalimat, atau yang dinamakan haqiqoh 'urfiyyah, ialah 'urufnya ahli lughat, bukan 'urufnya manusia. 'Urufnya ahli lughat tidak mengucapkan kata Alkhulafa' Arrosyidun terhadap empat imam sehingga bisa dinamakan haqiqoh 'urfiyyah. Tetapi telah mengatakannya 'uruf yang datang dari selain ahli lughat dan ini tidak memiliki nilai. Karena itu, makna kalimat Alkhulafa' Arrosyidun tetap umum mencakup setiap khalifah yang rosyid ". (Asy-Syakhshiyyah Al-Islaamiyyah, 3/312, cet. 3, 2005).</p><p><br /></p><p>Dari sisi lain, seandainya benar, kenapa banyak ulama dahulu menyatakan bahwa khilafah ala minhajin nubuwwah kedua itu jatuh pada khilafahnya Umar bin Abdul Aziz, karena para ulama tersebut berada di dalam lingkaran pembatas zamannya, yaitu zaman mulkan 'adhdhon, dan belum masuk ke dalam lingkaran mulkan jabriyyah. Sehingga lingkaran pembatas itu yang membatasi ilmu dan makrifat mereka terhadap waktu datangnya khilafah ala minhajin nubuwwah kedua. Sedang Imam Taqiyyuddin telah keluar dari lingkaran mulkan 'adhdhon itu dan telah berada di lingkaran mulkan jabriyyah seperti kondisi sa'at ini. Sehingga ilmu dan makrifat Imam Taqiyyuddin dengan perkembangan zaman serta tantangannya itu melampaui ilmu dan makrifat para ulama terdahulu. Imam Taqiyyuddin makrifat terhadap fase mulkan jabriyyah yang sesungguhnya, sedang ulama dahulu makrifatnya terhadap mulkan jabriyyah keliru, karena menganggap khilafah sebelum Umar bin Abdul Aziz sebagai mulkan jabriyyah. Imam Taqiyyuddin menunggu dan berjuang untuk tegaknya khilafah ala minhajin nubuwwah kedua, sedang ulama dulu diam dari perjuangan ini, karena bagi mereka khilafah ala minhajin nubuwwah kedua telah berlalu seiring berlalunya Umar bin Abdul Aziz. Jadi Imam Taqiyyuddin telah memecahkan kebuntuan dan kebingungan umat akan makna dan waktu datangnya khilafah ala minhajin nubuwwah kedua. </p><p><br /></p><p>Dan seandainya benar bahwa khilafah ala minhajin nubuwwah kedua itu adalah khilafahnya Umar bin Abdul Aziz, maka akan muncul banyak pertanyaan dan kejanggalan, lalu khilafah abbasiyyah dan utsmaniyyah itu khilafah apa?, khulafa' rosyidun sebelum dan setelah Umar bin Abdul Aziz dalam haidts 12 khalifah itu masuk ke sistem pemerintahan apa, apa ada mulkan adhdhon kedua dan ketiga juga? Kemudian Imam Mahdi yang dalam hadits disebut sebagai khalifah itu di dalam khilafah apa, apa munkin ada khilafah ala minhajin nubuwwah ketiga?, dan seterusnya. Maka pernyataan Imam Taqiyyuddin An-Nabhani diatas adalah jawabannya. </p><p><br /></p><p>Dan pada seri ke (10) Muafa menyatakan :</p><p>===== m u a f a =====</p><p>Lagipula hadis-hadis yang menyebut al-Mahdi itu tidak semuanya menyebut sebagai khalifah. Ada yang hanya menyebutnya sebagai amir. Ada yang hanya menyebutnya yalī (يلي) yang memberi kesan hanya mengurus pemerintahan saja. Ada yang menyebutnya tanpa gelar apapun. Jadi, saat al-Mahdi muncul sekalipun tidak bisa dipastikan pemerintahannya seperti apa. Apalagi jika memahami khalifah dalam hadis Nabi ﷺ yang menyebut al-Mahdi itu sebagai suksesor saja, karena makna khalifah memang bisa dimaknai suksesor. Ini malah semakin menguatkan bahwa tidak ada dalil kuat yang menunjukkan sebelum al-Mahdi sudah ada khalifah atau bahwa al-Mahdi adalah khalifah.</p><p>Ada riwayat daif yang menyebut sebelum al-Mahdi akan ada sejumlah anak khalifah rebutan sesuatu yang berharga. Ini riwayat yang tidak bisa diterima untuk menunjukkan ada kekhilafahan sebelum al-Mahdi. Jika ini dipaksakan untuk diterima, maknanya malah makin tidak baik. Karena berarti perjuangan menegakkan khilafah adalah perjuangan pembentukan kekuasaan korup, rusak, penuh asap, penuh kezaliman, penuh kerusakan dan penuh fitnah! (bersambung ke bagian 11)</p><p>للهم أعذنا من مضلات الفتن</p><p>https://www.facebook.com/groups/751471239696835/permalink/795898958587396</p><p>===== s e l e s a i =====</p><p><br /></p><p>Muafa terlalu berhalusinasi. Ini jawaban telaknya :</p><p><br /></p><p>3 HADITS MENUNJUKKAN SEBELUM IMAM MAHDI SUDAH BERDIRI KHILAFAH</p><p><br /></p><p>Pertama, Hadits Tentang Kemunculan Imam Mahdi Ketika Ada Perselisihan Setelah Wafatnya Khalifah Sebelumnya.</p><p><br /></p><p>عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ : يَكُونُ اخْتِلاَفٌ عِنْدَ مَوْتِ خَلِيفَةٍ فَيَخْرُجُ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ هَارِبًا إِلَى مَكَّةَ فَيَأْتِيهِ نَاسٌ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ فَيُخْرِجُونَهُ وَهُوَ كَارِهٌ فَيُبَايِعُونَهُ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْمَقَامِ وَيُبْعَثُ إِلَيْهِ بَعْثٌ مِنَ الشَّامِ فَيُخْسَفُ بِهِمْ بِالْبَيْدَاءِ بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ فَإِذَا رَأَى النَّاسُ ذَلِكَ أَتَاهُ أَبْدَالُ الشَّامِ وَعَصَائِبُ أَهْلِ الْعِرَاقِ فَيُبَايِعُونَهُ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْمَقَامِ ثُمَّ يَنْشَأُ رَجُلٌ مِنْ قُرَيْشٍ أَخْوَالُهُ كَلْبٌ فَيَبْعَثُ إِلَيْهِمْ بَعْثًا فَيَظْهَرُونَ عَلَيْهِمْ وَذَلِكَ بَعْثُ كَلْبٍ وَالْخَيْبَةُ لِمَنْ لَمْ يَشْهَدْ غَنِيمَةَ كَلْبٍ فَيَقْسِمُ الْمَالَ وَيَعْمَلُ فِى النَّاسِ بِسُنَّةِ نَبِيِّهِمْ -صلى الله عليه وسلم- وَيُلْقِى الإِسْلاَمُ بِجِرَانِهِ إِلَى الأَرْضِ فَيَلْبَثُ سَبْعَ سِنِينَ ثُمَّ يُتَوَفَّى وَيُصَلِّى عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ. رواه أبو داود وأحمد والطبراني وابن حبان وأبو يعلى والحاكم.</p><p><br /></p><p>Dari Ummu Salamah isteri Nabi SAW dari Nabi SAW beliau bersabda; ”Akan ada perselisihan pada saat matinya seorang khalifah. Maka keluarlah seorang laki-laki dari penduduk kota Madinah berlari menuju Makkah. Orang-orang dari penduduk Makkah mendatanginya, lalu mereka mengeluarkan laki-laki itu sedang laki-laki itu membencinya. Kemudian mereka membaiat laki-laki itu di antara rukun [Yamani] dan Maqam [Ibrahim], lalu dikirimkan kepadanya satu pasukan lalu pasukan itu ditenggelamkan di Baida yang terletak antara Makkah dan Madinah. Maka tiba-tiba orang-orang melihat laki-laki itu didatangi oleh para Abdal dari Syam dan kelompok-kelompok dari Irak lalu mereka membaiat laki-laki itu di antara rukun [Yamani] dan Maqam [Ibrahim]. Lalu muncullah seorang laki-laki dari golongan Quraisy yang paman-pamannya dari suku Kalb, kemudian dia [Imam Mahdi] mengirimkan kepada mereka satu pasukan lalu pasukan itu pun mengalahkan mereka. Itu adalah pasukan suku Kalb, dan adalah suatu kerugian bagi siapa saja yang tidak mempersaksikan ghanimah dari Kalb itu. Kemudian dia [Imam Mahdi] mengamalkan di tengah manusia sunnah Nabi mereka dan menyebarkan Islam ke seluruh bumi. Dan dia [Imam Mahdi] akan tinggal selama tujuh tahun lalu [meninggal dan] disalatkan oleh kaum muslimin.”(HR Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Juz 4/175 no 4288; Musnad Ahmad, 6/316 no 26731; At-Thabrani, Al–Mu’jam Al–Ausath, no 1153; Shahih Ibnu Hibbān, 15/160 no 6757; Musnad Abu Ya’lā, 12/369 no 6940; Al-Hakim, Al–Mustadrak, Juz 4 no 8328).</p><p><br /></p><p>Imam Al-Haitsami dalam kitabnya Majma’uz Zawā’id (Juz 7 hlm. 318) menegaskan bahwa hadits tersebut statusnya adalah hadits shahih, dengan perkataannya:</p><p>رَوَاه الطَّبَرَانِيُّ فِي الأَوْسَطِ وَرِجالُهُ رِجالُ الصَّحيحِ</p><p>”Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Al Mu’jam Al Ausath dan para periwayatnya adalah periwayat-periwayat hadits shahih.” (rawāhu at-thabrāni fi al-ausath wa rijāluhu rijālush shahih). (Lihat : Muhammad Al-Syuwaiki, Al-Thariq Ila Daulah Al-Khilāfah, hlm. 57; Hisyam Abdur Rahim Sa’id & Muhammad Hisyam Abdur Rahim, Mausu’ah Ahadits Al-Fitan wa Asyrāth As-Sā’ah, Riyadh : Jihad Al-Ustadz & Maktabah Al-Kautsar, cetakan ke-2, 1429 H, hlm. 688; Muhammad Ahmad Al-Mubayyadh, Al-Mausu’ah fi Al-Fitan wa Al-Malāhim wa Asyrath As-Sā’ah, Kairo : Muassah Al-Mukhtar, cetakan ke-1, 2006/1425, hlm. 620).</p><p><br /></p><p>Kedua, Hadits Bahwa Imam Mahdi Akan Menjadi Khalifah Yang Banyak Menyebarkan Harta.</p><p>عن أبي سعيد رضي الله عنه قال: رسول الله صلى الله عليه وسلم: يَكونُ خَليفَةُ مِنْ خُلَفائِكُمْ فِي آخِرِ الزَّمانِ يَحْثو الْمَالَ وَلَا يَعُدُّهُ. رواه الإمام أحمد ومسلم</p><p>Dari Abu Sa’id Al-Khudri RA, dia berkata; ”Telah bersabda Rasulullah SAW; "Akan ada seorang khalifah dari khalifah-khalifah yang ada di tengah kamu di akhir zaman, yang akan memberikan harta, dan dia benar-benar tidak akan menghitung-hitungnya.” (HR Ahmad dan Muslim).</p><p><br /></p><p>Pada hadits ini jelas bahwa Imam Mahdi adalah seorang khalifah diantara khalifah-khalifah umat Islam. </p><p><br /></p><p>Ketiga, Hadits Yang Menunjukkan Bahwa Imam Mahdi Akan Muncul Setelah Ada Konflik Di Antara Tiga Orang Anak Laki-Laki Khalifah.</p><p><br /></p><p>عن ثوبان رضي الله عنه ، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : يَقْتَتِلُ عِنْدَ كَنْزِكُمْ ثَلَاثَةٌ ، كُلُّهُمْ ابْنُ خَلِيفَةٍ ، ثُمَّ لَا يَصِيرُ إِلَى وَاحِدٍ مِنْهُمْ ، ثُمَّ تَطْلُعُ الرَّايَاتُ السُّودُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ فَيَقْتُلُونَكُمْ قَتْلًا لَمْ يُقْتَلْهُ قَوْمٌ – ثُمَّ ذَكَرَ شَيْئًا لَا أَحْفَظُهُ – فَقَالَ : فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَبَايِعُوهُ وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الثَّلْجِ ، فَإِنَّهُ خَلِيفَةُ اللَّهِ الْمَهْدِيُّ. رواه ابن ماجه في ” السنن ” (رقم/4084)، والبزار في ” المسند ” (2/120)، والروياني (رقم/619)، والحاكم في ” المستدرك ” (4/510)، ومن طريقه البيهقي في دلائل النبوة</p><p><br /></p><p>Dari Tsauban RA, bahwa Nabi SAW telah bersabda; ”Akan ada tiga orang yang saling berperang memperebutkan harta karun kalian ini. Ketiganya adalah putra khalifah, kemudian tidak akan ada yang menang di antara mereka. Lalu datanglah panji-panji hitam dari arah timur, dan mereka akan memerangi kalian dengan peperangan yang belum pernah ada suatu kaum pun yang memerangi kalian seperti itu –lalu [kata periwayat hadits] Nabi SAW menyebutkan sesuatu yang aku tidak menghafalnya— maka jika kamu melihat dia, baiatlah dia walau pun kamu harus merangkak di atas salju, karena dia itu adalah Khalifatullah Al-Mahdi.” (HR Ibnu Majah, Sunan Ibnu Mājah, no. 4084; Al-Bazzar, Musnad Al-Bazzār, 2/120; Ar-Rauyāni (no. 619); Al-Hakim, Al-Mustadrak, 4/510; Al-Baihaqi dalam Dalā’ilun Nubuwwah).</p><p><br /></p><p>Syekh Nashiruddin Al-Albani menyimpulkan setelah menyebutkan 3 (tiga) hadits Nabi di atas :</p><p><br /></p><p>وَهَذِهِ الأَحاديثُ وَرَدَتْ فِي الفَتْرَةِ اَلَّتِي تَسْبِقُ ظُهُوْرَ الْمَهْدِيِّ ، مِمَّا يَدُلُّ عَلَى وُجُوْدِ خُلَفاءَ وَخِلَافَةٍ قَبْلَ ظُهُوْرِ الْمَهْدِيِّ وَنُزُوْلِ الْمَسِيْحِ – عَلَيْهُ السَّلامُ. إِشَاعَةً إِنَّ الخِلافَةَ لَا تَقومُ إِلَّا بِظُهُوْرِ الْمَهْدِيِّ وَنُزُوْلِ عِيْسَى يَشِيْعُ فِي الأُمَّةِ ظاهِرَةُ التَّوَاكُلِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ ، نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ ذَلِكَ كُلِّهِ ، واللَّهُ أَعْلَمُ .</p><p><br /></p><p>“Hadits-hadits ini terjadi pada masa yang mendahului munculnya Imam Mahdi AS, hal ini menunjukkan khalifah-khalifah dan Khilafah itu akan ada, sebelum munculnya Imam Mahdi AS dan sebelum turunnya Nabi Isa AS. Isu yang menyebar di tengah umat bahwa Khilafah tidak akan tegak kecuali dengan munculnya Imam Mahdi AS dan dengan turunnya Nabi Isa AS, sesungguhnya adalah fenomena sikap pasrah, lemah, dan malas. Na’ūzhu billāh min dzālik. (https://www.alalbany.org/fatwa-108).</p><p><br /></p><p>Terakhir :</p><p><br /></p><p>Dengan membaca 12 seri tulisan Muafa, serta membaca dua edisi tulisan saya membongkar fitnah sang mantan, maka nampak jelas bahwa Muafa hanya pandai berasumsi dan berhalusinasi yang menunjukan hawa nafsu kebenciannya terhadap Imam Taqiyyuddin, Hizbut Tahrir dan para aktivisnya. Lebih dari itu, Muafa telah memposisikan dirinya sebagai penghalang tegaknya khilafah ala minhajin nubuwwah kedua. Bahkan lebih dari itu, Muafa telah memposisikan dirinya sebagai pembatal syariat. Ia secara terang-terangan telah memposisikan dirinya sebagai musuh Islam dan kaum muslimin, layaknya Syaikh Ali Abdur Rozik dengan buku al-Islam wa Ushul al-Hukminya, agen intelektual Inggeris, yang kemudian seluruh gelarnya dicabut oleh Universitas Al-Azhar Cairo.</p><p><br /></p><p>Wallahu A'lam bish Showab</p><p>Semoga bermanfaat aamiin</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-48829029439416509952023-10-27T03:50:00.002-07:002023-10-27T03:50:15.283-07:00Pemilu dalam islam ,haikat dan hukumnya<p> *PEMILU DALAM ISLAM :*</p><p>*HAKIKAT DAN HUKUMNYA*</p><p><br /></p><p>Oleh : M. Shiddiq Al-Jawi</p><p><br /></p><p>*Adakah Pemilu dalam Islam?*</p><p><br /></p><p>Mungkin pertanyaan kita yang mendasar adalah, apakah Pemilu (intikhabat) itu ada dalam Islam? Jika Islam mengakui keberadaannya, apa dasar argumentasinya? Bagaimana kaitannya dengan cara pemilihan khalifah pada masa Khulafaur Rasyidin? Lalu, apakah Pemilu dalam Islam ini sama dengan Pemilu dalam sistem demokrasi? Mari kita mengkaji satu persatu jawabannya.</p><p><br /></p><p>Benar, Pemilu memang ada dan dibolehkan dalam Islam. Sebab, kekuasaan itu ada di tangan umat (as-sulthan li al-ummah). Ini merupakan salah satu prinsip dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Prinsip ini terlaksana melalui metode baiat dari pihak umat kepada seseorang untuk menjadi khalifah (Zallum, 2002: 41; Al-Khalidi, 1980: 95). Prinsip ini berarti, seseorang tidak akan menjadi penguasa (khalifah), kecuali atas dasar pilihan dan kerelaan umat. Nah, di sinilah pemilu dapat menjadi salah satu cara (uslûb) bagi umat untuk memilih siapa yang mereka kehendaki untuk menjadi khalifah.</p><p><br /></p><p>Namun, perlu dipahami, bahwa Pemilu hanyalah cara (uslûb), bukan metode (tharîqah). Cara mempunyai sifat tidak permanen dan bisa berubah-ubah, sedangkan metode bersifat tetap dan tidak berubah-ubah (An-Nabhani, 1973: 92). Lebih detilnya, cara merupakan perbuatan cabang (al-fi‘l al-far‘î) yang tidak mempunyai hukum khusus, yang digunakan untuk menerapkan hukum umum bagi perbuatan pokok (al-fi‘l al-‘ashlî). Cara Amil Zakat mengambil zakat dari muzakki, misalnya apakah dengan jalan kaki atau naik kendaraan; apakah harta zakat dicatat dengan buku atau komputer; apakah harta itu dikumpulkan di satu tempat atau tidak. Semua itu merupakan perbuatan cabang yang tidak memiliki hukum khusus, karena tidak ada dalil khusus yang mengaturnya secara spesifik. Perbuatan cabang itu sudah tercakup oleh dalil umum untuk perbuatan pokok (yaitu mengambil zakat), misalnya dalil QS At-Taubah [9]: 103. Maka dari itu, semua aktivitas tersebut termasuk cara (uslûb) yang hukumnya adalah mubah dan bisa saja berubah-ubah. Yang tidak boleh berubah adalah aktivitas mengambil zakat, sebab ia adalah metode yang sifatnya wajib dan tidak boleh ditinggalkan atau diubah. Termasuk juga metode adalah perbuatan cabang -dari perbuatan pokok- yang memiliki dalil khusus. Misalnya, kepada siapa zakat dibagikan, barang apa saja yang dizakati, dan berapa kadar zakat yang dikeluarkan. Semuanya berlaku secara permanen dan tidak boleh diubah, karena sudah dijelaskan secara rinci sesuai dengan dalil-dalil khusus yang ada (An-Nabhani,1953: 116; Zallum, 2002: 205-206; Al-Mahmud, 1995: 106-107).</p><p><br /></p><p>Demikian pula dalam masalah pemilihan dan pengangkatan khalifah dalam syariat Islam. Ada metode (tharîqah) yang tetap dan hukumnya wajib; ada pula cara (uslûb) yang bisa berubah dan hukumnya mubah. Dalam hal ini, hanya ada satu metode untuk mengangkat seseorang menjadi khalifah, yaitu baiat yang hukumnya adalah wajib (Abdullah, 1996: 130-131). Dalil wajibnya baiat adalah sabda Rasulullah saw.:</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat, maka dia mati seperti mati Jahiliah. (Hadis sahih. Lihat: Shahîh Muslim, II/240; Majma‘ Az-Zawâ’id, V/223-224; Nayl al-Awthâr,VII/183; Fath al-Bâri, XVI/240).</p><p><br /></p><p>Rasulullah saw. mencela dengan keras orang yang tidak punya baiat, dengan sebutan “mati Jahiliah”. Artinya, ini merupakan indikasi (qarînah), bahwa baiat itu adalah wajib hukumnya (Abdullah, 1996: 131).</p><p><br /></p><p>Adapun tatacara pelaksanaan baiat (kayfiyah ada’ al-bai’ah), sebelum dilakukannya akad baiat, merupakan uslûb yang bisa berbeda-beda dan berubah-ubah (An-Nabhani, 1973: 92). Dari sinilah, Pemilu (intikhabat) boleh dilakukan untuk memilih khalifah. Sebab, Pemilu adalah salah satu cara di antara sekian cara yang ada untuk melaksanakan baiat, yaitu memilih khalifah yang akan dibaiat.</p><p><br /></p><p>Mengapa cara pemilihan khalifah boleh berbeda dan berubah, termasuk dibolehkan juga mengambil cara Pemilu? Sebab, ada Ijma Sahabat (kesepakatan sahabat Nabi) mengenai tidak wajibnya (‘adamul wujub) untuk berpegang dengan satu cara tertentu untuk mengangkat khalifah (nashbul khalifah), sebagaimana yang terjadi pada masa Khulafaur Rasyidin. Cara yang ditempuh (sebelum baiat) berbeda-beda untuk masing-masing khalifah: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, ridhwânullâh ‘alayhim. Namun, pada semua khalifah yang empat itu selalu ada satu metode (tharîqah) yang tetap, dan tidak berubah-ubah, yaitu baiat. Baiat inilah yang menjadi satu-satunya metode untuk mengangkat khalifah (nashbul khalifah), tak ada metode lainnya. (Zallum, 2002: 82).</p><p><br /></p><p><br /></p><p>*Pemilihan Khulafaur Rasyidin*</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Baiat menurut pengertian syariat adalah hak umat untuk melangsungkan akad Khilafah (haq al-ummah fî imdhâ’ ‘aqd al-khilâfah) (Al-Khalidi, 1980: 114; 2002: 26). Baiat ada dua macam: Pertama, baiat in‘iqâd, yaitu baiat akad Khilafah. Baiat ini merupakan penyerahan kekuasaan oleh orang yang membaiat kepada seseorang sehingga kemudian ia menjadi khalifah. Kedua, baiat ath-thâ‘at (atau bay’ah ‘ammah), yaitu baiat dari kaum Muslim yang lainnya kepada khalifah, yang cukup ditampakkan dengan perilaku umat menaati khalifah (Al-Khalidi, 2002: 117-124).</p><p><br /></p><p>Baiat tersebut merupakan metode yang tetap untuk mengangkat khalifah. Maka dari itu, pada Khulafaur Rasyidin, akan selalu kita jumpai adanya baiat dari umat kepada para khalifahnya masing-masing. Adapun cara-cara praktis pengangkatan khalifah (ijrâ’at at-tanshîb), atau cara (uslûb) yang ditempuh sebelum baiat telah dilangsungkan dengan cara yang berbeda-beda. Dari cara-cara yang pernah dilakukan pada masa Khulafaur Rasyidin, dapat diambil cara-cara pengangkatan khalifah sebagai berikut (Zallum, 2002: 72-85):</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Pertama, cara seperti yang terjadi pada pengangkatan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, yaitu setelah wafatnya khalifah, dilakukan 5 (lima) langkah berikut: (1) diselengarakan pertemuan (ijtimâ‘) oleh mayoritas Ahlul Halli wal Aqdi; (2) Ahlul Halli wal Aqdi melakukan pencalonan (tarsyîh) bagi satu atau beberapa orang tertentu yang layak untuk menjabat khalifah; (3) dilakukan pemilihan (ikhtiyâr) terhadap salah satu dari calon tersebut; (4) dilakukan baiat in‘iqâd bagi calon yang terpilih; (5) dilakukan baiat ath-thâ‘at oleh umumnya umat kepada khalifah.</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Kedua, cara seperti yang terjadi pada pengangkatan Khalifah Umar bin al-Khaththab, yaitu ketika seorang khalifah merasa wafatnya sudah dekat, dia melakukan 2 (dua) langkah berikut, baik atas inisiatifnya sendiri atau atas permintaan umat: (1) khalifah itu meminta pertimbangan (istisyârah) kepada Ahlul Halli wal Aqdi mengenai siapa yang akan menjadi khalifah setelah dia meninggal; (2) khalifah itu melakukan istikhlâf/‘ahd (penunjukkan pengganti) kepada seseorang yang akan menjadi khalifah setelah khalifah itu meninggal. Setelah itu dilakukan dua langkah lagi: (3) calon khalifah yang telah ditunjuk dibaiat dengan baiat in‘iqâd untuk menjadi khalifah; (4) dilakukan baiat ath-thâ‘at oleh umat kepada khalifah.</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Ketiga, cara seperti yang terjadi pada pengangkatan Khalifah Utsman bin Affan, yaitu ketika seorang khalifah dalam keadaan sakratulmaut, atas inisiatifnya sendiri atau atas permintaan umat, dia melakukan langkah berikut: (1) khalifah melakukan penunjukkan pengganti (al-‘ahd, al-istikhlâf) bagi beberapa orang yang layak menjadi khalifah, dan memerintahkan mereka agar memilih salah seorang mereka untuk menjadi khalifah setelah dia meninggal, dalam jangka waktu tertentu, maksimal tiga hari. Setelah khalifah meninggal dilakukan langkah: (2) beberapa orang calon khalifah itu melakukan pemilihan (ikhtiyâr) terhadap salah seorang dari mereka untuk menjadi khalifah; (3) mengumumkan nama calon terpilih kepada umat; (4) umat melakukan baiat in‘iqâd kepada calon terpilih itu untuk menjadi khalifah; (5) dilakukan baiat ath-thâ‘at oleh umat secara umum kepada khalifah.</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Keempat, cara seperti yang terjadi pada pengangkatan Khalifah Ali bin Abi Thalib, yaitu setelah wafatnya khalifah, dilakukan langkah sebagai berikut: (1) Ahlul Halli wal Aqdi mendatangi seseorang yang layak menjadi khalifah; (2) Ahlul Halli wal Aqdi meminta orang tersebut untuk menjadi khalifah, dan orang itu menyatakan kesediaannya setelah merasakan kerelaan mayoritas umat; (3) umat melakukan baiat in‘iqâd kepada calon itu untuk menjadi khalifah; (4) dilakukan baiat ath-thâ‘at oleh umat secara umum kepada khalifah.</p><p><br /></p><p>Itulah empat cara pengangkatan khalifah yang diambil dari praktik pada masa Khulafaur Rasyidin. Berdasarkan cara pengangkatan Khulafaur Rasyidin di atas, khususnya pengangkatan Utsman bin Affan, Imam Taqiyuddin An-Nabhani (1963: 137-140) dan Imam Abdul Qadim Zallum (2002: 84-85) lalu mengusulkan satu cara dalam pengangkatan khalifah. Diasumsikan telah ada majelis umat yang merupakan majelis wakil umat dalam melakukan musyawarah dan muhâsabah (pengawasan) kepada penguasa. Cara pengangkatan khalifah ini terdiri dari 4 (empat) langkah:</p><p><br /></p><p>(1) Para anggota majelis umat yang Muslim melakukan seleksi terhadap para calon khalifah, mengumumkan nama-nama mereka, dan meminta umat Islam untuk memilih salah satu dari mereka. Di sinilah Pemilu bisa dilaksanakan sebagai cara pelaksanaannya.</p><p><br /></p><p>(2) Majelis umat mengumumkan hasil pemilihan umum (al-intikhâb) dan umat Islam mengetahui siapa yang meraih suara yang terbanyak.</p><p><br /></p><p>(3) Umat Islam segera membaiat (baiat in‘iqâd) orang yang meraih suara terbanyak sebagai khalifah.</p><p><br /></p><p>(4) Setelah selesai baiat, diumumkan ke segenap penjuru orang yang menjadi khalifah hingga berita pengangkatannya sampai ke seluruh umat, dengan menyebut nama dan sifat-sifatnya yang membuatnya layak menjadi khalifah.</p><p><br /></p><p><br /></p><p>*Pemilihan Anggota Majelis Umat*</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Di samping Pemilu untuk memilih khalifah, dalam sistem politik Islam juga ada Pemilu untuk memilih para anggota majelis umat. Jadi, proses untuk menjadi anggota lembaga tersebut adalah melalui pemilihan (al-intikhâbat) oleh umat, bukan melalui pengangkatan/penentuan (at-ta’yin) oleh khalifah. Mengapa melalui pemilihan? Sebab, di sini berlaku akad wakalah (perwakilan). Anggota majelis umat adalah wakil-wakil rakyat dalam penyampaian pendapat (ar-ra‘yu) dan pengawasan kepada penguasa (An-Nabhani, 1990: 90-96). Sedangkan wakil itu tiada lain dipilih oleh yang mewakilinya. Karena itu, anggota majelis umat haruslah dipilih oleh umat, bukan diangkat atau ditentukan oleh khalifah (Zallum, 2002: 221).</p><p><br /></p><p>Mengingat Pemilu untuk memilih anggota majelis umat adalah akad wakalah, maka implikasinya berbeda dengan akad Khilafah. Dalam akad wakalah, pihak muwakkil (yang mewakilkan) berhak memberhentikan wakilnya (‘azl al-wakil), sebagaimana pihak wakil boleh pula memberhentikan dirinya sendiri. Sebab, akad wakalah adalah akad yang tidak mengikat (al-‘aqd al-ja’izah) (Lihat: Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘alâ al-Mazhâhib al-Arba‘ah, III/148). Maka dari itu, umat memiliki hak untuk memberhentikan para wakilnya di majelis umah. Ini berbeda dengan akad Khilafah, sebab dalam akad Khilafah umat tidak berhak memberhentikan Khalifah (‘azl al-khalîfah). Jadi, meskipun umat yang mengangkat dan membaiat khalifah, tetapi umat tidak berhak memberhentikan khalifah, selama akad baiat telah dilakukan sempurna sesuai dengan syariat. Jika khalifah melanggar syariat Islam, yang berhak memberhentikannya adalah mahkamah mazhalim, yaitu lembaga peradilan (al-qadhâ’) yang bertugas menyelesaikan persengketaan antara umat dan penguasa/negara (Zallum, 2002: 114-115).</p><p><br /></p><p><br /></p><p>*Samakah Pemilu dalam sistem Khilafah dengan Pemilu dalam sistem Demokrasi?*</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Ketika Islam membolehkan Pemilu untuk memilih khalifah atau anggota majelis umat, bukan berarti Pemilu dalam Islam identik dengan Pemilu dalam sistem demokrasi sekarang. Dari segi cara/teknis (uslûb), memang boleh dikatakan sama antara Pemilu dalam sistem demokrasi dan Pemilu dalam sistem Islam (An-Nabhani, At-Tafkîr, 1973: 91-92; Urofsky, Demokrasi, 2003: 2).</p><p><br /></p><p>Namun demikian, dari segi falsafah dasar, prinsip, dan tujuan keduanya sangatlah berbeda; bagaikan bumi dan langit. Pertama, Pemilu dalam demokrasi didasarkan pada falsafah dasar demokrasi itu sendiri, yaitu pemisahan agama dari kehidupan (fashl al-dîn ‘an al-hayâh, secularism) (Al-Khalidi, 1980: 44-45), sedangkan Pemilu dalam Islam didasarkan pada akidah Islam, yang tidak pernah mengenal pemisahan agama dari kehidupan (Yahya Ismail, 1995: 23).</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Kedua, Pemilu dalam sistem demokrasi didasarkan pada prinsip kedaulatan di tangan rakyat (as-siyâdah li asy-sya‘b), sehingga rakyat, di samping mempunyai hak memilih penguasa, juga berhak membuat hukum. Sebaliknya, Pemilu dalam Islam didasarkan pada prinsip kedaulatan di tangan syariat (as-siyâdah li asy-syar‘î), bukan di tangan rakyat. Jadi, meskipun rakyat berhak memilih pemimpinnya, kehendak rakyat wajib tunduk pada hukum al-Quran dan as-Sunnah. Rakyat tidak boleh membuat hukum sendiri sebagaimana yang berlaku dalam demokrasi (An-Nahwi, 1985: 37-38; Ash-Shawi, 1996: 69-70; Rais, 2001: 311).</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Ketiga, tujuan Pemilu dalam sistem demokrasi adalah memilih penguasa yang akan menjalankan peraturan yang dikehendaki dan dibuat oleh rakyat. Sebaliknya, Pemilu dalam Islam bertujuan untuk memilih penguasa yang akan menjalankan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, bukan menjalankan hukum kufur buatan manusia seperti dalam demokrasi (Zallum, 1990: 1, 1994: 139-140; Belhaj, 1411 : 5).</p><p><br /></p><p>Jelaslah, pemilu dalam sistem Khilafah, walaupun ada kemiripan, tetap tidak sama dengan pemilu dalam sistem demokrasi saat ini. Ibaratnya adalah seperti babi dan sapi. Keduanya memang ada kemiripannya, misalnya sama-sama berkaki empat. Tapi yang pertama haram sedang yang kedua halal. Perbedaan-perbedaan pemilu dalam sistem demokrasi dan khilafah itulah yang wajib kita cermati, agar kita tidak terjerumus dalam dosa karena ikut-ikutan terlibat dalam praktik sistem demokrasi yang kufur.[]</p><p><br /></p><p>Wallahu a’lam.</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-30715822911674173842023-10-13T17:00:00.002-07:002023-10-13T17:00:18.896-07:00Apabila anak anda bertanya palestina<p> *25 INFORMASI PENTING TENTANG PALESTINA UNTUK ANAK*</p><p><br /></p><p>#Oleh: Dr. Jasim Al-Muthawwa’#</p><p><br /></p><p>Apabila anak Anda bertanya kepada Anda, mengapa Anda memberikan perhatian kepada Palestina dan selalu mengikuti berita Baitul Maqdis? Apa yang anda bicarakan? Apa jawaban Anda? Saya sarankan pembaca sebelum menyelesaikan tulisan ini berhenti sejenak dan memikirkan jawaban yang akan diungkapkan kepada anak andai ditanya pertanyaan ini.</p><p><br /></p><p>Anda bisa menggunakan (25) informasi penting ini untuk diketahui anak-anak kita tentang Palestina dan Baitul Maqdis, sehingga mereka tahu mengapa kita peduli terhadap Palestina dan apa yang terjadi di sana, dan saya menyarankan pembaca untuk membacakan artikel kepada anak-anaknya, atau mengirim link ke mereka melalui (WhatsApp) agar membacanya sehingga mereka mengetahui walaupun kita sibuk dengan urusan dunia, namun Palestina tetap masalah kita pertama setelah berperan menyadarkan kaum muslimin dan mengajari mereka.</p><p><br /></p><p>(1) Ceritakan kepada anak Anda, “Wahai anakku, sesungguhnya Palestina adalah tempat tinggal para Nabi. </p><p><br /></p><p>(2)Nabi kita Ibrahim AS hijrah ke Palestina. </p><p><br /></p><p>(3)Nabi Luth AS diselamatkan oleh Allah dari azab yang turun pada kaumnya menuju bumi yang diberkahi, bumi Palestina. </p><p><br /></p><p>(4)Nabi Daud AS tinggal di Palestina dan membangun mihrabnya, </p><p><br /></p><p>(5)dan Nabi Sulaiman AS memerintah seluruh dunia dari Palestina, kisahnya yang populer dengan semut dan berkata :</p><p> “Hai semut masuklah ke tempat tinggal kalian” , tempat yang disebut dengan wadi an-naml (lembah semut) di Palestina dekat (‘Asqalan). </p><p><br /></p><p>(6)Di Palestina juga terdapat mihrab Zakaria AS , </p><p><br /></p><p>(7)sebagaimana Musa AS meminta kaumnya memasuki Bumi Muqaddasah, ia menamakan dengan Al-Muqaddasah, yakni (suci) dari syirik, dan dijadikan tempat tinggal para Nabi. </p><p><br /></p><p>(8)Banyak mukjizat yang terjadi di dalamnya diantaranya </p><p><br /></p><p>(9)kelahiran Nabi Isa dari ibunya Maryam, seorang gadis kecil tanpa suami, dan Allah mengangkatnya ketika Bani Israil sepakat untuk membunuhnya. </p><p><br /></p><p>(10)Di Palestina Maryam menggoyang batang pohon kurma setelah kelahirannya dalam kondisi paling lemahnya wanita.</p><p><br /></p><p>(11)Termasuk tanda-tanda akhir zaman di Palestina, Isa akan turun di menara putih,</p><p> </p><p>(12)dan akan membunuh Dajjal di gerbang Lod Palestina, </p><p><br /></p><p>(13)dan itu adalah tanah Mahsyar dan Mansyar, </p><p><br /></p><p>(14)dan Ya’juj dan Ma’juj akan dibunuh di bumi Palestina di akhir zaman, serta banyak cerita lain terjadi di Palestina, </p><p><br /></p><p>(15)diantaranya kisah Thalut dan Jalut.</p><p><br /></p><p>(16)Anak saya bertanya, “Bagaimana dengan Nabi ﷺ dan hubungannya dengan Palestina?” </p><p>Saya jawab, “Dulu kiblat pada awal diperintahkannya shalat menghadap ke Palestina, dan ketika Nabi hijrah ke Madinah malaikat Jibril turun dan beliau sedang shalat, Jibril memerintahkan untuk mengubah kiblat dari Baitul Maqdis ke Mekah Al-Mukarramah lalu masjid tempat beliau shalat dinamakan masjid Dzulqiblatain (dua kiblat). </p><p><br /></p><p>(17)Demikian juga ketika Rasulullah melakukan Isra’, beliau pergi ke Baitul Maqdis sebelum Mi’raj ke langit. Inilah terminal pertama </p><p><br /></p><p>(18)Beliau berhenti setelah berangkat dari Mekah menuju langit, dan beliau menjad imam shalat para Nabi, karenanya tempat ini menjadi maqar para Nabi. </p><p><br /></p><p>(19)Abu Dzar Ra, bertanya kepada Rasullah, “Masjid mana yang pertama diletakkan oleh Allah dimuka bumi?” Beliau menjawab, “Masjidil Haram.” Aku bertanya lagi, “Kemudian masjid mana?” Beliau menjawab, “Masjidil Aqsha.” Aku bertanya lagi, “Berapa jarak antara keduanya?” Beliau menjawab, “Empat puluh tahun.” Kemudian beliau bersabda, “Dimanapun shalat menjumpaimu maka shalatlah, dan bumi bagi kalian adalah masjid.” </p><p><br /></p><p>(20)Wahai anakku, Apakah kamu tahu bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq Ra. meskipun sibuk dengan masalah kemurtadan orang-orang Arab di Jazirah Arab dengan memobilisasi pasukan untuk memerangi mereka agar kembali ke Islam yang benar, beliau tidak membatalkan pasukan yang diperintahkan Nabi untuk pergi ke Syam, meskipun membutukan kekuatan untuk mengembalikan stabilitas Jazirah. </p><p><br /></p><p>(21)Apakah kamu tahu masa keemasan penaklukan Islam di masa Umar Al-Faruq Ra, beliau tidak pernah keluar dari Madinah untuk merayakan penaklukan (pembukaan) negeri kecuali Palestina, beliau pergi ke sana sendiri dan membukanya dengan damai, shalat di dalamnya dan menerima kunci untuk menyelamatkan orang-orang Nasrani dari penindasan orang-orang Romawi saat itu. </p><p><br /></p><p>(22)Kemudian dibuka lagi oleh Shalahuddin di hari bersejarah tahun 583 H hari Jumat bertepatan dengan tanggal 27 Rajab, tanggal yang sama dengan malam mi’rajnya Nabi ke langit melalui Baitul Maqdis. Ini merupakan kesamaan yang ajaib dimana Allah memudahkan pengembalian Al-Quds kepada pemiliknya sama seperti waktu Isra’ dan Mi’raj.</p><p><br /></p><p>(23)Anak saya bertanya, “Kenapa dinamakan Baitul Maqdis dengan nama ini?” Saya menjawab, “Nama ini telah ada sebelum turunnya Al-Qur'an, ketika Al-Qur’an diturunkan ia disebut Masjid Al-Aqsha, dan dinamakan Baitul Maqdis karena kesuciannya yang istimewa. Karena itu, tanah Palestina dan Syam adalah tanah Ribath, telah syahid di dalamnya 5000 dari kalangan para sahabat mulia, mereka antusias untuk membuka Baitul Maqdis dan membebaskannya dari penindasan Romawi. </p><p><br /></p><p>(24)Para syuhada’ masih berguguran sampai hari ini, inilah tanah para syuhada’ dan tanah ribath.”</p><p><br /></p><p>(25)Anakku berkata, “Jadi pentingnya Masjid Al-Aqsha dan bumi Syam seperti pentingnya Haramain, Mekkah dan Madinah, bukankah seperti itu yah?” </p><p>Saya menjawab, “Ya, anakku. Allah ﷻ mengumpulkan keduanya dalam firman-Nya :</p><p>“Demi buah Tin dan buah Zaitun. Dan demi bukit Sinai. Dan demi kota Mekah ini yang aman.” (At-Tin: 1-3). </p><p><br /></p><p>Ibnu Abbas berkata: At-Tin adalah negeri Syam, Az-Zaitun negeri Palestina, bukit Sinai adalah gunung di mana Allah berbicara kepada Musa AS di Mesir, dan al-Balad al-Amin adalah Mekah Al-Mukarramah. </p><p>Allah ﷻ berfirman :</p><p>“Dan sungguh kami telah tetapkan dalam kitab-kitab setelah di catat di Lauh Mahfuzh bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hambaku yang shaleh.” (Al-Anbiya’: 105) </p><p><br /></p><p>salah satu tafsirnya bahwa umat Muhammad mewarisi tanah suci.</p><p><br /></p><p>Anakku berkata, “Sekarang aku paham pentingnya Palestina dan Masjid Al-Aqsha, sebagaimana aku paham bahwa shalat didalamnya dilipatgandakan menjad 500 kali lipat, apakah ini benar?” Saya menjawab, “Ya, itu benar, dan jangan kamu lupakan anak-anak palestina dan penduduknya dari do’amu. Semoga Allah memberkahimu nak.” </p><p><br /></p><p>*Kuttab Al-Fatih Surabaya*</p><p><br /></p><p>***</p><p><br /></p><p>Jika ada yang bertanya pada anda tentang palestina, katakanlah, </p><p><br /></p><p>"Di Palestina ada syahid, </p><p>yang ditolong oleh tenaga medis yang syahid, </p><p>diiringi ke pemakaman oleh yang syahid </p><p>lalu di sholatkan oleh yang syahid. </p><p><br /></p><p>Palestina adalah negeri subur yang di sirami oleh darah syuhada."</p><p><br /></p><p>***</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-38550159514360115312023-10-12T18:27:00.001-07:002023-10-12T18:27:14.698-07:00 *Palestina Tanah Yang (Pernah) Dijanjikan*<p> *KRONOLOGI SEJARAH PALESTINA*</p><p><br /></p><p>(tulisan ini pernah dimuat di Majalah Suara Hidayatullah, tahun 1996 – Silahkan diupdate jika ada informasi terbaru)</p><p><br /></p><p>oleh Fahmi Amhar</p><p><br /></p><p>*Palestina Tanah Yang (Pernah) Dijanjikan*</p><p><br /></p><p>*2000 SM – 1500 SM*: Ibrahim as. melahirkan Ismail as. (Bapak bangsa Arab) dan Ishak as. Ishak melahirkan Ya’kub as. alias Israel. Ya’kub punya anak Yusuf as, yang ketika kecil dibuang oleh saudaranya, namun belakangan menjadi bendahara kerajaan Mesir. Ketika dilanda paceklik, Ya’kub as. sekeluarga atas undangan Yusuf berimigrasi ke Mesir. Populasi anak keturunan Israel (bani Israel atau bangsa Israel) membesar.</p><p><br /></p><p>*1550 SM – 1200 SM*: Politik di Mesir berubah. Bani Israel dianggap problem, dan akhirnya oleh Fir’aun statusnya diubah menjadi budak.</p><p><br /></p><p>*1200 SM – 1100 SM*: Musa as. memimpin bangsa Israel meninggalkan Mesir, mengembara di padang Sinai menuju tanah yang dijanjikan, bila mereka taat kepada Allah. Namun saat mereka diperintah memasuki Filistin (Palestina), mereka membandel dan mengatakan:</p><p><br /></p><p>“Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi ada orang-orang yang gagah perkasa di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. (QS. 5:24)</p><p><br /></p><p>Akibatnya mereka dikutuk dan hanya berputar-putar saja di sekitar Palestina. Belakangan agama Musa as disebut “Yahudi” – menurut nama salah satu marga Israel yang paling banyak berketurunan, yakni Yehuda, dan bani Israel -tanpa memandang warga negara atau tanah air- disebut juga orang-orang Yahudi.</p><p><br /></p><p>*1000 SM – 922 SM*: Daud as. mengalahkan Goliath dari Filistin. Palestina berhasil direbut. Daud dijadikan raja. Wilayah kerajaannya membentang dari tepi Nil hingga Efrat di Iraq. Sekarang ini Yahudi tetap memimpikan kembali kebesaran Israel raya Raja Daud. Bendera Israel adalah dua garis biru (Nil dan Efrat) dan bintang Daud. Daud diteruskan Sulaiman as. Masjidil Aqsha dibangun.</p><p><br /></p><p>*922 SM – 800 SM*: Sepeninggal Sulaiman Israel dilanda perang saudara yang berlarut, hingga kerajaan tersebut terbelah dua: utara bernama Israel beribukota Samaria dan selatan bernama Yehuda beribukota Yerusalem.</p><p><br /></p><p>*800 SM – 600 SM*: Karena kerajaan Israel sudah terlalu durhaka kepada Allah swt. maka kerajaan itu dihancurkan lewat tangan kerajaan Asyiria.</p><p><br /></p><p>Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israel, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang tidak diingini hawa nafsu mereka, maka sebagian rasul-rasul itu mereka dustakan atau mereka bunuh. (QS. 5:70)</p><p><br /></p><p>Hal ini juga bisa dibaca di Bible: Kitab Raja-raja ke-I 14:15, dan Kitab Raja-raja ke-II 17:18.</p><p><br /></p><p>*600 SM – 500 SM*: Kerajaan Yehuda dihancurkan lewat tangan Nebukadnezar dari Babylonia. Dalam Bible Kitab Raja-raja ke-II 23:27 dinyatakan bahwa mereka tidak mempunyai hak lagi atas Yerusalem. Mereka diusir dari Yerusalem dan dipenjara di Babylonia.</p><p><br /></p><p>*500 SM – 400 SM*: Cyrus Persia meruntuhkan Babylonia dan mengijinkan bani Israel kembali ke Yerusalem.</p><p><br /></p><p>*330 SM – 322 SM*: Israel diduduki Alexander Agung dari Macedonia (Yunani). Ia melakukan Hellenisasi terhadap bangsa-bangsa taklukannya. Bahasa Yunani menjadi bahasa resmi Israel, sehingga nantinya Injil pun ditulis dalam bahasa Yunani, dan bukan dalam bahasa Ibrani.</p><p><br /></p><p>*300 SM – 190 SM*: Yunani dikalahkan Romawi. Maka Palestina pun dikuasai imperium Romawi.</p><p><br /></p><p>*1 – 100*: Nabi Isa as. (Yesus) lahir, kemudian menjadi pemimpin gerakan melawan penguasa Romawi. Namun selain dianggap subversi oleh penguasa Romawi (dengan ancaman hukuman tertinggi yaitu disalib), ajaran Yesus sendiri ditolak oleh para rabi Yahudi. Namun setelah Nabi Isa Alaihissalam diangkat atas kehendak Nya, bangsa Yahudi memberontak terhadap Romawi.</p><p><br /></p><p>*Palestina area bebas Yahudi*</p><p><br /></p><p>*100 – 300*: Pemberontakan berulang. Akibatnya Palestina dihancurkan dan dijadikan area bebas Yahudi. Mereka dideportasi keluar Palestina dan terdiaspora ke segala penjuru imperium Romawi. Namun demikian tetap ada sejumlah kecil pemeluk Yahudi yang tetap bertahan di Palestina. Dengan masuknya Islam serta dipakainya bahasa Arab di kehidupan sehari-hari, mereka lambat laun terarabisasi atau bahkan masuk Islam.</p><p><br /></p><p>*313*: Pusat kerajaan Romawi dipindah ke Konstantinopel dan agama Kristen dijadikan agama negara.</p><p><br /></p><p>*500 – 600*: Bangsa Yahudi merembes ke semenanjung Arabia (di antaranya di Khaibar dan sekitar Madinah), kemudian berimigrasi dalam jumlah besar ke daerah tersebut ketika terjadi perang antara Romawi dan Persia.</p><p><br /></p><p>*619*: Nabi Muhammad saw melakukan perjalanan ruhani: Isra’ dari masjidil Haram ke masjidil Aqsha dan Mi’raj ke langit. Rasulullah menetapkan Yerusalem sebagai kota suci-3 ummat Islam, sholat di masjidil Aqsha dinilai 500 kali dibanding sholat di masjid yang lain selain masjidil Haram dan masjid Nabawi. Masjidil Aqsha juga menjadi kiblat ummat Islam sebelum dipindah ke ka’bah.</p><p><br /></p><p>*622*: Hijrah nabi ke Madinah dan pendirian negara Islam (yang seterusnya disebut khilafah). Nabi mengadakan perjanjian dengan penduduk Yahudi di Madinah dan sekitarnya, yang dikenal dengan “Piagam Madinah”.</p><p><br /></p><p>*626*: Pengkhianatan Yahudi dalam perang Ahzab (atau perang parit) dan berarti melanggar Piagam Madinah. Sesuai dengan aturan di Kitab Taurat mereka sendiri, mereka dibunuh atau diusir.</p><p><br /></p><p>*Palestina di bawah Daulah Islam*</p><p><br /></p><p>*638*: Di bawah Umar bin Khattab, seluruh Palestina dimerdekakan dari penjajah Romawi. Seterusnya seluruh penduduk Palestina, *muslim maupun non muslim, hidup aman di bawah khilafah. Kebebasan beragama dijamin*.</p><p><br /></p><p>*700 – 1000*: Wilayah Islam meluas dari Asia Tengah, Afrika hingga Spanyol. Di dalamnya, bangsa Yahudi mendapat peluang ekonomi dan intelektual yang sama. Ada beberapa ilmuwan yang terkenal di dunia Islam yang sesungguhnya adalah orang Yahudi.</p><p><br /></p><p>*1076*: Yerusalem dikepung tentara salib dari Eropa. Karena pengkhianatan kaum munafik (sekte Drusiah yang mengaku Islam tapi ajarannya sesat), pada 1099 tentara salib berhasil menguasai Yerusalem dan mengangkat seorang raja Kristen. Penjajahan ini berlangsung hingga 1187, sampai Salahuddin al Ayubi membebaskannya, setelah ummat Islam yang terlena sufisme yang sesat bisa dibangkitkan kembali.</p><p><br /></p><p>Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. …(QS. 13:11)</p><p><br /></p><p>*1453*: Setelah melalui proses reunifikasi dan revivitalisasi wilayah-wilayah khilafah yang tercerai berai setelah hancurnya Bagdad oleh tentara Mongol (1258), khilafah Utsmaniyah di bawah Muhammad Fatih menaklukkan Kontantinopel, dan mewujudkan nubuwwah Rasulullah. 700 tahun lebih kaum muslimin berlomba untuk menjadi mereka yang diramalkan Rasul dalam hadits berikut:</p><p><br /></p><p>Hari kiamat tak akan tiba sebelum tanah Romawi di dekat al-A’maq atau Dabiq ditaklukkan. Sepasukan tentara terbaik di dunia akan datang … Maka mereka bertempur. Sepertiga dari mereka akan lari, dan Allah tak akan memaafkannya. Sepertiga lagi ditakdirkan gugur sebagai syuhada. Dan sepertiga lagi akan menang dan menjadi penakluk Konstantinopel. (HR Muslim, no. 6924)</p><p><br /></p><p>*1492*: Andalusia sepenuhnya jatuh ke tangan Kristen Spanyol (reconquista). Karena cemas suatu saat ummat Islam bisa bangkit lagi, maka terjadi pembunuhan, pengusiran dan pengkristenan massal. Hal ini tak cuma diarahkan pada muslim namun juga pada Yahudi. Mereka lari ke wilayah khilafah Utsmaniyah, di antaranya ke Bosnia. Pada 1992 raja Juan Carlos dari Spanyol secara resmi meminta maaf kepada pemerintah Israel atas holocaust 500 tahun sebelumnya.</p><p><br /></p><p>*1500-1700*: Kebangkitan pemikiran di Eropa, munculnya sekularisme (pemisahan gereja – negara), nasionalisme dan kapitalisme. Mulainya kemajuan teknologi modern di Eropa. Abad penjelajahan samudera dimulai. Mereka mencari jalur alternatif ke India dan Cina, tanpa melalui daerah-daerah Islam. Tapi berikutnya mereka didorong semangat kolonialisme / imperialisme.</p><p><br /></p><p>*1529*: Tentara khilafah berusaha menghentikan arus kolonialisme / imperialisme serta membalas reconquista langsung ke jantung Eropa dengan mengepung Wina, namun gagal. Tahun 1683 kepungan ini diulang, dan gagal lagi. Kegagalan ini terutama karena tentara Islam terlalu yakin pada jumlah dan perlengkapannya.</p><p><br /></p><p>… yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfa’at kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dan bercerai-berai. (QS. 9:25)</p><p><br /></p><p>*Barat memperalat Yahudi*</p><p><br /></p><p>*1798*: Napoleon berpendapat bahwa bangsa Yahudi bisa diperalat bagi tujuan-tujuan Perancis di Timur Tengah. Wilayah itu secara resmi masih di bawah khilafah.</p><p><br /></p><p>*1831*: Untuk mendukung strategi “devide et impera” Perancis mendukung gerakan nasionalisme Arab, yakni Muhammad Ali di Mesir, dan Pasya Basyir di Libanon. Khilafah mulai lemah dirongrong oleh nasionalisme.</p><p><br /></p><p>*1835*: Sekelompok Yahudi membeli tanah di Palestina, dan lalu mendirikan sekolah Yahudi pertama di sana. Sponsornya adalah milyuner Yahudi Inggris, Sir Moshe Monteveury, anggota Free Masonry. Ini adalah pertama kalinya sekolah berkurikulum asing di wilayah khilafah.</p><p><br /></p><p>*1838*: Inggris membuka konsulat di Yerusalem yang merupakan perwakilan Eropa pertama di Palestina.</p><p><br /></p><p>*1849*: Kampanye mendorong imigrasi orang Yahudi ke Palestina. Pada masa itu jumlah Yahudi di Palestina baru sekitar 12000. Pada tahun 1948 jumlahnya sudah 716700, dan pada 1964 sudah hampir 3 juta.</p><p><br /></p><p>*1882*: Imigrasi besar-besaran orang Yahudi ke Palestina yang berselubung agama, simpati dan kemanusiaan bagi penderitaan Yahudi di Eropa saat itu.</p><p><br /></p><p>*1891*: Para penduduk Palestina mengirim petisi kepada khalifah, menuntut dilarangnya imigrasi besar-besaran ras Yahudi ke Palestina. Sayang saat itu khilafah sudah “sakit-sakitan” (dijuluki “the sick man at Bosporus”), dekadensi pemikiran meluas, walau Sultan Abdul Hamid sempat membuat terobosan dengan memodernisir infrastruktur, termasuk memasang jalur kereta api dari Damaskus ke Madinah via Palestina !! Sayang, sebelum selesai, Sultan Abdul Hamid dipecat oleh Syaikhul Islam (Hakim Agung) yang telah dipengaruhi Inggris. PD-I meletus, dan jalur kereta tersebut dihancurkan.</p><p><br /></p><p>*Zionisme*</p><p><br /></p><p>*1896*: Theodore Herzl merampungkan sebuah doktrin baru Zionisme sebagai gerakan politik untuk mendirikan negara Yahudi Israel. Mereka mendapat inspirasi untuk “bekerjasama” dengan negara-negara besar (Amerika, Inggris, Perancis, Rusia) dalam realisasinya. Sebaliknya negara-negara besar itu berkepentingan dengan sumber alam di wilayah itu, dan memerlukan “agen” untuk melemahkan ummat Islam di sana.</p><p><br /></p><p>*1897*: Theodore Herzl menggelar kongres Zionis dunia pertama di Basel, Swiss. Peserta Kongress-I Zionis mengeluarkan resolusi, bahwa ummat Yahudi tidaklah sekedar ummat beragama, namun adalah bangsa dengan tekad bulat untuk hidup secara berbangsa dan bernegara. Dalam resolusi itu, kaum zionis menuntut tanah air bagi ummat Yahudi -walaupun secara rahasia- pada “tanah yang bersejarah bagi mereka”. Sebelumnya Inggris hampir menjanjikan tanah protektorat Uganda atau di Amerika Latin! Di kongres itu, Herzl menyebut, zionisme adalah jawaban bagi “diskriminasi dan penindasan” atas ummat Yahudi yang telah berlangsung ratusan tahun. Pergerakan ini mengenal kembali, bahwa nasib ummat Yahudi hanya bisa diselesaikan di tangan ummat Yahudi sendiri. Di depan Kongres Herzl berkata: “Dalam 50 tahun akan ada negara Yahudi !!!” Apa yang direncanakan Herzl menjadi kenyataan pada 1948.</p><p><br /></p><p>*1916*: Perjanjian rahasia Sykes-Picot oleh sekutu – (Inggris, Perancis, Rusia) dibuat saat meletusnya PD-I, untuk mencengkeram wilayah-wilayah Arab dari khilafah Utsmaniyah dan membagi-bagi di antara mereka. PD-I berakhir dengan kemenangan sekutu. Inggris mendapat kontrol atas Palestina. Di PD-I ini, Yahudi Jerman berkomplot dengan sekutu untuk tujuan mereka sendiri (memiliki pengaruh atau kekuasaan yang lebih besar).</p><p><br /></p><p>*1917*: Menlu Inggris keturunan Yahudi, Arthur James Balfour, dalam deklarasi Balfour, memberitahu pemimpin Zionis Inggris, Lord Rothschild, bahwa Inggris akan memperkokoh pemukiman Yahudi di Palestina dalam membantu pembentukan tanah air Yahudi. Lima tahun kemudian Liga Bangsa-bangsa (cikal bakal PBB) memberi mandat ke Inggris untuk menguasai Palestina.</p><p><br /></p><p>*Setelah Hancurnya Khilafah Islam*</p><p><br /></p><p>*1924*: Mustafa Kemal Ataturk – seorang Turki yang terdidik oleh Free Masonry, menganggap kemunduran khilafah itu karena Islam. Ia merasa jalan keluarnya adalah nasionalisme dan sekularisme seperti yang telah berhasil di Barat. Bersama tentara yang seide, ia merebut kekuasaan dan mengumumkan bahwa khilafah bubar. Dengan itu maka tidak ada lagi ikatan antar ummat Islam sedunia yang akan “take care” bila ada satu bumi Islam jatuh dalam penderitaan. Nasionalisme menggantikan solidaritas Islam (ukhuwah Islamiyah).</p><p><br /></p><p>*1938*: Nazi Jerman menganggap bahwa pengkhianatan Yahudi Jerman adalah biang keladi kekalahan mereka pada PD-I yang telah menghancurkan ekonomi Jerman. Maka mereka perlu “penyelesaian terakhir” (Endlösung). Ratusan ribu dikirim ke kamp konsentrasi atau lari ke luar negeri (terutama ke USA). Sebenarnya ada etnis lain serta kaum intelektual yang berbeda politik dengan Nazi yang bernasib sama, namun setelah PD-II Yahudi lebih berhasil menjual ceritanya karena menguasai banyak surat kabar atau kantor berita di dunia.</p><p><br /></p><p>*1944*: Partai buruh Inggris yang sedang berkuasa secara terbuka memaparkan politik “Membiarkan orang-orang Yahudi terus masuk ke Palestina, jika mereka ingin jadi mayoritas. Masuknya mereka akan mendorong keluarnya pribumi Arab dari sana”. Kondisi Palestina memanas.</p><p><br /></p><p>*1947*: PBB merekomendasikan pemecahan Palestina menjadi dua negara: Arab dan Israel.</p><p><br /></p><p>*1948 14 Mei*: sehari sebelum habisnya perwalian Inggris di Palestina para pemukim Yahudi memproklamirkan kemerdekaan negara Israel, melakukan agresi bersenjata terhadap rakyat Palestina yang masih lemah, jutaan dari mereka terpaksa mengungsi ke Libanon, Yordania, Syria, Mesir dll. Palestinian Refugees menjadi tema dunia. Namun Israel menolak existensi rakyat Palestina ini, dan menganggap mereka telah memajukan areal yang semula kosong dan terbelakang. Timbullah perang antara Israel dengan negara-negara Arab tetangganya. Namun karena para pemimpin Arab sebenarnya ada di bawah pengaruh Inggris, maka Israel mudah merebut daerah Arab Palestina yang telah ditetapkan PBB.</p><p><br /></p><p>*Setelah Negara Israel Berdiri*</p><p><br /></p><p>*1948 2 Desember*: Protes keras Liga Arab atas tindakan USA dan sekutunya berupa dorongan dan fasilitas yang mereka berikan bagi imigrasi zionis ke Palestina. Pada waktu itu, Ikhwanul Muslimin (IM) di bawah Hasan Al-Bana mengirim 10000 mujahidin untuk berjihad melawan Israel. Usaha ini kandas bukan karena mereka dikalahkan Israel, namun karena Raja Farouk yang korup dari Mesir takut bahwa di dalam negeri, IM bisa kudeta. Akibatnya, tokoh-tokoh IM dipenjara atau dihukum mati.</p><p><br /></p><p>*1952*: Para perwira Mesir di bawah Jamal Abdul Nasser melakukan kudeta terhadap Raja Farouk.</p><p><br /></p><p>*1953*: Harakah Islam Hizbut Tahrir berdiri di Yerusalem dengan tujuan mengembalikan kehidupan Islam ketengah masyarakat dan membentuk khilafah Islam yang menerapkan sistem Islam dan membebaskan seluruh dunia dari penghambaan kepada selain Allah. Metode yang ditempuh dalam membentuk khilafah adalah dakwah untuk merubah opini masyarakat.</p><p><br /></p><p>*1956*: Nasser menasionalisasikan terusan Suez. Hal ini membangkitkan harga diri pada bangsa Arab, sehingga tak sedikit yang kemudian “memuja” Nasser.</p><p><br /></p><p>*1956 29 Oktober*: Israel dibantu Inggris dan Perancis menyerang Sinai untuk menguasai terusan Suez.</p><p><br /></p><p>*1964*: Para pemimpin Arab membentuk PLO (Palestina Liberation Organitation). Dengan ini secara resmi, nasib Palestina diserahkan ke pundak bangsa Arab-Palestina sendiri, dan tidak lagi urusan ummat Islam. Masalah Palestina direduksi menjadi persoalan nasional.</p><p><br /></p><p>*1967*: Israel menyerang Mesir, Yordania dan Syiria selama 6 hari dengan dalih pencegahan. Israel berhasil merebut Sinai dan jalur Gaza (Mesir), dataran tinggi Golan (Syria), Tepi Barat dan Yerussalem (Yordania). Israel dengan mudah menghancurkan angkatan udara musuhnya karena informasi dari CIA. Sementara itu angkatan udara Mesir ragu membalas serangan Israel, karena Menhan Mesir ikut terbang dan memerintahkan untuk tidak melakukan tembakan selama dia di udara.</p><p><br /></p><p>*1967 Nopember*: Dewan keamanan PBB mengeluarkan resolusi nomor 242, untuk perintah penarikan mundur Israel dari wilayah yang direbutnya dalam perang enam hari, pengakuan semua negara di kawasan itu dan penyelesaikan secara adil masalah pengungsi Palestina.</p><p><br /></p><p>*1969*: Yasser Arafat dari faksi Al-Fatah terpilih sebagai ketua komite eksekutif PLO dengan markas di Yordania.</p><p><br /></p><p>*1970*: Berbagai pembajakan pesawat sebagai publikasi perjuangan rakyat Palestina membuat PLO dikecam oleh opini dunia, dan Yordania dikucilkan. Karena ekonomi Yordania sangat tergantung dari USA, maka akhirnya Raja Hussein mengusir markas PLO dari Yordania. PLO pindah ke Libanon.</p><p><br /></p><p>*1973 6 Oktober*: Mesir dan Syiria menyerang pasukan Israel di Sinai dan dataran tinggi Golan pada hari puasa Yahudi Yom Kippur. Pertempuran ini dikenal dengan Perang Oktober. Mesir dan Syria hampir menang, kalau Israel tidak tiba-tiba dibantu USA. Anwar Sadat terpaksa berkompromi, karena dia cuma “siap untuk melawan Israel, namun tidak siap berhadapan dengan USA”. Arab membalas kekalahan itu dengan menutup keran minyak. Akibatnya harga minyak melonjak pesat.</p><p><br /></p><p>*1973 22 Oktober*: Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi 338, untuk gencatan senjata, pelaksanaan resolusi 242 dan perundingan damai di Timur Tengah.</p><p><br /></p><p>*Ditipu sejak Camp David*</p><p><br /></p><p>*1977*: Pertimbangan ekonomi (perang memboroskan kas negara) membuat Presiden Mesir Anwar Sadat pergi ke Israel tanpa berkonsultasi dengan Liga Arab. Ia menawarkan perdamaian, jika Israel mengembalikan seluruh Sinai. Negara-negara Arab merasa dikhianati. Karena politiknya ini, belakangan Sadat dibunuh (1982).</p><p><br /></p><p>*1978 September*: Mesir dan Israel menandatangani perjanjian Camp David yang diprakarsai USA. Perjanjian itu menjanjikan otonomi terbatas kepada rakyat Palestina di wilayah-wilayah pendudukan. Sadat dan PM Israel Menachem Begin dianugerahi Nobel Perdamaian 1979. Namun Israel tetap menolak perundingan dengan PLO dan PLO menolak otonomi. Belakangan, otonomi versi Camp David ini tidak pernah diwujudkan, demikian juga otonomi versi lainnya. Dan USA sebagai pemrakarsanya juga tidak merasa wajib memberi sanksi, bahkan selalu memveto resolusi PBB yang tak menguntungkan Israel.</p><p><br /></p><p>Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti keinginan mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. 2:120)</p><p><br /></p><p>*1979*: Ayatullah Khumaini memaklumkan Revolusi Islam di Iran yang menumbangkan rezim korup pro Barat Syah Reza Pahlevi. Referendum menghasilkan pembentukan Republik Islam, yang salah satu cita-citanya adalah mengembalikan bumi Palestina ke ummat islam dengan menghancurkan Israel. Iran mensponsori gerakan anti Israel “Hizbullah” yang bermarkas di Libanon.</p><p><br /></p><p>*1980*: Israel secara sepihak menyatakan bahwa mulai musim panas 1980 kota Yerusalem yang didudukinya itu resmi sebagai ibukota.</p><p><br /></p><p>*1980*: Pecah perang Iraq-Iran selama 8 tahun. Perang ini direkayasa oleh Barat untuk melemahkan gelombang revolusi Islam dari Iran. Negara-negara Arab dipancing fanatisme sunni terhadap Iran yang syiah. Iraq mendapat bantuan senjata yang luar biasa dari Barat.</p><p><br /></p><p>*1982*: Israel menyerang Libanon dan membantai ratusan pengungsi Palestina di Sabra dan Shatila. Pelanggaran atas batas-batas internasional ini tidak berhasil dibawa ke forum PBB karena veto USA. Belakangan Israel juga dengan enaknya melakukan serangkaian pemboman atas instalasi militer dan sipil di Iraq, Libya dan Tunis.</p><p><br /></p><p>*Intifadhah*</p><p><br /></p><p>*1987*: Intifadhah, perlawanan dengan batu oleh orang-orang Palestina yang tinggal di daerah pendudukan terhadap tentara Israel mulai meledak. Intifadhah ini diprakarsai oleh HAMAS, suatu harakah Islam yang memulai aktivitasnya dengan pendidikan dan sosial.</p><p><br /></p><p>*1988 Desember*: USA membenarkan pembukaan dialog dengan PLO setelah Arafat secara tidak langsung mengakui existensi Israel dengan menuntut realisasi resolusi PBB no. 242 pada waktu memproklamirkan Republik Palestina di pengasingan di Tunis.</p><p><br /></p><p>*1990 Agustus*: Invasi Iraq ke Kuwait. Arafat menyatakan mendukung Iraq. Terjadi lagi perpecahan antar Arab. Perang ini juga direkayasa Barat untuk melemahkan Iraq, yang setelah perang dengan Iran arsenalnya dinilai terlalu besar dan bisa membahayakan Israel. Dan Barat sekaligus bisa lebih kuat menancapkan pengaruhnya di negera-negara Arab. Pemerintah diktatur di negara-negara Arab ditakut-takuti dengan “Islam fundamentalis”.</p><p><br /></p><p>*1991 Maret*: Presiden USA George Bush menyatakan berakhirnya perang teluk-II dan membuka kesempatan “tata dunia baru” bagi penyelesaian konflik Arab-Israel.Yasser Arafat menikahi Suha, seorang wanita Kristen. Sebelumnya Arafat selalu mengatakan “menikah dengan revolusi Palestina”.</p><p><br /></p><p>*1993 September*: PLO-Israel saling mengakui existensi masing-masing dan Israel berjanji memberi hak otonomi kepada PLO di daerah pendudukan. Motto Israel adalah “land for peace” (=tanah untuk perdamaian). Pengakuan itu dikecam keras dari pihak ultra-kanan Israel maupun kelompok di Palestina yang tidak setuju. Namun negara-negara Arab (Saudi Arabia, Mesir, Emirat dan Yordania) menyambut baik perjanjian itu. Mufti Mesir dan Saudi mengeluarkan “fatwa” untuk mendukung perdamaian. Setelah kekuasaan di daerah pendudukan dialihkan ke PLO, maka sesuai perjanjian dengan Israel, PLO harus mengatasi segala aksi-aksi anti Israel. Dengan ini maka sebenarnya PLO dijadikan perpanjangan tangan Yahudi.</p><p>Yasser Arafat, Yitzak Rabin dan Shimon Peres mendapat Nobel Perdamaian atas usahanya tersebut.</p><p><br /></p><p>*1995*: Rabin dibunuh oleh Yigal Amir, seorang Yahudi fanatik. Sebelumnya, di Hebron, seorang Yahudi fanatik membantai puluhan muslim yang sedang sholat shubuh. Hampir tiap orang dewasa di Israel, laki-laki maupun wanita, pernah mendapat latihan dan melakukan wajib militer. Gerakan Palestina yang menuntut kemerdekaan total menteror ke tengah masyarakat Israel dengan bom “bunuh diri”. Dengan ini diharapkan usaha perdamaian yang tidak adil itu gagal. Sebenarnya “land for peace” diartikan Israel sebagai “Israel dapat tanah, dan Arab Palestina tidak diganggu (bisa hidup damai)”.</p><p><br /></p><p>*1996*: Pemilu di Israel dimenangkan secara tipis oleh Netanyahu dari partai kanan, yang berarti kemenangan Yahudi yang anti perdamaian. Netanyahu mengulur-ulur pelaksanaan perjanjian perdamaian. Ia menolak adanya negara Palestina. Palestina agar tetap sekedar daerah otonom di dalam Israel. Ia bahkan ingin menunggu / menciptakan konstelasi baru (pemukiman di daerah pendudukan, bila perlu perluasan ke Syria dan Yordania) untuk sama sekali membuat perjanjian baru. USA tidak senang bahwa Israel jalan sendiri di luar garis yang ditetapkannya. Namun karena lobby Yahudi di USA terlalu kuat, maka Bill Clinton harus memakai agen-agennya di negara-negara Arab untuk “mengingatkan” si “anak emasnya” ini. Maka sikap negara-negara Arab tiba-tiba kembali memusuhi Israel. Mufti Mesir malah kini memfatwakan jihad terhadap Israel. Sementara itu Uni Eropa (terutama Inggris dan Perancis) juga mencoba “aktif” jadi penengah, yang sebenarnya juga hanya untuk kepentingan masing-masing dalam rangka menanamkan pengaruhnya di wilayah itu. Mereka juga tidak rela bahwa USA “jalan sendiri” tanpa “bicara dengan Eropa”.</p><p><br /></p><p>*Khatimah*</p><p><br /></p><p>Negara Israel adalah kombinasi dari sedang lemahnya ummat Islam, oportunisme Zionis Yahudi serta rencana Barat untuk mengontrol bumi dan ummat Islam.</p><p><br /></p><p>Di Palestina berhasil didirikan negara Yahudi setelah sebelumnya ummat Islam berhasil diinflitrasi dengan pikiran-pikiran yang tidak islami, sehingga dapat dipecah belah bahkan sampai dilenyapkan khilafahnya.</p><p><br /></p><p>Nabi berkata: Kunci Timur dan Barat telah ditunjukkan Allah untukku dan kekuasaan ummatku akan mencapai kedua ujungnya. Telah kumohon kepada Rabbku agar ummatku tidak dihancurkan oleh kelaparan maupun oleh musuh-musuhnya. Rabbku berkata: Apa yang telah Ku-putuskan tak ada yang bisa merubahnya. Aku menjamin bahwa ummatmu tak akan hancur oleh kelaparan atau oleh musuh-musuhnya, bahkan jika seluruh manusia dari segala penjuru dunia bekerja bersama-sama untuk itu. Namun di antara ummatmu akan ada yang saling membunuh atau memenjarakan. (HR Muslim no. 6904)</p><p><br /></p><p>Karena itu baik strategi Zionis maupun Barat adalah menimbulkan permusuhan di kalangan ummat Islam sendiri. Namun sementara itu sesungguhnya Zionis atau Barat sendiri juga saling bersaing demi kepentingannya. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat.</p><p><br /></p><p>Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti. (QS. 59:14)</p><p><br /></p><p>Yang jelas, sang perampok Israel tidak bisa diusir dalam kondisi ummat Islam dewasa ini. Terlebih dahulu mereka harus menata aqidah dan menegakkan khilafah. Bukan PLO dan bukan negara-negara Arablah yang akan membebaskan kembali Palestina dan Yerusalem, namun ummat Islam bersama khilafahnya yang berhak melakukan tugas mulia itu, serta (insya Allah) memenuhi salah satu nubuwwat Rasulullah berikut ini:</p><p><br /></p><p>Tidak datang hari Kiamat, sebelum kamu memerangi kaum Yahudi, hingga mereka lari ke belakang sebuah batu, dan batu itu berkata: “ada orang Yahudi di belakangku, datanglah, dan bunuhlah” (HR Bukhari Vol. 4 Kutub 52 no. 176 dan HR Muslim no. 6985)</p><p><br /></p><p>Nubuwwah ini sepertinya baru akan terjadi di zaman “internet of things”, yang baru akan tiba, di mana rumah kita, sejak dari pintu hingga tong sampah, semua “ber-chip”, dan bisa berkomunikasi dengan manusia.</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-24171845256854556592023-10-04T20:35:00.002-07:002023-10-04T20:35:16.455-07:00Qadha’ Bisa Ditolak Dengan Doa?<p> Qadha’ Bisa Ditolak Dengan Doa?</p><p><br /></p><p>Soal:</p><p><br /></p><p>Bagaimana mendudukan hadis, “La Yuraddu al-Qadha’u illa bi ad-Du’a” (Tidak ada yang bisa mengubah Qadha’ kecuali doa)? Di sisi lain, Qadha’ dan Qadar itu sudah ditetapkan oleh Allah di Lauhul Mahfuzh. Lalu bagaimana doa bisa mengubah Qadha’? Bukankah ini artinya menolak ilmu Allah?</p><p><br /></p><p> </p><p><br /></p><p>Jawab:</p><p><br /></p><p>Jawaban ini saya kutip dari jawaban al-‘Alim al-Jalil Syaikh ‘Atha Abu ar-Rasytah.</p><p><br /></p><p>Pertama: Memang benar ada banyak dalil, baik dari al-Quran dan as-Sunnah, yang terkait dengan kedudukan doa di dalam Islam. Misalnya firman Allah SWT:</p><p><br /></p><p>وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِيٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِي سَيَدۡخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ ٦٠</p><p>Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sungguh orang-orang yang menyombong-kan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina-dina.” (QS Ghafir [40]: 60).</p><p> </p><p><br /></p><p>Al-Hakim telah mengeluarkan riwayat dalam Al-Mustadrak, dari Abu Hurairah ra., berkata: Rasulullah saw. bersabda:</p><p><br /></p><p>لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى الله مِنْ الدُّعَاء</p><p>Tidak ada sesuatu yang lebih mulia bagi Allah dari doa (HR al-Hakim).</p><p> </p><p><br /></p><p>Imam Ahmad telah mengeluarkan riwayat di dalam Musnad-nya dari Abu Said, bahwa Nabi saw. bersabda:</p><p><br /></p><p>مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ ، وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ ، إِلَّا أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ: إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا. قَالُوا: إذا نكثر. قال: الله أكثر.</p><p>“Tidaklah seorang Muslim berdoa dengan doa yang di dalamnya tidak ada dosa dan pemutusan hubungan kekerabatan kecuali Allah memberi dia satu dari tiga hal: disegerakan untuk dia (pengabulan) doanya; disimpan untuk dia di akhirat; atau dialihkan dia dari keburukan semisalnya.” Mereka berkata, “Kalau begitu kami memperbanyak doa.” Nabi saw. bersabda, “Allah lebih banyak lagi membalas.” (HR Ahmad).</p><p> </p><p><br /></p><p>Kedua: Jika terdapat dalil qath’i tentang topik tertentu yang kebetulan terdapat dalil zhanni yang sahih dalam topik yang sama, namun memiliki hukum yang berbeda, maka harus dilakukan kompromi terhadap kedua dalil yang “seolah” bertentangan tersebut. Dalam kaidah ushul dinyatakan i’mal ad-dalilayn awla min ihmal ahadihima (menggunakan dua dalil lebih baik daripada mengabaikan salah satu di antara keduanya).</p><p><br /></p><p>Namun, jika tidak bisa dikompromikan, dalil qath’i yang harus dimenangkan, dan dalil zhanni yang sahih itu harus ditolak secara dirayah [makna]. Namun, jika dalil zhanni-nya dha’if, maka dalil zhanni ini ditolak karena ke-dha’if-annya.</p><p><br /></p><p>Ketiga: Seluruh dalil tentang Qadha’ atau Qadar memiliki makna, bahwa perkara tersebut telah ditetapkan sebelumnya oleh Allah di Lawh al-Mahfuzh. Artinya, perkara tersebut pasti akan terjadi. Allah SWT berfirman:</p><p><br /></p><p>وَكَانَ أَمۡرُ ٱللَّهِ قَدَرٗا مَّقۡدُورًا ٣٨</p><p>Ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku (QS al-Ahzab [33]: 38).</p><p> </p><p><br /></p><p>Makna “qadar[an]” di sini adalah perkara yang telah berlangsung penetapannya sejak zaman ‘azali. Makna “maqdûr[an]” adalah pasti terjadi. Jadi “qadr[an] maqdûr[an]” artinya keputusan yang pasti terjadi.</p><p><br /></p><p>وَمَا يَعۡزُبُ عَن رَّبِّكَ مِن مِّثۡقَالِ ذَرَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِي ٱلسَّمَآءِ وَلَآ أَصۡغَرَ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكۡبَرَ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٍ ٦١</p><p>Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (tercatat) dalam kitab yang nyata (Lawh al-Mahfuzh) (QS Yunus [10]: 61).</p><p>عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِۖ لَا يَعۡزُبُ عَنۡهُ مِثۡقَالُ ذَرَّةٖ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَآ أَصۡغَرُ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكۡبَرُ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ ٣</p><p>Tidak ada tersembunyi dari Allah sebesar zarrah pun yang ada di langit dan yang ada di bumi, tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lawh al-Mahfuzh) (QS Saba’ [34]: 3).</p><p>مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ ٢٢</p><p>Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada diri kalian sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lawh al-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sungguh yang demikian adalah mudah bagi Allah (QS al-Hadid [57]: 22).</p><p> </p><p><br /></p><p>Keempat: Dengan mengkaji dan mendalami dalil-dalil tentang Qadha’ atau Qadar, tampak bahwa apa yang sudah ditetapkan Allah itu pasti akan terjadi. Jadi, apa yang ada di dunia ini pasti telah ditetapkan oleh Allah di Lawh al-Mahfuzh. Apa yang Allah tetapkan pasti akan terjadi dan tidak ada ruang untuk menghindar.</p><p><br /></p><p>Kelima: Lantas bagaimana dengan hadis, “La yaruddu al-Qadha’ illa ad-du’a” (Tidak ada yang bisa mengubah Qadha’ kecuali doa)? Atau hadis, “La yaruddu al-Qadaru illa ad-du’a” (Tidak ada yang bisa menolak Qadar [takdir] kecuali doa)? Padahal, keduanya tampak seperti kontradiksi?</p><p><br /></p><p>Dengan usaha keras mengkompromikan kedua dalil yang tampak kontradiksi di atas, dan ternyata tidak bisa dikompromikan, maka jawabannya adalah sebagai berikut:</p><p><br /></p><p>Hadis “La yaruddu al-Qadaru illal ad-Du’a” (Tidak ada yang bisa mengubah Qadar [takdir] kecuali doa) harus ditolak secara dirayah (makna). Alasannya, ini bertentangan dengan fakta bahwa apa yang telah ditetapkan atau diputuskan di Lawh al-Mahfuzh itu pasti terjadi. Tidak ada ruang untuk dihindari, apalagi diubah. Artinya, Qadar di sini tidak bisa dihapus dari Lawh al-Mahfuzh.</p><p><br /></p><p>Karena itu, yang lebih tepat adalah dengan membawa makna hakiki Qadar dalam hadis “La yaruddu al-Qadaru illal ad-du’a” (Tidak ada yang bisa mengubah Qadar [takdir] kecuali doa) ke makna majazi. Maksudnya, sekalipun yang disebut adalah Qadar, atau Qadha’, maksud yang sebenarnya adalah dampak dari Qadar, atau Qadha’. Bukan mengubah Qadar, atau Qadha’-nya itu sendiri. Jadi, yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah dampak dari Qadar atau Qadha’, bukan Qadar, atau Qadha’-nya itu sendiri. Ini sebagaimana yang kita katakan, “Anbatat al-ardhu mathar[an] (Bumi menumbuhkan hujan).” Kita menyebutkan sebab “mathar[an]”. Padahal yang kita maksud adalah musabab (akibat), yakni hasilnya (tumbuhan).</p><p><br /></p><p>Ketika Qadar, atau Qadha’, itu menimpa orang Mukmin (misalnya sakit, kehilangan seorang anak, harta benda, mengalami musibah tertentu, dan sebagainya), maka doa bisa menolak dampak dari hal-hal ini. Sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis al-Hasan bin Ali ra., yang berkata, “Rasulullah saw. mengajarkanku kalimat-kalimat yang aku ucapkan di dalam doa Qunut shalat witir:</p><p><br /></p><p>اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ … وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ</p><p>Ya Allah, tunjukilah aku pada orang yang Engkau beri petunjuk…dan jagalah aku dari keburukan apa yang Engkau tetapkan.</p><p> </p><p><br /></p><p>Jika seorang Mukmin berdoa kepada Allah, dan memperbanyak doa agar Allah menghalangi keburukan (dampak) Qadha’, maka Allah akan meringankan dia dari dampak Qadha’ tersebut, dan Allah akan membantu dia sehingga kuat dan sabar menanggung cobaan tersebut. Hidupnya akan menjadi baik meskipun terjadi Qadha’ tersebut menimpa dirinya. Jadi, Allah meringankan dampak Qadha’ atas dirinya dan meringankan kejadiannya, seolah-olah doanya (secara majazi) telah menolak Qadha’ tersebut, bahwa Allah membantu dirinya untuk sabar menanggung cobaan atas dirinya.</p><p><br /></p><p>Lihatlah, betapa banyak orang yang tertusuk duri yang kecil saja, kemudian dia menjadi down, lemah, mengeluh dan berputus asa. Sebaliknya, betapa banyak orang yang ditimpa musibah yang berat, tetapi lisannya senantiasa basah zikir mengingat Allah, berdoa kepada-Nya agar menjaga diirnya dari keburukan musibah dan dampaknya. Lalu dia bersabar dan keadaannya pun tetap lurus. Seolah-olah doanya telah menolak musibah itu secara majazi.</p><p><br /></p><p>Begitulah hadis itu bisa dipahami, bahwa Qadar pasti terjadi, tetapi doa seorang Mukmin dengan benar dan ikhlas bisa menolak dampak Qadar itu terhadap dirinya, yakni meringankan dan membantu dirinya bersabar menanggung musibah serta meringankan beban musibah itu. Setelah itu kehidupannya menjadi lebih baik, seolah-olah musibah itu tidak terjadi. Begitulah yang di-rajih-kan oleh al-‘Alim Syaikh ‘Atha’ bin Khalil.</p><p><br /></p><p>Keenam: Untuk menambah faidah, beliau mengutip apa yang beliau tulis dalam buku, At-Taisir fi Ushul at-Tafsir, sebagai berikut:</p><p><br /></p><p> </p><p><br /></p><p>Makna pemenuhan doa, bukanlah perubahan dalam Qadar, atau perubahan tulisan di Lawh al-Mahfuzh, atau perubahan di dalam ilmu Allah. Pemenuhan itu tidak berarti bahwa Allah tidak mengetahui permintaan (doa) hamba-Nya dan pemenuhan Allahuntuk doa itu, dan berikutnya tidak tercatat di Lawh al-Mahfuzh. Namun, Allah mengetahui dan mencatatnya sejak ‘azali.</p><p><br /></p><p>Sesungguhnya Qadar itu adalah ilmu Allah, yakni catatan di Lawh al-Mahfuzh dan semua yang ada/terjadi telah tertulis di dalamnya sejak ‘azali. Jadi, Allah mengetahui bahwa Fulan akan berdoa kepada-Nya. Jika Allah telah menetapkan pemenuhannya, maka ditulis bahwa Fulan akan meminta kepada-Nya begini, begitu, dan bahwa ini akan terjadi begini dan begitu. Jadi, doa itu bukanlah pembuatan baru yang tidak ada di ilmu Allah, atau tidak tertulis di Lawh al-Mahfuzh. Demikian juga pemenuhan itu. Namun, semuanya yang ada/terjadi telah dicatat di Lawh al-Mahfuzh. Jadi, Allah mengetahui yang gaib; mengetahui ucapan atau perbuatan yang dilakukan oleh hamba. Segala sesuatu telah ditulis lebih dulu sejak ‘azali. Jadi, doa dan pemenuhan doa, bukan di atas ilmu Allah, tetapi keduanya telah dicatat di Lawh al-Mahfuzh menurut ketentuannya sebagaimana akan terjadi. Jadi Allah Mahatahu yang gaib dan yang tampak.</p><p><br /></p><p>لَا يَعۡزُبُ عَنۡهُ مِثۡقَالُ ذَرَّةٖ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِ ٣</p><p>Tidak ada tersembunyi dari Allah sebesar zarrah pun yang ada di langit dan yang ada di bumi (QS Saba’ [34]: 3).</p><p> </p><p><br /></p><p>Beliau juga mengutip apa yang dinyatakan dalam Syarh as-Sunnah, karya Abu Muhammad al-Husain al-Baghawiy asy-Syafi’iy (w. 516 H):</p><p><br /></p><p> </p><p><br /></p><p>Telah memberitahu kami Abdul Wahid bin Ahmad al-Malihi, dari Abdullah bin Abi al-Ja’di, dari Tsauban yang berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:</p><p><br /></p><p>لا يَرُدُّ الْقَدَرَ إِلا الدُّعَاء</p><p>Tidak ada yang bisa menolak al-Qadar kecuali doa.</p><p> </p><p><br /></p><p>Saya katakan: Abu Hatim as-Sijistani menyebutkan, “Kontinunya seseorang berdoa membuat baik bagi dirinya al-qadha’ yang terjadi sehingga seolah-olah doa menolaknya.”</p><p><br /></p><p>Kami juga mengutip apa yang dinyatakan di Mirqâtu al-Mafâtîh Syarh Misykât al-Mashâbîh, karya Abu al-Hasan Nuruddin al-Mula al-Harawi al-Qari (w. 1014 H):</p><p><br /></p><p> </p><p><br /></p><p>Sabda Rasul saw:</p><p><br /></p><p>لا يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلا الدُّعَاء</p><p>Tidak ada yang menolak al-Qadha’ kecuai doa.</p><p> </p><p><br /></p><p>Qadha’ adalah perkara yang telah ditetapkan, atau yang dimaksudkan penolakan Qadha’, jika yang dimaksudkan adalah makna hakikinya, adalah memudahkannya dan mempermudah perkara tersebut sehingga seolah-olah tidak turun.</p><p><br /></p><p> </p><p><br /></p><p>Dari sini bisa dipahami bahwa doa tidak bisa mengubah Qadha’ dan Qadar, tetapi bisa mengubah dampak dari keduanya. Hanya saja, ini terkait dengan Qadha’ dan Qadar yang tampak, dan sudah terjadi. Adapun apa yang gaib, dan belum terjadi, sama-sama masih tidak jelas bagi manusia. Termasuk, dampak dari Qadha’ dan Qadar berikutnya. Karena itu doa diperintahkan, sebagai bentuk husnuzhan [berharap] kepada Allah SWT.</p><p><br /></p><p>Di sinilah kita memahami konteks nasihat Imam as-Syafii kepada muridnya, yang terkenal slow leaner, agar meminta ilmu kepada Allah. Setelah itu Rabi’ bin Sulaiman benar-benar menjadi trasmitter mazhab Syafii. Al-Buwaithi sendiri mengutip penjelasan gurunya melalui Rabi’ bin Sulaiman. WalLahu a’lam. [KH. Hafidz Abdurrahman]</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-56368924497244134502023-10-02T17:57:00.000-07:002023-10-02T17:57:00.477-07:00MEMBONGKAR FITNAH SANG MANTAN<p> *MEMBONGKAR FITNAH SANG MANTAN (8)*</p><p><br /></p><p>https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=306501455350755&id=100079727074783&mibextid=Nif5oz</p><p><br /></p><p>(Maaf tulisan ini agak panjang tapi memuaskan)</p><p><br /></p><p>*Islam memberi kesempatan kepada wanita muslimah menjadi pejuang Islam Kaffah dan Khilafah*</p><p><br /></p><p>Oleh : *Abulwafa Romli*</p><p><br /></p><p>https://abulwafaromli.blogspot.com/2023/10/membongkar-fitnah-sang-mantan-8.html?m=1</p><p><br /></p><p>*Bismillaahir Rohmaanir Rohiim*</p><p><br /></p><p>Dalam hal menghalangi dan membatalkan salah satu kewajiban Syari'ah Islam yang dosanya sangat besar, kali ini Muafa (Mukhamad Rohma Rozikin) dosen universitas Brawijaya Malang menyatakan :</p><p><br /></p><p><br /></p><p>===== M u a f a =====</p><p>APAKAH MUSLIMAH HARUS AKTIF DI HIZBUT TAHRIR ?</p><p>Oleh: Muafa</p><p>Agar bisa masuk surga dan mendapatkan rida Allah, seorang muslimah tidak perlu aktif di Hizbut Tahrir.</p><p>Cukup jadilah istri yang baik dan laksanakan rukun Islam semampunya.</p><p>Itu saja sudah sangat cukup menjadi tiket masuk surga bagi para muslimah. Bahkan bisa masuk surga dari pintu manapun yang dikehendaki. Rasulullah ﷺ bersabda,</p><p>«إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ». «مسند أحمد» (3/ 199 ط الرسالة)</p><p>Artinya,</p><p>“Jika seorang wanita salat 5 waktu, berpuasa Ramadan, menjaga kehormatan / kemaluannya, dan menaati suaminya, maka akan dikatakan kepadanya, ‘Masuklah surga dari pintu manapun yang engkau kehendaki” (H.R. Ahmad)</p><p>Jika seorang muslimah belum punya suami, maka fokuslah berbakti kepada orang tua. Itu juga sudah bisa menjamin masuk surga. Ahmad meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,</p><p>«الْوَالِدُ أَوْسَطُ بَابِ الْجَنَّةِ " فَحَافِظْ عَلَى الْوَالِدِ أَوْ اتْرُكْ». «مسند أحمد» (36/ 49 ط الرسالة)</p><p>Artinya,</p><p>“Orang tua adalah pintu surga terbaik. Terserah, mau dijaga atau disia-siakan” (H.R. Ahmad)</p><p>===== j e d a =====</p><p><br /></p><p><br /></p><p>*SANGGAHAN SAYA :*</p><p><br /></p><p>Dengan narasi dan dalil hadits yang sama, siapapun bisa mengatakan seperti yang dikatakan oleh Muafa. Tinggal mengubah obyek "Hizbut Tahrir"-nya dengan obyek lain seperti Nahdhatul Ulama, Muhammadiyyah, PERSIS, Al-Irsyad dan lainnya, atau diganti dengan GOLKAR, PPP, PDIP, PKS, PAN, DEMOKRAT dan lainnya. Maka pertanyaannya, kenapa dan ada apa hanya Hizbut Tahrir yang menjadi obyeknya? Padahal muslimah di berbagai ormas dan parpol selain Hizbut Tahrir tidak sedikit yang rusak dan melanggar syariat.</p><p><br /></p><p>Dan ingat, bahwa surga itu hanya disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa. Sedang taqwa itu disamping melaksanakan perintah Allah juga menjauhi larangan Allah. Tidak akan masuk surga orang yang hanya melaksanakan perintah Allah serta mengerjakan larangan Allah, juga sebaliknya, karena ia tidak bertaqwa :</p><p>وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ</p><p>(Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa".(QS Ali Imran ayat 133).</p><p><br /></p><p>Dan Allah hanya menerima amalnya orang yang bertaqwa :</p><p>وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّ ۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَر ِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ ﴿المائدة : ۲۷﴾ </p><p>"Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.” (QS Al-Maidah [4] : 27).</p><p><br /></p><p><br /></p><p>===== M u a f a =====</p><p>Adapun aktif di Hizbut Tahrir, maka status hukumnya tidak wajib. Sunahpun tidak. Malah saya sangat khawatir aktif di Hizbut Tahrir itu sudah mencapai level haram hukumnya.</p><p>Jangankan muslimah awam, seandainya ada muslimah yang keilmuannya mencapai keilmuan Syaikh al-Azhar sekalipun, maka secara pasti dia tidak wajib aktif di Hizbut Tahrir. Sebab, ditinjau dari sisi kewajiban menegakkan khilafah, yang terkena taklif hanya dua kelompok saja yaitu calon khalifah dan ahlul ḥalli wal ‘aqdi. Silakan baca penjelasan panjang lebar terkait hal tersebut dalam catatan saya yang berjudul “SIAPA SEBENARNYA YANG DITUNTUT MELAKSANAKAN FARDU KIFAYAH?” dalam tautan ini,</p><p>https://web.facebook.com/.../permalink/755353162641976</p><p>Seorang wanita mustahil menjadi calon khalifah dan mustahil menjadi ahlul ḥalli wal ‘aqdi. Jadi, mustahil wanita wajib menegakkan khilafah sehingga mustahil pula wajib bergabung dengan kelompok yang berusaha menegakkan khilafah, termasuk di antaranya Hizbut Tahrir.</p><p>===== j e d a =====</p><p><br /></p><p><br /></p><p>*SANGGAHAN SAYA :*</p><p><br /></p><p>1. Hukum menegakkan Khilafah / nashbu imam adalah fardhu kifayah, dimana taklif kefardhuannya mengena atas seluruh umat Islam yang mukallaf, laki-laki dan perempuan, ulama maupun orang awam. Umat Islam, semuanya mendapatkan dosa akibat mengabaikan kefardhuan ini, kecuali yang punya udzur syar'i seperti sakit atau lainnya.</p><p><br /></p><p>2. Dengan memahami faktanya, menegakkan khilafah / nashbu imam itu terjadi dalam dua kondisi; ketika daulah khilafah telah tegak dan ketika daulah khilafah belum tegak sama sekali seperti sekarang. </p><p>Ketika khilafah telah tegak dan khalifahnya wafat atau dipecat, maka yang berkewajiban secara langsung adalah ahlul halli wal 'aqdi / majlis ummah dan calon Khalifah yang memenuhi syarat-syaratnya, sebagaimana disebutkan oleh Muafa diatas.</p><p>Sedang ketika daulah khilafah belum tegak sama sekali, karena belum ada satu negara pun yang memenuhi syarat berdirinya khilafah di dalamnya. Maka seluruh umat Islam di seluruh dunia, baik laki-laki maupun perempuan, ulama maupun orang awam, semuanya terkena taklif fardhu kifayah ini. Yaitu wajib ikut berdakwah dan berjuang sampai ada satu negara yang memenuhi syarat berdirinya khilafah di dalamnya kemudian khilafah benar-benar bisa ditegakkan. Jadi kewajiban seluruh umat Islam adalah berdakwah dan berjuang untuk menyiapkan negaranya masing-masing untuk tempat berdiri tegaknya khilafah. Sedang nantinya, dalam proses pengangkatan dan pembaiatan Khalifahnya yang berkewajiban hanyalah dua kelompok, yaitu orang-orang yang layak disebut sebagai ahlul halli wal 'aqdi yang diangkat oleh umat Islam dan calon khalifah yang memenuhi syarat-nya yang dipilih dan diangkat oleh ahlul halli wal 'aqdi. Jadi pengangkatan ahlul halli wal 'aqdi itu oleh umat Islam yang telah berdakwah dan berjuang sejak sekarang dan mencapai klimaksnya. Tidak ujug-ujug ada lalu kerja memilih, mengangkat dan membaiat Khalifah.</p><p><br /></p><p><br /></p><p>===== M u a f a =====</p><p>Lagipula, penegakan khilafah itu hanya wajib jika punya qudrah/kemampuan. Jika tidak punya qudrah, maka gugur kewajiban. Saat ini kaum muslimin tidak punya calon khalifah, tidak punya ahlul ḥalli wal ‘aqdi dan tidak punya qudrah mengangkat khalifah. Oleh karena itu, kewajiban menegakkan khilafah saat ini gugur bagi kaum muslimin. Silakan baca penjelasan panjang lebar terkait hal tersebut dalam catatan saya yang berjudul “APAKAH FARDU KIFAYAH MENGANGKAT KHALIFAH BISA GUGUR?” dalam tautan ini,</p><p>https://www.facebook.com/groups/751471239696835/permalink/753060869537872</p><p>Mewujudkan qudrah itupun juga tidak wajib sebagaimana sudah saya tulis panjang lebar dalam catatan yang berjudul “WAJIBKAH MEWUJUDKAN KEMAMPUAN UNTUK MENEGAKKAN KHILAFAH?” dalam tautan ini,</p><p>https://www.facebook.com/groups/751471239696835/permalink/752373869606572</p><p>Apalagi jika muslimah termasuk awam. Orang awam itu walaupun tidak peduli khilafah dan tidak peduli penegakan khilafah, maka perbuatannya sudah benar dan tidak dosa. Muslimah awam itu cukup fokus melaksanakan fardu ain. Tidak perlu teriak-teriak khilafah. Silakan baca penjelasan detailnya dalam catatan saya yang berjudul “ORANG AWAM TIDAK PEDULI KHILAFAH ITU TIDAK MASALAH” dalam tautan ini,</p><p>https://www.facebook.com/groups/751471239696835/permalink/755311882646104</p><p>===== j e d a =====</p><p><br /></p><p><br /></p><p>*SANGGAHAN SAYA :*</p><p><br /></p><p>1. Terkait kaum muslimin tidak punya qudroh (kemampuan) untuk menegakkan khilafah berulang kali Muafa menyampaikannya dan sudah berulang kali saya juga menyanggahnya meskipun di tempat lain, bahwasannya tidak benar kaum muslimin tidak punya qudroh. Sedang yang benar kaum muslimin itu belum mau diajak bersama-sama menegakkan khilafah.</p><p><br /></p><p>2. Seperti diatas, bahwa hukum fardhu kifayah itu mengena atas seluruh kaum muslimin yang mukallaf, baik laki-laki, wanita, ulama, orang khusus maupun orang awam, semuanya terkena hukum fardhu kifayah, kecuali bagi mereka yang punya udzur syar'i. Sedang ulama telah sepakat bahwa hukum menegakkan khilafah adalah fardhu kifayah dalam segala global, tidak terbatas di suatu tempat dan di suatu masa. Hanya saja dalam teknik dan praktik pengangkatan dan pembaiatan Khalifah itu hanya dilakukan oleh ahlul halli wal 'aqdi dan colon Khalifahnya.</p><p><br /></p><p>3. Muafa tidak menyadari bahwa dirinya sedang berperan sebagai penghalang, bahkan sebagai pembatal hukum syari'ah berupa kewajiban berdakwah dan berjuang menegakkan syariah dan khilafah, dimana dosanya sangat besar, dan bisa sampai murtad. Ia sedang menghalangi perempuan mengejar Fadhilah dari Allah berupa menjadi pendakwah dan pejuang menolong Islam agama Allah.</p><p><br /></p><p>===== M u a f a =====</p><p>Malahan, aktif di Hizbut Tahrir itu statusnya jelas haram jika riil menyeret pada keharaman. Misalnya membuat wanita membangkang suami atau membuat wanita membangkang orang tua. </p><p>Bahkan seandainya hubungannya dengan suami dan orang tua baik-baik saja setelah aktif di Hizbut Tahrir, tapi gara-gara aktif di Hizbut Tahrir seorang muslimah terbukti menjadi jahil dengan ilmu-ilmu fardu ain dan melalaikan amal-amal fardu ain, maka bisa ditegaskan aktif di Hizbut Tahrir dalam kondisi ini pun hukumnya juga haram berdasarkan kaidah “al-wasīlah ilā al-ḥarām muḥarramah” (wasilah menuju keharaman hukumnya haram).p😘</p><p>Para wanita muslimah,</p><p>Selamatkan akhiratmu. Keluarlah dari Hizbut Tahrir.</p><p>للهم أعذنا من مضلات الفتن</p><p>===== s e l e s a i =====</p><p><br /></p><p><br /></p><p>*SANGGAHAN SAYA :*</p><p><br /></p><p>Dengan narasi dan ilat seperti itu, maka tidak hanya di Hizbut Tahrir, tapi di ormas dan parpol apapun sama, tidak ada perbedaan sedikitpun. Dan faktanya Hizbut Tahrir sangat menjaga hal-hal seperti itu terhadap seluruh anggotanya, baik laki-laki maupun perempuan. Tidak jarang Hizbut Tahrir menasihati sampai mengeluarkan anggotanya yang melakukan hal-hal itu. Lalu mereka menjadi mantan-mantan yang buruk dan tidak tahu diri. Sebagai penutup, saya suguhkan kisah sosok wanita pendakwah dan pejuang tegaknya daulah Islam Nubuwwah Pimpinan Nabi Muhammad SAW sebagai cikal bakal daulah khilafah sampai berjihad di bawah komando Khalifah, kisahnya dimulai dari ikut terlibat dalam baiat aqabah dua :</p><p><br /></p><p>*UMU UMAROH ADALAH WANITA PEJUANG TEGAKNYA DAULAH ISLAM* </p><p><br /></p><p>Umu Umaroh Nusaibah binti Ka'ab al-Anshoriyah (w.13 H).</p><p><br /></p><p>Ia termasuk perempuan pertama yang masuk Islam dan salah satu dari dua perempuan yang ikut membaiat Nabi Muhammad SAW dalam baiat aqobah dua. Ketika Nabi SAW hijrah ke Yatsrib, Umu Umaroh termasuk wanita terpilih dalam menyebarkan agama Islam. Ia ikut dalam perang Uhud bersama suaminya Ghuzyah bin Amru dan dua anaknya untuk memberi minum orang-orang yang terluka serta mengobatinya. Tetapi setelah kaum muslimin mengalami kekalahan, ia bersama suami dan kedua anaknya ikut berperang melindungi Nabi SAW. Ia mengerahkan seluruh tenaganya dan terluka sebanyak tiga belas luka akibat tusukan tumbak dan panah atau sabetan pedang, sehingga Nabi SAW mendoakan mereka untuk menjadi teman-temannya di surga. Dan ketika Nabi SAW memanggil sahabatnya di pagi hari Uhud untuk mengusir orang-orang Quraisy, maka Umu Umaroh terburu-buru keluar bersama mereka, tapi ia tidak kuat ikut dalam perang itu setelah mendapat luka-luka perang Uhud.</p><p><br /></p><p>Ketika kaum muslimin kembali dari perang, maka Nabi SAW mengirim saudaranya Abdullah bin Ka'ab untuk meyakinkan Nabi atas Umu Umaroh yang mendapat ujian dalam perang Uhud. Lalu Abdullah meyakinkan Nabi atas keselamatan Umu Umaroh sehingga Nabi pun merasa senang.</p><p><br /></p><p>Kemudian setelah itu, Umu Umaroh pun ikut dalam perang Bani Quraidhoh dan perang Khaibar. Dan pada tahun enam Hijriyah Umu Umaroh keluar bersama Nabi SAW serta seribu lima ratus kaum muslimin untuk melaksanakan umroh. Sebelum Nabi SAW dan sahabatnya masuk Mekah, Nabi SAW mengutus Utsman bin Affan untuk menyampaikan kepada Quraisy bahwa mereka datang untuk melaksanakan umroh. Kemudian Utsman terlambat datang kembali membawa jawabannya, sehingga kaum muslimin menyangka bahwa Utsman telah dibunuh. Kemudian kaum muslimin berbaiat kepada Nabi SAW dengan baiat Ridhwan dimana mereka siap mati untuk membalas kematian Utsman, dan di tengah-tengah mereka ada Umu Umaroh. Dalam baiat tersebut turun wahyu berupa firman Allah SWT:</p><p><br /></p><p>لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا</p><p><br /></p><p>"Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berbaiat kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)". (QS Al Fath [48]: 18).</p><p><br /></p><p>Dan Nabi SAW bersabda mengenai orang-orang yang telah membaiatnya pada hari itu : </p><p><br /></p><p>لَا يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ مِمَّنْ بَايَعَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ </p><p><br /></p><p>"Tidak akan masuk neraka seorang pun dari orang-orang yang telah berbaiat di bawah pohon". (HR Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi. Tirmidzi berkata; Hadits Hasan atau shahih. Dan dishahihkan oleh al-Albani).</p><p><br /></p><p>Dan setelah kembalinya Utsman, Umu Umaroh ikut serta dalam shuluh Hudaibiyah, yaitu akad perjanjian damai antara kaum muslimin dan penduduk Mekkah. Kemudian pada tahun berikutnya, Umu Umaroh ikut bersama Nabi SAW dalam umroh qodho.</p><p>Setelah Fathu Mekkah, sampai kepada Nabi SAW bahwa kabilah Hawazin benar-benar telah berkumpul untuk memerangi Nabi SAW, sehingga Nabi pun memutuskan keluar untuk memerangi mereka dengan semua tentara yang ikut dalam Fathu Mekkah yang berjumlah sepuluh ribu prajurit. Kemudian bertemulah dua kelompok pasukan di Hunain. Pada permulaan perang kaum muslimin terperangkap dalam sebuah jebakan yang dipasang oleh Hawazin, sehingga mayoritas mereka pun berlarian tunggang langgang. Pada saat itu Umu Umaroh berdiri memegang pedang, ia meneriaki sahabat Anshor; "Tradisi apa ini! Kenapa kalian lari!", ia berdiri dan terus berperang. Kemudian kaum muslimin kembali berperang ketika mereka melihat keteguhan Nabi SAW bersama sedikit pasukan bersamanya. </p><p><br /></p><p>Dan setelah Nabi SAW wafat, sebagai kabilah murtad meninggalkan Islam, sehingga Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq memutuskan untuk memerangi mereka. Dan di sebagian besar wilayah Jazirah Arab terjadi peperangan terhadap orang-orang yang murtad. Maka Umu Umaroh bergabung dengan pasukan Kholid bin Walid yang keluar untuk memerangi Bani Tamim, kemudian memerangi Bani Hanifah serta nabi palsunya Musailamah bin Habib yang telah membunuh anaknya dan mencincangnya.</p><p><br /></p><p>Umu Umaroh bersama anaknya Abdullah bin Zaid juga telah ikut serta dalam perang Yamamah, pertempuran paling sengit dalam memerangi orang-orang yang murtad dan Umu Umaroh mengerahkan seluruh tenaganya. Abdullah anaknya sukses membalas kematian saudaranya dan membunuh Musailamah dengan pedangnya. Dalam perang itu Umu Umaroh mendapat sebelah luka dan tangannya terpotong. Lalu Kholid bin Walid mengirim tabib untuk memasukkan tangan Umu Umaroh pada minyak zaitun yang mendidih. Akhirnya setelah setahun dari perang Yamamah akibat luka-lukanya, Umu Umaroh wafat pada masa khilafah Umar bin Khattab dan dikebumikan di pemakaman Baqi'. Lebih lengkapnya buka link ini ;</p><p>https://ar.m.wikipedia.org/wiki/%D9%86%D8%B3%D9%8A%D8%A8%D8%A9_%D8%A8%D9%86%D8%AA_%D9%83%D8%B9%D8%A8</p><p><br /></p><p>Dan masih banyak lagi wanita pendakwah dan pejuang Islam Kaffah dan khilafah dari masa sahabat, tabi'in, tabi'it tabi'in dan masa-masa setelahnya. Hingga di Nusantara pun jumlahnya sangat banyak. Sudah barang tentu sesuai dengan syariat seperti dengan izin suaminya. Sepertinya Sang Mantan yang ilmunya pas-pasan tapi suka dipamerkan lalu menyesatkan, yang tidak punya harga diri lalu berbangga diri, laksana seekor lalat hinggap di punggung gajah sambil menilai dan menyalahkan besarnya tubuh gajah, dengan standar tubuhnya yang kecil dan kakinya yang membawa kotoran dan najis dari tempat sampah buangan, seandainya dia mau sedikit saja jujur dan amanah, maka tidak akan bisa bisa mengingkarinya.</p><p><br /></p><p>Wallahu A'lam bish showwab</p><p>Semoga bermanfaat aamiin</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-66910166474532636192023-09-09T11:43:00.006-07:002023-09-09T11:43:55.962-07:00Walisongo Adalah Utusan Khalifah Utsmaniyah<p> WALISONGO ITU SIAPA? DARI MANA? </p><p><br /></p><p><br /></p><p>Baca biar tidak gagal paham...</p><p><br /></p><p>Walisongo Adalah Utusan Khalifah Utsmaniyah</p><p><br /></p><p> Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Kondisi ini tidak lepas dari peranan para ulama yang disebut sebagai Walisongo (sembilan wali). Sedikit orang yang mengetahui siapa sebenarnya Walisongo dan berasal dari mana kah mereka.</p><p><br /></p><p>Sebuah kitab bernama Kanzul Hum karya Ibnu Bathutah yang sekarang disimpan di museum Istana Turki di Istanbul menyebutkan bahwa Walisongo datang ke Indonesia atas perintah Sultan Muhammad I untuk menyebarkan agama Islam.</p><p><br /></p><p>Pada tahun 1404 M (808 H) Sultan mengirim surat kepada para pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah dengan maksud untuk meminta sejumlah ulama agar diberangkatkan ke pulau Jawa. Para ulama yang dimaksud adalah mereka yang memiliki kemampuan dalam segala bidang agar nantinya akan memudahkan proses penyebaran Islam.</p><p><br /></p><p>Dengan keterangan di dalam kitab tersebut kita menjadi tahu bahwa sebenarnya Walisongo adalah para ulama yang sengaja diutus Sultan pada masa kekhalifahan Utsmani. Saat itu terdapat 6 angkatan keberangkatan yang masing-masing terdiri dari sembilan orang. Jadi jumlah sebenarnya bukan sembilan ulama tetapi jauh lebih banyak.</p><p>Angkatan satu dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim asal Turki yang berangkat pada tahun 1400an. Beliau adalah ulama yang memiliki keahlian dalam bidang politik dan sistem pengairan. Dengan berbekal keahlian tersebut maka beliau menjadi peletak dasar berdirinya kesultanan di pulau Jawa dan juga berhasil memajukan pertanian di pulau ini.</p><p>Angkatan pertama ini juga terdiri dari dua orang ulama yang berasal dari Palestina yaitu Maulana Hasanuddin dan Sultan Aliudin. Dua orang ulama ini berdakwah di Banten dan mendirikan kesultanan Banten. Maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat Banten yang merupakan keturunan dari Sultan Hasanuddin memiliki hubungan secara biologis dengan rakyat Palestina.</p><p><br /></p><p>Selain itu ada Syekh Ja'far Shadiq yang diberi julukan sebagai Sunan Kudus dan Syarif Hidayatullah yang disebut sebagai Sunan Gunung Jati. Kedua ulama ini juga berasal dari Palestina. Dalam proses dakwah beliau, Sunan Kudus membangun sebuah kota di Jawa Tengah yang kemudian disebut kota Kudus. Nama kota tersebut berasal dari kata Al Quds (Jerusalem).</p><p><br /></p><p>Masyarakat Nusantara pertama kali mengenal Islam pada abad 7 Masehi atau abad 1 Hijriah. Pengaruh Islam sangat besar pada situasi politik saat itu. Dengan semakin berkembangnya ajaran Islam di Nusantara ketika itu, maka bermunculan lah berbagai kerajaan dan kesultanan Islam seperti Kesultanan Peureulak, Samudera Pasai, Aceh Darussalam, Palembang, Ternate, Tidore, Bacan (Maluku), Pontianak, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Kutai, Sambas, Banjar, Pasir, dan Sintang.</p><p><br /></p><p>Sedangkan kesultanan yang berdiri di Jawa di antaranya adalah Demak, Pajang, Cirebon, dan Banten. Di Sulawesi, syariat Islam diterapkan dalam institusi kerajaan Gowa Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu. Di Daerah Nusa Tenggara hukum Islam diterapkan dalam kesultanan Bima.</p><p><br /></p><p>•Perjalanan Dakwah Wali Songo</p><p><br /></p><p>Sebelum tiba di tanah Jawa, pada umumnya para ulama ini singgah terlebih dahulu di Pasai. Penguasa Samudera Pasai yang hidup pada tahun 1349-1406 Masehi, Sultan Zainal Abidin Bahiyan Syah adalah orang yang mengantarkan Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq ke Tanah Jawa.</p><p><br /></p><p>Sejak tahun 1463 Masehi semakin banyak ulama Jawa yang menggantikan ulama yang telah wafat atau berhijrah ke tempat lain. Para ulama pengganti tersebut di antaranya:</p><p><br /></p><p>- Raden Paku (Sunan Giri)</p><p><br /></p><p>Beliau adalah putra Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu yang merupakan putri dari Prabu Menak Sembuyu Raja Blambangan. </p><p><br /></p><p>- Raden Said (Sunan Kalijaga)</p><p><br /></p><p>Beliau adalah putra Bupati Tuban, Adipati Wilatikta atau disebut juga Raden Sahur. Berdasarkan sejarah masyarakat Cirebon, julukan Kalijaga berasal dari nama salah satu desa di Cirebon bernama Kalijaga. Saat Raden Said bermukim di desa tersebut, beliau sering berdiam diri dengan berendam di kali (jaga kali).</p><p><br /></p><p>- Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang)</p><p><br /></p><p>Beliau adalah putra dari Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila. Nama Bonang berasal dari nama sebuah desa di Rembang. </p><p><br /></p><p>- Raden Qasim Dua (Sunan Drajad)</p><p><br /></p><p>Seperti halnya Sunan Bonang, beliau juga adalah putra Sunan Ampel. Dengan demikian Sunan Drajad adalah saudara dari Sunan Bonang.</p><p><br /></p><p>Para ulama diberi gelar Raden yang berasal dari kata Rahadian dan berarti Tuanku, maka dapat disimpulkan bahwa saat itu dakwah Islam telah berjalan dengan baik dan mendapat kehormatan dari kalangan pembesar Kerajaan Majapahit.</p><p><br /></p><p>•Para Ulama Penyebar Agama Islam Di Nusantara</p><p><br /></p><p>Wali Songo Angkatan Ke-1, tahun 1404 M/808 H. Terdiri dari:</p><p><br /></p><p>1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.</p><p>2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.</p><p>3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.</p><p>4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.</p><p>5. Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara.</p><p>6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.</p><p>7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.</p><p>8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.</p><p>9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli ruqyah.</p><p><br /></p><p>Wali Songo Angkatan ke-2, tahun 1436 M, terdiri dari :</p><p><br /></p><p>1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan</p><p>2. Maulana Ishaq, asal Samarqand, Rusia Selatan</p><p>3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir</p><p>4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko</p><p>5. Sunan Kudus, asal Palestina</p><p>6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina</p><p>7. Maulana Hasanuddin, asal Palestina</p><p>8. Maulana 'Aliyuddin, asal Palestina</p><p>9. Syekh Subakir, asal Persia Iran.</p><p><br /></p><p>Wali Songo Angkatan ke-3, 1463 M, terdiri dari:</p><p><br /></p><p>1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan</p><p>2. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim</p><p>3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir</p><p>4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko</p><p>5. Sunan Kudus, asal Palestina</p><p>6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina</p><p>7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim</p><p>8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim</p><p>9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim</p><p><br /></p><p>Wali Songo Angkatan ke-4,1473 M, terdiri dari :</p><p><br /></p><p>1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan</p><p>2. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim</p><p>3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak</p><p>4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon</p><p>5. Sunan Kudus, asal Palestina</p><p>6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina</p><p>7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim</p><p>8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim</p><p>9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim</p><p><br /></p><p>Wali Songo Angkatan ke-5,1478 M, terdiri dari :</p><p><br /></p><p>1. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim</p><p>2. Sunan Muria, asal Gunung Muria, Jawa Tengah</p><p>3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak</p><p>4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon</p><p>5. Sunan Kudus, asal Palestina</p><p>6. Syaikh Siti Jenar, asal Persia, Iran</p><p>7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim</p><p>8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim</p><p>9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim</p><p><br /></p><p>Wali Songo Angkatan ke-6,1479 M, terdiri dari :</p><p><br /></p><p>1. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim</p><p>2. Sunan Muria, asal Gunung Muria, Jawa Tengah</p><p>3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak</p><p>4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon</p><p>5. Sunan Kudus, asal Palestina</p><p>6. Sunan Tembayat, asal Pandanarang</p><p>7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim</p><p>8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim</p><p>9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim</p><p><br /></p><p>•Hubungan Kesultanan Nusantara Dengan Kerajaan Islam di Turki dan Arab</p><p><br /></p><p>Hubungan antara kerajaan Islam Aceh dengan Khilafah Utsmaniyah juga dapat diketahui dari keterangan seorang sejarahwan, Bernard Lewis, yang mengungkapkan bahwa pada tahun 1563 Masehi pembesar kerajaan Aceh mengutus seseorang ke Istanbul guna meminta bantuan melawan Portugis. Dia berusaha meyakinkan Khilafah bahwa raja-raja di kawasan tersebut telah bersedia memeluk Islam jika Khalifah Utsmaniyah mau menolong mereka.</p><p><br /></p><p>Namun sayangnya pada saat itu Kekhalifahan Utsmaniyah sedang mengalami berbagai permasalahan genting yaitu pengepungan Malta dan Szigetvar di Hungaria dan mangkatnya Sultan Sulaiman Agung. Setelah terhambat selama dua bulan akhirnya mereka membentuk sebuah armada perang yang terdiri dari 19 unit kapal perang dan beberapa kapal pengangkut persenjataan dan persediaan untuk dikirim ke Aceh.</p><p><br /></p><p>Hal yang disayangkan adalah sebagian besar kapal tersebut tidak pernah tiba di Aceh. Kapal-kapal tersebut dialihkan untuk tugas yang lebih mendesak yaitu memulihkan kekuasaan Utsmaniyah di Yaman. Kapal yang tiba di Aceh hanya dua unit saja dan langsung digunakan untuk mengusir Portugis. Catatan Sejarah mengenai hal ini dapat ditemukan dalam berbagai arsip dokumen negara Turki dan buku-buku yang ditulis oleh sejarahwan dunia.</p><p><br /></p><p>Selain itu dalam Bustanus Salatin karangan Nuruddin ar-Raniri juga disebutkan bahwa kesultanan Aceh telah menerima bantuan militer dari Khalifah Utsmaniyah berupa senjata disertai pengajar yang khusus dikirim untuk mengajarkan cara pemakaiannya.</p><p><br /></p><p>Kaitan antara kesultanan Banten dengan kerajaan di Timur Tengah juga dapat terlihat dari gelar-gelar kehormatan yang diberikan kepada para pembesar kerajaan Islam di Nusantara. Gelar tersebut di antaranya:</p><p><br /></p><p>- Kesultanan Banten</p><p><br /></p><p>Abdul Qadir dianugerahi gelar Sultan Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zaid, Syarif Mekkah saat itu.</p><p><br /></p><p>- Kesultanan Mataram</p><p><br /></p><p>Pangeran Rangsang memperoleh gelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami dari Syarif Mekah pada tahun 1641 Masehi.</p><p><br /></p><p>Pada tahun 1652 hubungan antara kesultanan Aceh dan Turki juga semakin erat dengan adanya pengiriman utusan Aceh ke Turki dalam upaya meminta bantuan meriam. Khalifah Utsmaniyah mengirim 500 orang pasukan Turki untuk mengawal pengiriman meriam dan amunisi. </p><p><br /></p><p>Selanjutnya pada tahun 1567, Sultan Salim II mengirim armada ke Sumatera. Melihat kedekatan antara kaum muslimin di Nusantara dengan Kekhalifahan Utsmaniyah, seorang pejabat pemerintahan kolonial Belanda, Snouck Hurgronje, mengatakan, "Di kota Mekah terletak jantung kehidupan agama kepulauan Nusantara, yang setiap detik selalu memompakan darah segar ke seluruh penduduk Muslim di Nusantara."</p><p><br /></p><p>Menjelang abad modern pun hubungan tersebut masih terjalin baik, terbukti pada akhir abad 20 konsulat Turki di Jakarta pernah membagikan Al Quran atas nama Sultan Turki. Istanbul juga pernah mencetak tafsir Al Quran berbahasa melayu karangan Abdur Rauf Sinkili. Pada halaman depan tafsir al Quran tersebut tertulis "Dicetak oleh Sultan Turki, raja seluruh orang Islam." Pada saat itu yang disebut Sultan Turki adalah Khalifah yang merupakan pemimpin Khilafah Utsmaniyah berpusat di Turki.</p><p><br /></p><p>Snouck Hurgronje juga pernah mengatakan bahwa pada umumnya rakyat di Indonesia terutama mereka yang tinggal di pelosok daerah di seluruh tanah air, memandang Stambol (sebutan untuk Khalifah Utsmaniyah) masih sebagai raja bagi seluruh orang mukmin yang saat itu kekuasaannya agak berkurang karena adanya penguasaan orang kafir di Indonesia.</p><p><br /></p><p>Melihat fakta-fakta sejarah tersebut maka dapat disimpulkan bahwa memang Nusantara pada jaman dahulu adalah bagian dari khilafah baik saat kekuasaan Khilafah Abbasiyah Mesir maupun Khilafah Utsmaniyah Turki.</p><p><br /></p><p>Berdasarkan bentuk kekhalifahan saat itu, Syarif Mekah adalah seorang gubernur pada masa Khilafah Abbasiyah dan Khilafah Utsmaniyah untuk daerah Hijaz. Karena itu penganugerahan gelar sultan kepada para pembesar kerajaan Islam di Nusantara lebih merupakan pengukuhan sebagai penguasa Islam dan bukan gelar semata. </p><p><br /></p><p>•Sejarah Masuknya Agama Islam Di Indonesia</p><p><br /></p><p>Sebelum kita mengenal beberapa teori tentang penyebaran Islam di Nusantara, perlu di perhatikan bahwa Politik Luar Negeri Negara Khilafah terdiri dari dua; Da’wah dan Jihad. Awalnya negeri yang ditargetkan akan diberi dakwah, ketika menerima maka tidak ada perang di sana. Namun, ketika menolak, maka akan terjadi Jihad dan Futuhat (Pembebasan). Dua hal ini adalah politik Luar Negeri, dimana di setiap perkembangan akan disampaikan kepada Khalifah.</p><p><br /></p><p>Itu pula yang terjadi di Indonesia. Jika penyebaran Islam di lakukan oleh pedagang semata, bukan Da’i atau utusan, maka apakah akan ada laporan kepada Khalifah? Lalu, apakah penyebaran lewat jalur perdagangan merupakan Politik Luar Negeri? Apakah penyebaran Islam dengan jalur perdagangan hanya propaganda untuk menutupi bahwa Nusantara pernah menjadi fokus dakwah Islam dan menjadi bagian dari Khilafah?</p><p><br /></p><p>Dari teori Islamisasi oleh Arab dan China, Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam Indonesia, mengaitkan dua teori Islamisasi tersebut. Islam datang ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi. Penyebarannya pun bukan dilakukan oleh para pedagang dari Persia atau India, melainkan dari Arab. Sumber versi ini banyak ditemukan dalam literatur-literatur China yang terkenal, seperti buku sejarah tentang China yang berjudul Chiu Thang Shu.</p><p><br /></p><p>Menurut buku ini, orang-orang Ta Shih, sebutan bagi orang-orang Arab, pernah mengadakan kunjungan diplomatik ke China pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah. 4 tahun kemudian, dinasti yang sama menerima delegasi dari Tan Mi Mo Ni, sebutan untuk Amirul Mukminin. Selanjutnya, buku itu menyebutkan, bahwa delegasi Tan Mi Mo Ni tersebut merupakan utusan yang dikirim oleh khalifah yang ketiga. Ini berarti bahwa Amirul Mukminin yang dimaksud adalah Khalifah Utsman bin Affan.</p><p><br /></p><p>Pada masa berikutnya, delegasi-delegasi muslim yang dikirim ke China semakin bertambah. Pada masa Khilafah Umayyah saja, terdapat sebanyak 17 delegasi yang datang ke China. Kemudian pada masa Dinasti Abbasiyah, ada sekitar 18 delegasi yang pernah dikirim ke China.</p><p><br /></p><p>Bahkan pada pertengahan abad ke-7 Masehi, sudah terdapat perkampungan-perkampungan muslim di daerah Kanton dan Kanfu. Sumber tentang versi ini juga dapat diperoleh dari catatan-catatan para peziarah Budha-China yang sedang berkunjung ke India. Mereka biasanya menumpang kapal orang-orang Arab yang kerap melakukan kunjungan ke China sejak abad ketujuh. Tentu saja, untuk sampai ke daerah tujuan, kapal-kapal itu melewati jalur pelayaran Nusantara.</p><p><br /></p><p>Beberapa catatan lain menyebutkan, delegasi-delegasi yang dikirim China itu sempat mengunjungi Zabaj atau Sribuza, sebutan lain dari Sriwijaya. Umumnya mereka mengenal kebudayaan Budha Sriwijaya yang sangat terkenal pada masa itu. Kunjungan ini dikisahkan oleh Ibnu Abd al-Rabbih, ia menyebutkan bahwa sejak tahun 100 hijriah atau 718 Masehi, sudah terjalin hubungan diplomatik yang cukup baik antara Raja Sriwijaya, Sri Indravarman dengan Khalifah Umar Ibnu Abdul Aziz.</p><p><br /></p><p>Lebih jauh, dalam literatur China itu disebutkan bahwa perjalanan para delegasi itu tidak hanya terbatas di Sumatera saja, tetapi sampai pula ke daerah-daerah di Pulau Jawa. Pada tahun 674-675 Masehi, orang-orang Ta Shi (Arab) yang dikirim ke China itu meneruskan perjalanan ke Pulau Jawa. Menurut sumber ini, mereka berkunjung untuk mengadakan pengamatan terhadap Ratu Shima, penguasa Kerajaan Kalingga, yang terkenal sangat adil itu.</p><p><br /></p><p>Pada periode berikutnya, proses Islamisasi di Jawa dilanjutkan oleh Wali Songo. Mereka adalah para muballig yang paling berjasa dalam mengislamkan masyarakat Jawa. Dalam Babad Tanah Djawi disebutkan, para Wali Songo itu masing-masing memiliki tugas untuk menyebarkan Islam ke seluruh pelosok Jawa melalui tiga wilayah penting. Wilayah pertama adalah Surabaya, Gresik, dan Lamongan di Jawa Timur.</p><p><br /></p><p>Wilayah kedua adalah, Demak, Kudus, dan Muria di Jawa Tengah. Dan wilayah ketiga adalah, Cirebon di Jawa Barat. Dalam berdakwah, para Wali Songo itu menggunakan jalur-jalur tradisi yang sudah dikenal oleh orang-orang Indonesia kuno. Yakni melekatkan nilai-nilai Islam pada praktik dan kebiasaan tradisi setempat. Dengan demikian, tampak bahwa ajaran Islam sangat luwes, mudah dan sanggup memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa saat itu.</p><p><br /></p><p>Selain berdakwah dengan tradisi, para Wali Songo itu juga mendirikan pesantren-pesantren, yang digunakan sebagai tempat untuk menelaah ajaran-ajaran Islam. Pesantren Ampel Denta dan Giri Kedanton, adalah dua lembaga pendidikan yang paling penting di masa itu. Bahkan dalam pesantren Giri di Gresik, Jawa Timur itu, Sunan Giri berhasil mendidik ribuan santri yang akhirnya dikirim ke beberapa daerah di Nusa Tenggara dan wilayah Indonesia Timur lainnya.</p><p><br /></p><p>•Penjajah Belanda Menghapuskan Jejak Khilafah</p><p><br /></p><p>Pada masa penjajahan, Belanda berusaha menghapuskan penerapan syariah Islam oleh hampir seluruh kesultanan Islam di Indonesia. Salah satu langkah penting yang dilakukan Belanda adalah menyusupkan pemikiran dan politik sekuler melalui Snouck Hurgronye. Dia menyatakan dengan tegas bahwa musuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai agama.</p><p><br /></p><p>Dari pandangan Snouck tersebut penjajah Belanda kemudian berupaya melemahkan dan menghancurkan Islam dengan 3 cara. Pertama: memberangus politik dan institusi politik/pemerintahan Islam. Dihapuslah kesultanan Islam. Contohnya adalah Banten. Sejak Belanda menguasai Batavia, Kesultanan Islam Banten langsung diserang dan dihancurkan. Seluruh penerapan Islam dicabut, lalu diganti dengan peraturan kolonial Belanda.</p><p><br /></p><p>Kedua: melalui kerjasama raja/sultan dengan penjajah Belanda. Hal ini tampak di Kerajaan Islam Demak. Pelaksanaan syariah Islam bergantung pada sikap sultannya. Di Kerajaan Mataram, misalnya, penerapan Islam mulai menurun sejak Kerajaan Mataram dipimpin Amangkurat I yang bekerjasama dengan Belanda.</p><p><br /></p><p>Ketiga: dengan menyebar para orientalis yang dipelihara oleh pemerintah penjajah. Pemerintah Belanda membuat Kantoor voor Inlandsche zaken yang lebih terkenal dengan kantor agama (penasihat pemerintah dalam masalah pribumi). Kantor ini bertugas membuat ordonansi (UU) yang mengebiri dan menghancurkan Islam. Salah satu pimpinannya adalah Snouck Hurgronye.</p><p><br /></p><p>Dikeluarkanlah: Ordonansi Peradilan Agama tahun 1882, yang dimaksudkan agar politik tidak mencampuri urusan agama (sekularisasi); Ordonansi Pendidikan, yang menempatkan Islam sebagai saingan yang harus dihadapi; Ordonansi Guru tahun 1905 yang mewajibkan setiap guru agama Islam memiliki izin; Ordonansi Sekolah Liar tahun 1880 dan 1923, yang merupakan percobaan untuk membunuh sekolah-sekolah Islam. Sekolah Islam didudukkan sebagai sekolah liar.</p><p><br /></p><p>Demikianlah, syariat Islam mulai diganti oleh penjajah Belanda dengan hukum-hukum sekuler. Hukum-hukum sekuler ini terus berlangsung hingga sekarang. Maka tidak salah jika dikatakan bahwa hukum-hukum yang berlaku di negeri ini saat ini merupakan warisan dari penjajah, sesuatu yang justru seharusnya dienyahkan oleh kaum Muslim, sebagaimana mereka dulu berhasil mengenyahkan sang penjajah: Belanda.</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-57611572677693351492023-07-09T17:13:00.002-07:002023-07-09T17:13:12.123-07:00MENGAPA 'BARAT' DEMIKIAN BENCI KEPADA ISLAM?<p> *MENGAPA 'BARAT' DEMIKIAN BENCI KEPADA ISLAM?*</p><p>Renungan untuk para pejuang kebenaran dan pencinta kebajikan</p><p><br /></p><p>... </p><p><br /></p><p>Saat World Cup Qatar 2022 berlangsung, ada seseorang, namanya Ranjit Lal Mad-hafan, menulis di medsos dalam bahasa Malayalamiyah. Karena tertarik dengan isinya, ada orang yang tergerak menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab. Saya juga tertarik, lalu saya terjemahkan kedalam bahasa Indonesia.</p><p><br /></p><p>Simaklah yang ditulis oleh Ranjit Lal Mad-hafan:</p><p><br /></p><p>1. Nilai bisnis narkoba dunia berkisar US$ 321 milyard/tahun.</p><p><br /></p><p>2. Nilai bisnis minuman beralkohol dunia berkisar US$ 1.600 milyard/tahun.</p><p><br /></p><p>3. Nilai bisnis senjata dunia berkisar US$ 100 milyard/tahun.</p><p><br /></p><p>4. Nilai bisnis pornografi dunia berkisar US$ 400 milyard/tahun.</p><p><br /></p><p>5. Bisnis perjudian dunia berkisar US$ 110 milyard per tahun.</p><p><br /></p><p>6. Sedangkan nilai perdagangan emas dunia berkisar US$ 100 milyard per tahun.</p><p><br /></p><p>7. Bisnis online games computer sedunia sekitar US$ 54 milyard/tahun.</p><p><br /></p><p>Seluruh "Dunia Islam" dibanjiri 'bisnis haram' senilai US$ 2.380 milyard setiap tahun. Thn 2017, Arun Jaitley, menaksir jenis bisnis tsb hanya US$ 336 milyard. Itulah bisnis yang dikelola oleh jaringan mafia dunia.</p><p><br /></p><p>Apa artinya? Bila dunia menerima politik Islam yang mengharamkan bisnis narkoba dan miras, mereka akan kehilangan prospek 'bisnis' sebesar US$ 2.000 milyard.</p><p><br /></p><p>Syari'ah Islam juga akan menyetop bisnis senjata yang bernilai US$ 100 milyard, bila dipakai hanya untuk agresi ke negara lain demi BBM yg menyebabkan kerusakan di muka bumi, merusak peradaban, membantai dan mengalirkan darah jutaan orang tak bersalah.</p><p><br /></p><p>Bila Islam exist, sebagai tonggak yang menentang dekadensi moral dan pornografi, maka bisnis mafia pornografi yang mencapai US$ 400 milyar akan lenyap. Hal ini akan menyebabkan surutnya situs² internet berbasis pornografi yang marak di seluruh jagat maya! </p><p><br /></p><p>Perjudian juga terkena dampaknya. Karena Syari'ah Islam melarang perudian dan sejenisnya, maka akan lenyap pula bisnis yang beromzet US$ 110 milyar/tahun itu! </p><p><br /></p><p>Bila dunia menerima norma Islam yang berpegang bahwa kecantikan perempuan adalah hak pribadi perempuan yg tdk boleh dipamerkan kepada selain mahram-nya, maka bisnis pornografi selanjutnya akan kehilangan US$ 100 milyar juga.</p><p><br /></p><p>Kaum mafia di pihak lain telah membeli media massa internasional agar terus menyebarkan tuduhan bahwa orang muslim adalah teroris. Maka tumbuh dan berkembanglah mafia bisnis media massa dengan curahan dana dari jaringan mafia tsb.</p><p><br /></p><p>Mereka telah bergerak di berbagai belahan dunia seraya melemparkan tuduhan keji bahwa Islam 'agama teroris' dan kaum Muslim adalah teroris! Sejalan dengan itu, mereka terus menerus memelihara kegiatan teror. Dan teror yang mereka ciptakan, mereka labeli 'teror Islam'. Semua lalu berkata dengan satu slogan bahwa "Islam itu extrimist!". Dengan cara ini mereka berupaya mempengaruhi sebagian umat Islam dengan kucuran dana berlimpah untuk mendukung mereka. </p><p><br /></p><p>Celakanya, begitu banyak kaum Muslimin yang mudah termakan _black campaign_ & propaganda busuk mereka terhadap Islam! Padahal Islam lah yang dengan tegas mendeklarasikan: *"barang siapa membunuh satu orang yang tak bersalah, maka ia seolah-olah telah membunuh seluruh umat manusia!"* (QS Al-Ma'idah [5] ayat 32). _Bagaimana mungkin agama yang cinta damai menjadi agama terrorist dan extrimist_?</p><p><br /></p><p>Wahai manusia. Hindarilah fanatik buta dengan tuduhan keji kepada Islam. *Bukalah mata hati dan akal budi kalian, bukalah relung hati kalian, bukalah telinga kalian… Apakah gerangan yg membawa kalian menjauh dari Kalam Allah Yang Maha Perkasa?*</p><p><br /></p><p>Apa kecerdikan mereka sehingga mereka berani memfitnah Islam itu "agama teroris"? Semua Itu adalah akibat dari terus terpedayanya kita dengan kampanye hitam mereka, sehingga kita terus tersesat.... </p><p>{ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡإِنسَٰنُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ ٱلۡكَرِيمِ }</p><p>[سُورَةُ الانفِطَارِ: ٦]</p><p>*Wahai umat manusia! Apakah yang telah memperdayakanmu sehingga kamu durhaka terhadap Tuhanmu Yang Maha Penyayang?* (QS Al-Infithar [82] ayat 6).</p><p><br /></p><p>_Allohu A'lamu bish Showabi.._</p><p>Semoga bermanfaat! </p><p><br /></p><p>WALLOHUL MUWAFFIQI ILA AQWAMITH THORIQ</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-71861862266969080312023-06-28T15:51:00.003-07:002023-06-28T15:51:28.098-07:00 PUASA AROFAH ITU TERKAIT DENGAN MOMENT WUQUF DI AROFAHNYA<p> PUASA AROFAH ITU TERKAIT DENGAN MOMENT WUQUF DI AROFAHNYA</p><p><br /></p><p>Oleh : Abulwafa Romli </p><p>https://abulwafaromli.blogspot.com/2023/06/puasa-arofah-itu-terkait-dengan-moment.html?m=1</p><p><br /></p><p>Ada yang berkata :</p><p>"Puasa arafah itu bukan disebabkan karena adanya orang wukuf. Walaupun tidak ada wukuf karena sesuatu hal, puasa arafah tetap disunnahkan karena tanggal 9 dzulhijjah".</p><p><br /></p><p>Komentar saya :</p><p><br /></p><p>1. Arofah itu nama tempat. Kalau ada puasa karena Arofahnya, maka setiap hari ada puasa Arofah karena Arofah ada setiap hari.</p><p><br /></p><p>2. Puasa Arofah itu bukan karena Arofahnya, tapi karena ada momen wuquf di Arofahnya bagi kaum muslimin yang sedang ibadah haji. Dan momen wuquf itu jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah.</p><p><br /></p><p>3. Puasa Arofah itu bukan karena tanggal 9 Dzulhijjah nya, tapi karena pada tanggal itu ada moment waquf di Arofahnya. Kalau puasa Arofah hanya karena tanggal 9 Dzulhijjah nya, maka namanya bukan Puasa Arofah, tapi puasa 9 Dzulhijjah, puasa dangdutan, puasa saweran dan seterusnya, yang penting dilakukan pada tanggal tersebut, dan ini tidak ada dalilnya. Maka para ulama menyebutnya dengan puasa Arofah pada 9 Dzulhijjah, bukan puasa 9 Dzulhijjah di Arofah.</p><p><br /></p><p>4. Shaumu `arofah (puasa Arofah) itu susunan idhofah, shaumu sebagai mudhof dan Arofah sebagai mudhof ilahi. Susunan idhofah di sini menyimpan makna fii (di dalam), dan Arofah itu bukan berarti tempatnya, tapi berarti aktifitas wuquf di Arofahnya. Maka arti puasa Arofah adalah puasa bersamaan dengan aktifitas wukuf di dalam Arofah bagi mereka yang ibadah haji.</p><p><br /></p><p>5. Juga puasa tarwiyyah pada tanggal 8 Dzulhijjahnya itu terkait erat dengan moment kaum muslimin yang ibadah haji mempersiapkan bekal air dan lainnya untuk dibawa ke Arofah. Karena tarwiyyah secara bahasa berarti menyegarkan dengan air dan lainnya. Puasa tarwiyyah itu jelas terkait erat dengan moment tarwiyyah, bukan terkait tanggal 8 Dzulhijjah nya. Karena ketika terkait dengan tanggalnya, maka namanya tidak harus puasa tarwiyyah, tapi bisa dinamai puasa apa saja tergantung adanya moment pada tanggal 8 Dzulhijjah nya. Bisa puasa dangdutan karena ada dangdutan di tanggal itu atau puasa pembubaran karena ada pembubaran pengajian di tanggal itu.</p><p><br /></p><p>6. Sebagaimana susunan kata "pintu jati" (babu sajin), artinya pintu yang terbuat dari kayu jati. Pintu jati bukan terkait dengan kayu jati nya, tapi terkait dengan pembuatan pintunya dari kayu jati. Kalau hanya terkait dengan kayu jatinya, maka bisa jendela dan lainnya, tidak harus pintu. Dan kalau hanya terkait dengan pintunya, maka bisa dari kayu nangka dan lainnya. Maka yang namanya pintu jati adalah pintu yang terbuat dari kayu jati dan tidak terkait dengan tanggal pembuatannya. Kalaupun pintu jati itu dibuat bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah, maka hanya ketepatan dan tidak bisa dikatakan pintu tanggal 9 Dzulhijjah.</p><p><br /></p><p>7. Kalau puasa Arofah tidak terkait dengan moment wuquf di Arofah, tapi terkait tempatnya, maka puasa Arofah bisa dilakukan setiap hari, tidak harus tanggal 9 Dzulhijjah karena Arofah ada di setiap hari, juga puasanya harus di Arofah, bukan di Indonesia. Karena kalau puasanya di Indonesia, maka dinamakan puasa Indonesia, bukan puasa Arofah karena puasanya terkait erat dengan tempatnya, bukan dengan moment wuqufnya.</p><p><br /></p><p>8. Menentukan kapan awal Dzulhijjah melalui rukyatul hilal lalu kapan wuquf di Arofah sebagai puncak ibadah haji adalah wewenang penguasa Mekkah, bukan penguasa negeri-negeri lain seperti Indonesia dan Malaysia.</p><p><br /></p><p>9. Puasa tarwiyyah, puasa Arofah dan `iedul adha itu harus bersama dengan Mekkah dari sisi harinya saja, bukan sama dari sisi jamnya. Pergantian hari dalam kalender hijriyyah itu dimulai dari terbenamnya Matahari atau waktu shalat maghrib, bukan dari jam 00:00 atau pertengahan malam. Sehingga meskipun negara-negara itu saling berjauhan seperti Indonesia dan Amerika, maka negara-negara tersebut bisa berada dalam satu lingkaran hari yang sama, sedang yang berbeda hanya jamnya saja.</p><p><br /></p><p>10. Semua negara-negara di dunia bisa shalat Jum'at di hari yang sama, yaitu di hari Jum'at. Susunan kata idhofah shalat Jum'at sama persis dengan susunan kata idhofah puasa Arofah. Yaitu berarti shalat khusus di hari Jum'at bukan shalat dzuhur yang ada di setiap hari, dan puasa khusus di hari Arofah, yakni ibadah wuquf di Arofah, bukan puasa apa saja di Arofah dan di tanggal 9 Dzulhijjah karena bisa puasa Senin-Kamis, puasa qodho atau nadzar.</p><p><br /></p><p>Cukup. Yang mudah jangan dipersulit apalagi dipersekusi. Ilmu itu wajib dijelaskan meskipun tidak pada moment nya karena wuquf di Arofah sudah berlalu. </p><p><br /></p><p>Wallahu A'lam bish shawab </p><p>Semoga bermanfaat. Aamiin...</p><p><br /></p><p><br /></p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-611804915118900912023-06-27T23:51:00.002-07:002023-06-27T23:51:21.884-07:00KESATUAN HARI RAYA ISLAM SEDUNIA, MUNGKINKAH ?!<p>KESATUAN HARI RAYA ISLAM SEDUNIA, MUNGKINKAH ?!</p><p><br /></p><p>Oleh: Zakariya al-Bantany</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>*Keniscayaan Perbedaan*</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Perbedaan di tengah umat itu adalah sebuah keniscayaan dan sunnatullah. Seperti, perbedaan: ras, etnis, suku bangsa, warna kulit, warna mata, bentuk fisik, bahasa, dan negeri (wilayah geografis dan wilayah hukum tempat tinggal/berdomisili), serta perbedaan zona waktu.</p><p><br /></p><p>Juga, keniscayaan perbedaan: mazhab, ormas, parpol dan harakah dakwah. Serta pula perbedaan: pendapat dan pandangan fiqih, khususnya terkait perkara furuiyah (cabang). Yang terkadang sering terjadi ikhtilaf atau khilafiyah di tengah umat, khususnya diantara para Ulama lintas mazhab dan lintas harakah serta lintas Ormas.</p><p><br /></p><p>Terkait perkara furuiyah dalam fiqih tersebut, tinggal kita bijak saja dalam menyikapinya. Tidak perlu kita sampai memperuncingnya hingga tajam setajam silet. Sehingga, membuat kita saling bermusuh-musuhan dengan sesama Muslim lainnya. Yang berbeda pendapat dan berbeda pandangan fiqih dengan kita.</p><p><br /></p><p>Namun, kita sebagai Muslim yang sudah mukallaf dan berakal, serta khususnya sebagai muqallid, dituntut untuk mencari pendapat (hujjah) yang paling rajih. Bila sudah mampu dan mumpuni dari sisi kematangan Turats ataupun Tsaqafah Islamnya, silahkan mentarjih hujjah atau pendapat Ulama mana yang paling rajih (kuat) dari berbagai pendapat Ulama lintas Mazhab tersebut, yang akan kita tabanni (adopsi) dan akan kita ikuti.</p><p><br /></p><p>Tapi, perlu diketahui dan kita pahami bersama, bahwasanya dalam perkara fiqih tersebut. Ada perkara: yang disepakati, ada yang dikhilafi (diperselisihkan), dan ada juga yang ditabanni (diadopsi/mutabannat). Maka, sikap kita haruslah benar, tepat, pas dan proporsional serta syar'i.</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>*Akar Penyebab Perbedaan Hari Raya*</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Nah, terlepas dari perkara furuiyah dan ikhtilaf atau khilafiyah, dalam perkara fiqih tersebut. Khususnya terkait perbedaan penentuan awal bulan Ramadhan dan awal Syawal (Hari Raya Idul Fithri). Serta pula perbedaan penentuan awal bulan Dzulhijjah, puasa Arafah dan Hari Raya Idul Adha (Hari Raya Kurban/Haji).</p><p><br /></p><p>Yang sering hampir terjadi setiap tahunnya, seperti yang terjadi dalam beberapa tahun saat ini. Dan tahun depan pun sangat mungkin seperti biasa akan berulang terus-menerus seperti itu. Sebagaimana halnya pula, perbedaan penentuan awal puasa bulan Ramadhan. Dan awal Syawal (Hari Raya Idul Fithri) yang terjadi pula. Yang hampir terjadi setiap tahunnya, khususnya juga di tahun ini.</p><p><br /></p><p>Itu semua disebabkan bukan semata-mata, karena khilafiyah atau perbedaan pendapat dan perbedaan pandangan fiqih belaka. Perbedaan pendapat dan pandangan fiqih itu sendiri, sebenarnya adalah perkara klasik yang sering terjadi. Sejak dahulu kala, yaitu sejak era zaman Salafush Shalih, hingga di era kita di zaman modern saat ini. Dan bukan pula, semata-mata karena perbedaan wilayah geografis, dan juga bukan semata-mata karena perbedaan zona waktu belaka.</p><p><br /></p><p>Namun, sesungguhnya penyebab utama seringnya terjadi perbedaan dalam penentuan awal puasa bulan Ramadhan. Dan awal bulan Syawal atau Hari Raya Idul Fithri. Khususnya pula, penentuan awal bulan Dzulhijjah, puasa Arafah dan Hari Raya Idul Adha, di era modern kita saat ini.</p><p><br /></p><p>Adalah masalah politik dan ideologis, yaitu ashobiyah firqah (fanatisme kelompok) dan puncaknya karena ketiadaan kepemimpinan politik tunggal bagi seluruh umat Islam sedunia. Yakni, akar masalahnya adalah ketiadaan Khilafah pemersatu umat sejak runtuhnya Khilafah, pada 3 Maret tahun 1924 masehi. Yang telah diruntuhkan oleh Inggris dan sekutunya, melalui agennya seorang yahudi yang bernama Mustafa Kemal Attarturk laknatullahi 'alaihim. </p><p><br /></p><p>Dan juga politik dan ideologi kufur, yaitu bercokolnya sistem kufur kapitalisme sekulerisme dan rezim boneka barat. Beserta sistem politik demokrasinya dan paham kufur nasionalisme, dan batas-batas nation state (negara bangsa). Serta hukum-hukum internasional buatan dan warisan kaum kuffar barat penjajah. Yang telah menyekat-nyekat umat Islam. Baik sekat-sekat secara defacto dan dejure, maupun juga sekat-sekat secara pemikiran, perasaan, peraturan dan ideologi.</p><p><br /></p><p>Sehingga, kita umat Islam terpecah-belah menjadi lebih dari 60 negara bangsa (nation state), dengan paham kufur nasionalismenya. Dan juga banyaknya bermunculan firqah (kelompok) di dalam umat Islam, yang terkadang tersandera sikap ashobiyah firqah (fanatisme kelompok secara berlebihan dan ekstrim). Sehingga, membuat kita umat Islam tidak bersatu, justru kita seringkali ribut dan saling bermusuh-musuhan.</p><p><br /></p><p>Dan juga, tiadanya kesatuan umat Islam dalam semua lini kehidupannya. Khususnya, tiadanya kesatuan pemikiran, perasaan, peraturan dan kepemimpinan politik, serta juga dalam ibadah. Seperti, penentuan awal puasa bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal (Hari Raya Idul Fithri). Dan juga dalam penentuan awal Dzulhijjah, puasa Arafah, dan Hari Raya Idul Adha tersebut.</p><p><br /></p><p>Padahal, realitas faktanya kita ini hidup bukan di planet yang berbeda. Namun, justru kita hidup hingga sekarang di satu planet yang sama, yaitu bumi (earth/ardhun).</p><p><br /></p><p>Dan bumi tempat tinggal kita ini pun satu bukan dua, bulan (luna/moon/qomar) -satelit bumi kita- pun satu. Serta, matahari (sun/syamsun) pusat tatasurya kita pun satu. Jarak waktu antara Indonesia dengan Arab Saudi hanya sekitar 4 jam, tidak sampai 24 jam (sehari-semalam), atau tidak lebih dari waktu itu. Bahkan, jarak waktu antara Indonesia dengan Amerika pun itu hanya sekitar 12 jam, tidak sampai 24 jam (sehari-semalam), atau pun tidak lebih dari waktu tersebut.</p><p><br /></p><p>Apatah lagi, kini realitas faktanya di zaman modern kita saat ini, sains dan teknologi serta multimedia pun begitu sangat canggihnya. Dimana setiap informasi lokal dan global, bisa diupdate dan diakses serta diketahui dengan sangat cepat dalam hitungan jam, menit, bahkan detik. </p><p><br /></p><p>Juga, realitas faktanya sebetulnya umat Islam itu, adalah umat yang satu, satu akidah dan satu agama yang sama, yaitu Islam. Dan Tauhidnya pun satu, serta satu Tuhan yaitu Allah Yang Maha Esa, dan Nabi Muhammad Saw-nya pun satu. Syariatnya juga satu yaitu Syariah Islam, Al-Quran dan As-Sunnah sebagai sumber utama hukum Islamnya pun satu.</p><p><br /></p><p>Masak kita setiap tahunnya hampir selalu berbeda, dalam menentukan awal Ramadhan dan awal Syawal (Hari Raya Idul Fithri). Khususnya pula, dalam menentukan awal Dzulhijjah, puasa Arafah dan 10 Dzulhijjah (Hari Raya Idul Adha) tersebut.</p><p><br /></p><p>Okelah, sekali dua kali bila terjadi perbedaan itu masih wajar. Namun, bila berkali-kali hampir setiap tahunnya. Maka, ini sudah tidak wajar lagi dan menjadi bagian problematika umat yang makin carut-marut. Dan tentu ini pun juga tidak lepas merupakan, bagian dari konspirasi elit-elit kapitalisme global kafir barat, yang menghendaki umat Islam tidak bersatu, terpecah-belah dan tidak bangkit. </p><p><br /></p><p>Mengapa pula, giliran menonton event sepak bola, seperti: Piala Eropa (Europe Cup) dan Piala Dunia (World Cup) dan perayaan tahun baru masehi. Justru, kebanyakan kita umat Islam lintas mazhab, dan lintas Ormas, serta lintas negara bangsa, bisa bersatu ikutan menonton bareng. Dalam waktu yang hampir bersamaan dengan penduduk dunia lainnya. Yang notabene berbeda agama, ras, etnis, suku, bangsa, bahasa dan negaranya ?!</p><p><br /></p><p>Mengapa giliran penentuan awal Ramadhan dan awal Syawal (hari Raya Idul Fithri). Khususnya pula dalam penentuan awal Dzulhijjah, puasa Arafah dan 10 Dzulhijjah (Hari Raya Idul Adha). Hampir setiap tahunnya kita selalu berbeda. Bahkan, parahnya kita sampai ribut dan berantem sendiri dengan sesama Muslim. Terkadang pula sesama sirkel. Karena, berbeda dalam menyikapi perihal tersebut ?!</p><p><br /></p><p>Bakal sangat senang dan tertawa terbahak-bahak. Bila orang-orang kafir, dan munafik, serta setan. Melihat kita sesama Muslim dan sesama sirkel justru ribut dan berantem terus, karena perbedaan dalam menyikapi perihal tersebut ?! Disinilah pentingnya adanya persatuan dan kesatuan umat Islam, khususnya kesatuan dalam penentuan awal puasa Ramadhan dan Hari Raya Islam tersebut.</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>*Kesatuan Hari Raya Adalah Keniscayaan*</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Dalam politik semuanya serba mungkin, tidak ada yang tidak mungkin dalam politik. Begitu pula, persatuan dan kesatuan umat Islam dalam mengawali puasa bulan Ramadhan dan awal Syawal (berhari Raya Idul Fithri). Khususnya pula awal bulan Dzulhijjah, puasa Arafah dan Hari Raya Idul Adha adalah sangat mungkin terjadi. Bahkan, potensinya pun sebuah keniscayaan, yang akan terjadi cepat atau pun lambatnya.</p><p><br /></p><p>Potensi ini pun didukung di era modern saat ini, dengan segala kecanggihan sains dan teknologi prodak madaniyah 'aam. Beserta dengan segala prodak turunannya. Khususnya kecanggihan multimedia informatika, internet, gadget, media sosial, dan sarana-prasarana kehidupan lainnya.</p><p><br /></p><p>Sehingga sangat memudahkan segala urusan dan mobilitas hidup kita. Khususnya dalam mengakses dan meng-update berbagai macam informasi, secara akurat dan tepat dalam hitungan jam, menit bahkan detik.</p><p><br /></p><p>Maka, sangat relevan bila kita umat Islam bisa bersatu teguh kembali. Untuk mengamalkan QS. Ali Imran: 103 (perintah Allah, agar kita bersatu teguh, larangan berpecah-belah, dan larangan saling bermusuh-musuhan). Allah SWT berfirman:</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>"Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk." (QS. Ali Imran: 103).</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Dan juga, justru harusnya sudah tidak relevan lagi, bila kita umat Islam senantiasa berbeda terus-menerus, dan ribut dan berantem terus. Khususnya, dalam mengawali ibadah puasa Ramadhan dan berhari raya Idul Fithri (1 Syawal), puasa Arafah dan Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) tersebut.</p><p><br /></p><p>Meskipun sebuah keniscayaan, ikhtilaf atau khilafiyah atau pun perbedaan pendapat dan perbedaan pandangan dalam fiqih itu tetap ada. Khususnya, perbedaan pendapat dan pandangan terkait perkara furuiyah (cabang).</p><p><br /></p><p>Dan disinilah pula, urgensi kehadiran seorang Khalifah (al-Imam/Sulthan al-A'dzham) dengan sistem Khilafahnya. Untuk menghilangkan perbedaan pendapat tersebut, dan dalam menyatukan kembali seluruh umat Islam sedunia. Serta pula dalam menghilangkan ashabiyah firqah (fanatisme kelompok) di tengah kaum Muslimin.</p><p><br /></p><p>Sekaligus pula, dalam menghilangkan paham kufur nasionalisme dan batas-batas nation state (negara bangsa), beserta hukum-hukum internasional dan ideologi-ideologi kufur buatan dan warisan kaum kuffar penjajah tersebut. Yang selama ini telah menjadi biang masalah terpuruk dan lemahnya, terjajahnya dan terpecah belahnya umat Islam dalam segala lini kehidupan, termasuk dalam mengawali ibadah puasa Ramadhan dan berhari Raya tersebut. Khususnya pula, dalam menyatukan umat Islam sedunia, dalam mengawali ibadah puasa Ramadhan dan puasa Arafah serta berhari raya baik Idul Fithri maupun Idul Adha.</p><p><br /></p><p>Karena, ibadah puasa (baik puasa Ramadhan maupun puasa Arafah) dan hari raya Idul Fithri serta Idul Adha itu sangat sakral, suci dan merupakan syiar-syiar Islam dan syiar persatuan umat Islam. Apatah lagi, sesungguhnya kita ini umat Islam adalah umat yang satu. Dan Islam akidah dan agama kita pun satu, Allah Yang Maha Esa Tuhan yang kita sembah pun satu. Nabi Muhammad Saw, adalah Rasulullah yang kita ikuti pun satu. Dan Al-Quran beserta As-Sunnah, sumber utama rujukan kita dalam berhukum pun satu. Serta Syariah Islam kita pun satu.</p><p><br /></p><p>Oleh sebab itu, ini pun sangat relevan dengan kaidah ushulul fiqih yang menegaskan:</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>أمر الإمام يرفع الخلاف في المسائل الإجتهادية</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>“Perintah (keputusan) Imam (Khalifah/pemimpin Islam) menghilangkan perbedaan pendapat dalam masalah-masalah ijtihadiyah (khilafiyah)."</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Oleh karena itulah, Khilafah akan mentabanni (mengadopsi) metode rukyatul hilal global. Berdasarkan nash-nash syar'i, khususnya hadits-hadits sharih Rasulullah Saw. Yang memerintahkan kita, untuk melihat hilal (rukyatul hilal). Dalam penentuan awal bulan puasa Ramadhan dan awal Syawal (Hari Raya Idul Fithri).</p><p> </p><p>Dan ini sejalan dengan pendapat Jumhur Ulama, seperti yang disampaikan oleh imam Ibnu Hubairah rahimahulllah (w. 560 H), dalam kitab beliau, al-Ijma’ menyatakan:</p><p><br /></p><p>“Dan mereka (empat Imam madzhab, yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’iy dan Imam Ahmad) telah sepakat: bahwa ketika bulan sabit (hilal) telah terlihat dan tersiar di suatu negeri pada saat malam, maka wajib puasa atas seluruh penduduk dunia. Kecuali apa yang diriwayatkan oleh Abu Hamid Al-Isfirayaini yang menyatakan rukyat tersebut tidaklah mengikat bagi negeri-negeri yang lain untuk memulai puasa. Al-Qadhi Abu Thayyib At-Thabari menyalahkan pendapat ini. Ia berkata: “Ini adalah kekeliruan darinya. Tetapi, yang benar adalah jika penduduk suatu negeri melihat bulat sabit (hilal) Ramadhan, maka (rukyat) ini berlaku bagi seluruh manusia di negeri-negeri yang lain untuk berpuasa.” [Ibnu Hubairah (w. 560 H), Al-Ijma’ ‘Inda Aimmati Ahlis Sunnah al-Arba’ah- Ahmad bin Hanbal-Abu Hanifah-Malik- Asy-Syafi’i, hal 77. lihat pula Ijmâ’ al-Aimmati al-Arba’ah wa Ikhtilâfuhum, juz 1 hlm. 287].</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Begitu juga, yang dinyatakan oleh Syaikh Abdul Wahhab as-Sya’rani rahimahullah (w. 973 H), salah satu Ulama Madzhab Syafi’i yang pada masanya digelari dengan Al-Qutbur Rabbani, dalam kitab beliau, Al-Mîzân menyatakan:</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>واتفقوا عَلَى أَنَّهُ إذا رؤى الهلال فى بلدة قاصية أنه يجب الصوم على سائر أهل الدنيا، إلا أن أصحاب الشافعي صححوا أنه يلزم حكمه البلد القريب دون البعيد.</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>"Dan mereka (empat Imam madzhab, yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’iy dan Imam Ahmad) telah sepakat bahwa ketika bulan sabit (hilal) telah terlihat di suatu negeri, maka wajib puasa atas seluruh penduduk dunia. Hanya saja ashhab Syafi’iy telah mentashih bahwa hukum tersebut hanya mengikat (penduduk) negeri yang dekat, bukan (penduduk negeri) yang jauh." [Syaikh Abd al-Wahhâb asy- Sya’rani (w. 973 H), Al-Mîzân, juz 2 hal 273].</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Dan juga ditegaskan pula, oleh Syaikh Wahbah az-Zuhaili rahimahullah, yang menyatakan:</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>وهذا الرأي (رأي الجمهور) هو الراجح لديّ توحيداً للعبادة بين المسلمين، ومنعاً من الاختلاف غير المقبول في عصرنا، ولأن إيجاب الصوم معلق بالرؤية، دون تفرقة بين الأقطار.</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>“Pendapat ini (yaitu pendapat jumhur) manurutku adalah yang lebih kuat (ar-râjih), karena akan dapat menyatukan ibadah seluruh kaum Muslim, dan akan dapat mencegah adanya perbedaan yang tidak dapat diterima lagi di zaman kita sekarang. Dan juga dikarenakan bahwa kewajiban shaum (puasa) itu terkait dengan rukyat, tanpa membedakan negeri-negeri yang ada." [Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, juz II hlm. 609].</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Dan sebagai pengembangan dari metode rukyatul hilal global tersebut. Khususnya penentuan awal bulan Dzulhijjah, puasa Arafah dan Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijjah), karena satu paket dengan ibadah kurban dan ibadah haji di tanah suci Mekkah. Maka, Khilafah akan memasrahkan kepada Wali Mekkah untuk mengawali rukyatul hilal Dzulhijjah. Bila tidak berhasil, maka rukyatul hilal akan tetap terus dilakukan di luar wilayah Mekkah atau di negeri-negeri kaum Muslimin lainnya. Sampai dapat dipastikan terlihat atau tidaknya hilal Dzulhijjah tersebut. Hasilnya akan segera diumumkan oleh Khalifah, secara resmi kepada seluruh umat Islam sedunia.</p><p><br /></p><p>Ini sejalan dengan hadits Rasulullah Saw, diantaranya hadits dari Husain bin Al-Harits Al-Jadali, dia berkata:</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>أنَّ أمِيرَ مَكَّةَ خَطَبَ ثُمَّ قال: عَهِدَ إلَيْنا رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم – أنْ نَنْسُكَ لِلرُّؤْيَةِ، فإنْ لم نَرَهُ وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>“Bahwa Amir (penguasa) Makkah berkhutbah kemudian dia berkata,”Rasulullah telah menetapkan kepada kita agar kita menjalankan manasik berdasarkan rukyat. Lalu jika kita tidak melihat hilal, dan ada dua orang saksi yang adil yang menyaksikannya, maka kita akan menjalankan manasik berdasarkan kesaksian keduanya.” (HR. Abu Dawud dan Daraquthni).</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Dan juga diantaranya, hadits Rasulullah Saw berikut ini:</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ وَانْسُكُوا لَهَا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ فَإِنْ شَهِدَ شَاهِدَانِ فَصُومُوا وَأَفْطِرُوا</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>“Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal, dan laksanakan manasik kamu karena melihat hilal. Lalu jika pandanganmu tertutup mendung, maka sempurnakanlah tiga puluh hari. Jika ada dua saksi yang bersaksi, maka berpuasalah dan berbukalah kamu." (HR. An-Nasa'i).</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>*Khatimah*</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Jadi, umat Islam bisa bersatu kembali dalam satu kepemimpinan politik Islam tunggal yakni Khilafah Islam, sehingga bisa bersatu kembali dalam semua lini kehidupannya, itu adalah sebuah keniscayaan. Tinggal proses dakwah dan politik yang kita lakukan secara konsisten dan terus-menerus saja. Dengan hanya meneladani thariqah/manhaj (metodologi) dakwah Rasulullah Saw. Dalam mewujudkannya dengan menetapi sunnatullah dan hukum sebab-akibatnya pula.</p><p><br /></p><p>Dan juga waktulah, yang akan turut pula mewujudkannya, tentunya pun dengan pertolongan dan seizin Allah, insya Allah wa bi idznillah. Karena itu, umat Islam kelak bersatu kembali. Khususnya pun, bersatu dalam mengawali ibadah puasa Ramadhan dan Hari Raya Islam sedunia atau Hari Raya Idul Fitri, puasa Arafah dan Hari Raya Idul Adha tersebut, why not (kenapa tidak) ?!.</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Allahu yahdikum wa lana, wallahu musta'an. Wallahu a'lam bish shawab. []</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>#TumbangkanDemokrasi</p><p>#TegakkanKhilafah</p><p>#KhilafahPemersatuUmat</p><p>#KhilafahAjaranIslam</p><p>#ReturnTheKhilafah</p><p>#AbadKhilafah</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-22329625458667097412023-06-22T12:06:00.000-07:002023-06-22T12:06:04.328-07:00INDONESIA PASTI KHILAFAH*<p> *INDONESIA PASTI KHILAFAH*</p><p><br /></p><p>Oleh: Ustdz Abulwafa Romli Reborn </p><p><br /></p><p>Bismillaahir Rahmaanir Rohiim</p><p><br /></p><p>Maksudnya, pada waktunya Indonesia pasti akan menjadi Darul Islam, akan menerapkan sistem pemerintahan Islam, yakni kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegaranya akan diatur dengan/oleh khilafah. </p><p><br /></p><p>Indonesia lebih dulu ada, sedang khilafah ala minhajin nubuwwah kedua belum dan akan ada. Terkait Indonesia bisa menjadi tempat pertama tegaknya khilafah ala minhajin nubuwwah atau Indonesia akan difutuhat oleh khilafah ala minhajin nubuwwah, semua itu bagian dari ilmu, qudrot dan irodat Allah swt, tetapi salah satu dari keduanya adalah keniscayaan. </p><p><br /></p><p>Alfaqir lebih meyakini bahwa Indonesia akan difutuhat oleh khilafah ala minhajin nubuwwah lalu menjadi bagian darinya, daripada menjadi tempat pertama tegaknya. Yang jelas Indonesia pasti akan diatur dengan sistem pemerintahan Islam warisan Rasulullah saw, khilafah ala minhajin nubuwwah. </p><p><br /></p><p>Di bawah adalah argumen syar'inya, baik naqli maupun aqli :</p><p><br /></p><p>• Pertama, sabda Rasulullah saw :</p><p><br /></p><p>عن تميم الداري عن النبي صلى الله عليه وسلم : ليبلغن هذا الأمر ما بلغ الليل والنهار، ولا يترك الله بيت مدر ولا وبر إلا أدخله الله هذا الدين بعز عزيز أو بذل ذليل، عزاً يعز الله به الإسلام، وذلاً يذل به الكفر. قال الألباني: رواه جماعة منهم الإمام أحمد وابن حبان والحاكم وصححه </p><p><br /></p><p>Dari Tamim Addaariy, dari Nabi SAW bersabda : "Sungguh urusan (agama / pemerintahan Islam) ini akan sampai ke seluruh dunia, sebagaimana sampainya siang dan malam. Allah tidak akan membiarkan satu rumah cadas (rumah gedung punya orang kota) pun, dan tidak membiarkan satu rumah bulu (rumahnya orang pedalaman atau kampung) pun, kecuali Allah memasukkan ke dalamnya agama ini, dengan kemuliaan bagi orang yang mulia atau kehinaan bagi orang yang hina, kemuliaan yang Allah memuliakan Islam dengannya, dan kehinaan yang Allah menghinakan kekufuran dengannya". (Al Albani berkata: HR Jama'ah diantaranya Imam Ahmad, Ibnu Hibban dan Hakim dan Ia menshahihkannya).</p><p><br /></p><p>Catatan ; </p><p><br /></p><p>a) tidak ada pengecualian dari sampainya kekuasaan sistem pemerintahan Islam, khilafah keseluruh penjuru dunia, baik Indonesia maupun negara lainnya. </p><p><br /></p><p>b) pengertian kekuasaan khilafah itu diambil dari redaksi hadits, "dengan kemuliaan bagi orang yang mulia atau kehinaan bagi orang yang hina, kemuliaan yang Allah memuliakan Islam dengannya, dan kehinaan yang Allah menghinakan kekufuran dengannya". </p><p><br /></p><p>Sebagaimana dijelaskan di dalam Musnad Imam Ahmad, Tamim Addariy berkata:</p><p><br /></p><p>" قَدْ عَرَفْتُ ذَلِكَ فِي أَهْلِ بَيْتِي، لَقَدْ أَصَابَ مَنْ أَسْلَمَ مِنْهُمُ الْخَيْرُ وَالشَّرَفُ وَالْعِزُّ، وَلَقَدْ أَصَابَ مَنْ كَانَ مِنْهُمْ كَافِرًا الذُّلُّ وَالصَّغَارُ وَالْجِزْيَةُ "</p><p><br /></p><p>"Aku benar-benar mengetahui hal itu pada keluargaku, dimana mereka yang memeluk Islam mendapat kebaikan dan kemuliaan, dan mereka yang tetap kafir mendapat kehinaan, kerendahan dan ditarik jizyah (pajak)".</p><p><br /></p><p>Kita fokus pada redaksi, "dan mereka yang tetap kafir mendapat kehinaan, kerendahan dan ditarik jizyah (pajak)". Kuncinya terletak pada kata "ditarik jizyah (pajak)". Sebagaimana dalam firman Allah swt :</p><p><br /></p><p>قاتلوا الذين لا يؤمنون بالله ولا باليوم الآخر ولا يحرمون ما حرم الله ورسوله ولا يدينون دين الحق من الذين أوتوا الكتاب حتى يؤتوا الجزية عن يد وهم صاغرون</p><p><br /></p><p>"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk". (QS At-taubah ayat 29).</p><p><br /></p><p>Catatan: jizyah ialah pajak kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam (khilafah) dari orang-orang non muslim, sebagai imbangan bagi jaminan keamanan diri mereka. </p><p><br /></p><p>Jadi jelas bahwa yang akan menguasai dunia dan memasukkan agama Islam ke setiap rumah, adalah sistem pemerintahan Islam khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah, dimana Imam Mahdi adalah salah satu khalifahnya. Karena hanya khilafah lah yang secara syar'i berhak menarik jizyah hanya dari orang-orang non muslim yang menjadi warga negara. Dan jizyah itu bukan dhoribah /dhoroib yang juga diterjemahkan dengan pajak yang ditarik dari semua warga negara yang mampu. </p><p><br /></p><p>• Kedua, sabda Rasulullah saw terkait Imam Mahdi :</p><p><br /></p><p>ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﻳﻘﺘﺘﻞ ﻋﻨﺪ ﻛﻨﺰﻛﻢ ﺛﻼﺛﺔ ﻛﻠﻬﻢ ﺍﺑﻦ ﺧﻠﻴﻔﺔ ﺛﻢ ﻻ ﻳﺼﻴﺮ ﺇﻟﻰ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﻢ ﺛﻢ ﺗﻄﻠﻊ ﺍﻟﺮﺍﻳﺎﺕ ﺍﻟﺴﻮﺩ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻤﺸﺮﻕ ﻓﻴﻘﺘﺘﻠﻮﻧﻜﻢ ﻗﺘﻼ ﻟﻢ ﻳﻘﺘﻠﻪ ﻗﻮﻡ ." ﺛﻢ ﺫﻛﺮ ﺷﻴﺌﺎ ﻻ ﺃﺣﻔﻈﻪ ﻓﻘﺎﻝ : " ﻓﺈﺫﺍ ﺭﺃﻳﺘﻤﻮﻩ ﻓﺒﺎﻳﻌﻮﻩ ﻭﻟﻮ ﺣﺒﻮﺍ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺜﻠﺞ ﻓﺈﻧﻪ ﺧﻠﻴﻔﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻤﻬﺪﻱ ." ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﻭ ﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻋﻦ ﺛﻮﺑﺎﻥ ﻭ ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺃﺣﻤﺪ ﻋﻦ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﺯﻳﺪ ، ﻭ ﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﺃﻳﻀﺎ ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻖ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻮﻫﺎﺏ ﺑﻦ ﻋﻄﺎﺀ ﻋﻦ ﺧﺎﻟﺪ ﺍﻟﺤﺬﺍﺀ ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻗﻼﺑﺔ .</p><p><br /></p><p>Rasulullah SAW bersabda: “Akan berperang di samping simpanan harta kalian tiga orang di mana semuanya anak khalifah, kemudian harta itu tidak dimiliki oleh salah seorang dari mereka. Kemudian muncul panji-panji hitam dari Timur, LALU MEREKA MEMERANGI KALIAN DENGAN PERANG YANG TIDAK PERNAH DILAKUKAN OLEH SUATU KAUM”. Kemudian Nabi menuturkan sesuatu yang aku tidak menghapalnya, lalu Nabi bersabda: “Apabila kalian melihatnya (Imam Mahdi), maka berbaiatlah kepadanya walaupun dengan merangkak di atas salju, karena dia adalah khalifah Allah al-Mahdi”.</p><p><br /></p><p>Imam Ibnu Katsir berkata: “Yang dikehendaki dengan harta tersebut adalah harta yang tersimpan di dalam Ka’bah di mana tiga orang dari anak khalifah berperang untuk mengambilnya. Sehingga pada akhir zaman itu keluarlah Imam Mahdi dari negeri Timur ….. Allah mengokohkan Imam Mahdi dengan manusia dari negeri Timur, mereka menolongnya, menegakkan kekuasaannya, dan mengokohkan tiang-tiangnya. Dan panji-panji mereka adalah hitam, karena panji Rasulullah SAW yang bernama Rayatul ‘Uqab adalah hitam ….. Sesungguhnya Imam Mahdi yang keberadaannya dijanjikan pada akhir zaman itu akan keluar dari negeri Timur dan akan dibaiat disisi Ka’bah sebagaimana ditunjukkan oleh banyak hadits”.(Imam Ibnu Katsir, an-Nihayah fil Fitan wa al-Malahim, juz 1, hal. 55-56).</p><p><br /></p><p>Catatan;</p><p><br /></p><p>a) Imam Mahdi adalah seorang khalifah yang dibaiat oleh kaum muslimin, dimana baiat adalah metode syar'i dalam pengangkatan khalifah. Imam Mahdi adalah pemimpin dalam sistem khilafah, yang menerapkan dan menjalankan hukum-hukum Allah / syariat Islam secara kaffah. Karena itu dia disebut sebagai khalifatullah, wakil Allah dalam mengatur bumi dengan hukum-hukum-Nya. Kata khalifatullah juga sebagai penguat bahwa Imam Mahdi itu benar-benar seorang khalifah, bukan raja, apalagi presiden. Dengan tidak memandang bahwa kata khalifatullah itu disabdakan oleh Rasulullah saw atau tambahan dari sanad atau rawi haditsnya. </p><p><br /></p><p>b) sebelum Imam Mahdi sudah ada khalifah yang tiga anaknya berperang karena berebut harta di bawah Ka'bah. Khalifah itu bukan raja kerajaan Arab Saudi, karena Nabi saw tidak pernah menyebut raja dengan sebutan khalifah, tapi sebaliknya Nabi saw menyebut khalifah dengan sebutan raja, yaitu khalifah yang telah cacat moral dan normanya, seperti halnya Muawiyah ra yang pernah bughot kepada khalifah Ali ra dan memulai mengangkat anaknya (Yazid) sebagai putra mahkota. </p><p><br /></p><p>c) Imam Mahdi yang datang dari Timur dan didukung pasukan panji hitam juga dari Timur akan memerangi kalian dengan sangat dahsyat, ya kalian, bukan mereka, sebagaimana dalam hadits. Kalian yang paling dekat dengan kondisi Nabi saw ketika bersabda adalah kalian umat Islam di Jazirah Arab, sekitar dan seterusnya. Yaitu umat Islam dari negeri-negeri Islam yang tidak mau menerima sistem khilafah, yang menolak dan menghalangi sistem khilafah, yang tidak mau tunduk dan bergabung dengan sistem khilafah. Setelah kalian umat Islam sudah tunduk dan bergabung dengan khilafah, maka selanjutnya Imam Mahdi akan memerangi mereka umat non muslim dari negeri kaum kuffar, sampai semuanya tunduk dan bergabung dengan khilafah. Ketika itu sudah sah dikatakan bahwa Imam Mahdi telah menguasai Dunia seluruhnya untuk menebarkan keadilan risalah Islam Rahmatan lil'Aalamiin. </p><p><br /></p><p>d) Imam Mahdi tidak berdiri dan berjuang sendirian, tapi berdiri dan berjuang di tengah-tengah para pejuang, sebagaimana perkataan Ibnu Katsir; "... Allah mengokohkan Imam Mahdi dengan manusia dari negeri Timur, mereka menolongnya, menegakkan kekuasaannya, dan mengokohkan tiang-tiangnya". Apalagi sebelumnya sudah berdiri khilafah dan sudah ada khalifah. Berarti sudah ada golongan yang berdakwah dan berjuang untuk menegakkan khilafah. Maka sangat keliru ketika kita meyakini kedatangan Imam Mahdi, tapi tidak mau berdakwah dan berjuang untuk menegakkan khilafah. Lebih keliru lagi ketika kita justru menjadi penghalang bagi tegaknya khilafah. Apakah kita yang seperti ini yang akan diperangi oleh Imam Mahdi?! </p><p><br /></p><p>e) dalam hadits ada kata "arrooyaat assuud", panji-panji berwarna hitam. Artinya, panji-panji itu berjumlah sangat banyak, tidak hanya dibawa oleh amirnya saja, tapi semuanya boleh/bisa membawanya. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir, "Dan panji-panji mereka adalah hitam, karena panji Rasulullah SAW yang bernama Rayatul ‘Uqab adalah hitam". Sedang golongan di seluruh dunia Timur yang sekarang lebih banyak mengibarkan panji-panji hitam hanyalah Hizbut Tahrir. </p><p><br /></p><p>• Ketiga, Indonesia adalah negara mayoritas muslim terbanyak di dunia, dimana Hizbut Tahrir telah menancapkan pohon-pohon dakwahnya sejak era 80-an sehingga akar-akarnya telah membesar nan kokoh menembus bumi pertiwi. Pohon-pohon itu semakin besar dan kokoh menjulang ke langit-langit dunia, sehingga bisa terlihat meskipun dari negeri timur dan negeri barat terjauh. Ketika khilafah ala minhajin nubuwwah telah tegak serta seorang khalifah telah dibaiat, maka seluruh syabab Hizbut Tahrir di seluruh dunia akan serentak menyambut dan membaiatnya. Bukan hanya itu, tapi akan berjuang dan mendesak semua negara dunia, termasuk Indonesia, agar segera bergabung dengan khilafah, daripada diperangi oleh khilafah. </p><p><br /></p><p>Khilafah yang baru berdiri pun tidak tinggal diam, tetapi segera mengirim delegasi ke seluruh negara-negara di dunia, dari yang terdekat hingga yang terjauh, dengan memobilisasi pasukan jihad fisabilillah, termasuk Indonesia. </p><p><br /></p><p>Dengan demikian, ada dua kekuatan besar yang yang mencengkeram dunia, pasukan jihad yang dikirim khilafah dari luar negerinya dan para syabab Hizbut Tahrir serta umat yang sudah rindu khilafah dari dalam negerinya. Jadi seluruh negara dunia akan ditarik oleh khilafah dari luar dan didorong oleh umat dari dalam agar bergabung dan menyatu dengan /kepada khilafah ala minhajin nubuwwah. Dan tidak ada dalil pengecualian khusus bagi Indonesia, baik naqli maupun aqli. Maka Indonesia pada waktunya pasti khilafah. Wallohu A'lam.</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8817082248887555147.post-44184313427604668882023-06-13T21:44:00.001-07:002023-06-13T21:44:12.020-07:00MENGENAL HIZBUT TAHRIR, KENALILAH PENDIRINYA (AL-'ALLAMAH SYAIKH TAQIUDDIN AN-NABHANI)<p> •MENGENAL HIZBUT TAHRIR, KENALILAH PENDIRINYA (AL-'ALLAMAH SYAIKH TAQIUDDIN AN-NABHANI)</p><p>_____________________________________________</p><p>Oleh: Arief B. Iskandar</p><p>.....</p><p>Ada pepatah berhikmah mengatakan:</p><p>العالم لا يعرفه الا العالم</p><p>Ulama hanya bisa dimengerti oleh ulama.</p><p><br /></p><p>Artinya, yang betul-betul bisa memahami keulamaan seseorang hanyalah ulama.</p><p><br /></p><p>Siapa ulama? Selain seseorang yang mumpuni dalam keilmuan Islam, yang lebih penting, ulama adalah orang yang paling memiliki rasa takut kepada Allah SWT (Lihat: QS Fathir [35]: 28).</p><p><br /></p><p>Lalu apa hubungannya dengan urusan mengenal Hizbut Tahrir (HT)?</p><p><br /></p><p>Tidak lain karena HT didirikan oleh seorang ulama, bahkan seorang ulama besar, yakni Al-'Allamah Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani, yang juga memiliki rasa takut yang luar biasa kepada Allah SWT, yang sanggup menghilangkan rasa takutnya kepada para penguasa lalim dan keji.</p><p><br /></p><p>Kebesaran keulamaan Syaikh Taqi tidak hanya diakui oleh murid-murid dan para pengikut beliau di HT, tetapi juga oleh para ulama lain yang sejawat dan sezaman dengan beliau. Bahkan ada ulama yang menilai Syaikh Taqi sebagai seorang mujaddid dan mujtahid zaman kini. Hal ini tidak aneh. Ulama manapun yang mukhlis dan jujur yang meneliti karya-karya Syaikh Taqi yang lebih dari 30 kitab, akan menemukan betapa karya-karya Syaikh Taqi sangat luar biasa, sangat mendalam dan luas pembahasannya, yang mencerminkan kecemerlangan pemikirannya.</p><p><br /></p><p>Wajar saja karena, sebagaimana dituturkan oleh putranya, beliau menamatkan lebih dari 30 ribu kitab, trmasuk tentu buku-buku karya para pemikir Barat yang banyak beliau kritik secara mendasar. Seluruh karya dan pemikiran beliau inilah yang diwarisi oleh HT yang beliau dirikan. Karena itulah, seluruh pemikiran mutabannat HT nyaris merupakan buah karya pemikiran Syaikh Taqi, pendiri sekaligus amir pertamanya.</p><p><br /></p><p>Karena kedalaman, keluasan dan kecemerlangan pemikirannya yang di atas rata-rata, sebagai seorang mujtahid dan sekaligus mujaddid, tidak jarang Syaikh Taqi suka disalahpami, terutama oleh orang-orang yang juga disebut "ulama" tetapi kualitas pemikirannya masih sangat jauh di bawah Syaikh Taqi, terutama yang tidak memahami ijtihad, apalagi oleh orang-orang kebanyakan meskipun mungkin ia digelari "ustadz" di masyarakat.</p><p><br /></p><p>Karena itu pula, untuk bisa memahami HT, tentu harus dipahami dulu seluruh pemikiran Syaikh Taqi. Tanpa itu, siapapun akan gagal memahami HT. Tidak aneh jika kemudian muncul banyak tudingan pada HT--yang berarti secara tidak langsung mengarahkan tudingannya kepada Syaikh Taqi sebagai pendirinya--sebagai sesat atau menyimpang. Padahal sang penuduh sendiri gagal memahami hakikat pemikiran-pemikiran HT (baca: Syaikh Taqi).</p><p><br /></p><p>Namun demikian, tulisan berikut tidak hendak memaparkan hakikat pemikiran HT atau Syaikh Taqi. Sebabnya, siapapun yang memang tulus dan berniat lurus hendak memahami hakikat pemikiran HT tinggal mendalami puluhan kitab-kitabnya sekaligus mengklarifikasinya kepada--atau mendialogkannya dengan--pihak-pihak yang paling memahami kitab-kitab tersebut di kalangan para aktivisnya. Tanpa itu, siapapun bisa dipastikan akan gagal memahami HT karena pasti "berbicara tanpa ilmu".</p><p><br /></p><p>Tulisan berikut--sebagaimana pernah dinukil dan ditulis oleh Ustadz Dodiman Muhammad Ali--hanya ingin menukil sebagian kecil komentar dari para ulama yang memahami betul kredibilitas Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani sebagai pendiri dan sekaligus amir pertama HT.</p><p><br /></p><p>1. Komentar Al-Ustadz (Profesor) Zahir Kahalah-Direktur Administratif Fakultas al-'llmiyah al-lslamiyah (Al-Azhar asy-Syarif).</p><p><br /></p><p>Beliau ini selalu menemani Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani sejak menginjakkan kakinya di dunia fakultas. Beliau menceritakan tentang sifat Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Kata beliau:</p><p><br /></p><p>Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani adalah seorang yang jujur, mulia, bersih, ikhlas, bersemangat, bergelora dan merasa pedih atas apa yang menimpa umat Islam akibat dari ditanamnya institusi Israel di dalam jantung mereka.</p><p><br /></p><p>Beliau adalah seorang yang sedang perawakannya, kuat fisiknya, penuh semangat, berapi-api, pandai dalam perdebatan, yang jika berargumentasi mematikan, dan tegas dengan sesuatu yang diyakininya benar. Beliau berjenggot sedang bercampur uban serta selalu berpakaian dengan pakaian para ulama: jubah, qufthan (pakaian panjang dipakai di atas jubah), dan sorban.</p><p><br /></p><p>Beliau seorang yang berkepribadian kuat, bicaranya menyentuh, dan argumentasinya menyakinkan. Beliau sangat benci dengan perbuatan yang sia-sia, kurangnya percaya diri, serta ketidakpedulian terhadap kemaslahatan umat. Beliau juga sangat membenci seseorang yang hanya sibuk dengan kepentingannya sendiri dan tidak beraktivitas untuk kebaikan umat. Beliau mengkritik para ulama Syam yang hanya tenggelam dengan emosi-emosi keagamaan dan tidak bergerak dalam lingkaran aktivitas-aktivitas politik Islam (Lihat. Hizb at-Tahrir al-lslami, hlm. 51)</p><p><br /></p><p>2. Komentar Syaikh Muhammad Mutawali asy-Sya’rawi.</p><p><br /></p><p>Sebagaimana dikutip oleh salah seorang anggota Hizbut Tahrir Sudan, dalam tayangan Youtube yang diupload oleh Mazin Abdul Adhim, Syaikh Asy-Sya'rawi memberikan komentar yang positif tentang Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Cuplikannya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai berikut: </p><p><br /></p><p>When he was asked, ”What do you know about Taqiyuddin An Nabhani?” “He said, ”He was a Sahabi who was delayed to an era that was not his.” “He had long silences, and if he spoke, his words were pearls.” “His proofs were powerful, he was convincing and was firm in the opinions he believed in”. ”This sheikh, Taqiyuddin An Nabhani, while we reviewed our studies in Al Azhar, he would be reading news about the Muslims and their affairs.” “So he had those characteristics.”</p><p><br /></p><p>(Ketika beliau ditanya, “Apa yang Anda ketahui tentang Taqiyuddin An Nabhani?” Beliau menjawab, ”Dia adalah sahabat [Nabi saw.] yang tertunda ke masa yang bukan miliknya. Beliau banyak diam dan jika bicara, kata-katanya adalah mutiara. Hujjahnya kuat, meyakinkan dan tegas pada pendapat yang beliau yakini. Syaikh ini, Taqiyuddin an-Nabhani, sementara kami persiapan ujian pelajaran di Al Azhar, ia akan membaca berita tentang kaum Muslim dan urusan mereka. Itulah karakteristik dia).” </p><p><br /></p><p>Dalam kitab Ahbabullah (Para Kekasih Allah), seorang aktivis senior Hizbut Tahrir, Muhammad Hatim Mishbah Nashiruddin, menulis memoar dakwahnya sebagai berikut:</p><p><br /></p><p>Saya menyebutkan di awal tulisan “Seorang laki-laki Alma’iy Mujaddid Abad Kedua puluh”. Terhadap kata “Alma’iy” ini ada kisah terkenal yang diketahui oleh sahabat Syaikh Taqiyuddin saat belajar di Al-Azhar yang sezaman pada saat itu, di antaranya Syaikh Mutawali asy-Sya’rawi. Syaikh asy-Sya'rawi berkata: "Sungguh, Syaikh Taqiyuddin mengumpulkan kertas dari berbagai surat kabar dan menyimpannya. Beliau memperhatikan apa yang tertulis di dalamnya mengenai masalah politik. Ajaib, sungguh kedudukan dia paling utama di antara kami."</p><p><br /></p><p>(Kata al-alma’iy, merujuk kembali ke Kamus Al Muhith [III/82] al alma’a – al alma’iy – al yalma’iy = adz-dzakiy al-mutawaqqid =orang yang cerdas dan bersinar... yakni seorang pemikir cerdas dan berpikir cepat. Terletak di dinding Al-Azhar asy-Syarif lembaran yang tertulis, “Seorang yang cerdas dan bersinar sejak tiga ratus tahun adalah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani”. Namun, tulisan tersebut dihilangkan sama sekali oleh penguasa Mesir saat itu, Gamal Abdul Nasser, setelah</p><p>Syaikh Taqi mendirikan Hizbut Tahrir).</p><p><br /></p><p>3. Komentar Syaikh Muhammad bin Abdullah al-Masari.</p><p><br /></p><p>Syaikh Muhammad bin Abdullah al-Masari, tokoh ulama, pendiri Tanzhim At-Tajdid al-Islamiy dalam halaman persembahan kitab, “Tha’atu Ulil Amri”, memberikan apresiasi khusus kepada Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Beliau menyatakan:</p><p><br /></p><p>“Kepada Mujaddid abad ini dan teladan ulama aktivis: Al-'Alim Al-Mujahid al-Imam ar-Rabbaniy Abu Ibrahim Taqiyuddin an-Nabhani, pendiri “Hizbut Tahrir” yang telah meletakkan batu pondasi bagi pemikiran Islam kontemporer yang agung dan pergerakan yang mukhlish dan berkesadaran tinggi. Semoga Allah mengangkat derajatnya bersama para nabi, shiddiqiin, syuhada dan orang-orang shalih.”</p><p><br /></p><p>4. Komentar Asy-Syahid Sayyid Qutb (Tokoh Terkemuka Ikhwanul Muslimin).</p><p><br /></p><p>Al-Ustadz Ghanim Abduh – salah seorang anggota Hizbut Tahrir senior yang terkenal – menceritakan bahwa Sayyid Qutb rahimahullah menyanjung dan memuji Syaikh Taqiyudin an-Nabhani di salah satu forum ilmiyah yang beliau pimipin.</p><p><br /></p><p>Sanjungan dan pujian beliau ini merupakan bentuk penolakan atas sikap banyak orang yang mulai menyerang dan merendahkan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Di antara pernyataan Sayyid Qutub terkait Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, “Sesungguhnya Syaikh ini – yakni Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani—dengan kitab-kitabnya telah sampai pada derajat ulama-ulama kita terdahulu.” (Muhammad Muhsin Rodhi, Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Mendirikan Negara Khilafah, hlm. 81).</p><p><br /></p><p>5. Komentar Syaikh Yusuf Badarani.</p><p><br /></p><p>Dalam buku Ahbabullah (Kekasih-kekasih Allah) karya Syaikh Thalib Awadallah, Syaikh Yusuf al-Badarani mengungkapkan sosok Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani sebagai berikut:</p><p><br /></p><p>"Allah SWT telah mengistimewakan kaum Mukmin dengan karunia sehingga kita mengetahui sistematika kaidah-kaidah tersebut sebagai bagian dari karunia Allah yang diberikan kepada kita melalui tangan seorang jenius, faqih luar biasa. Seorang yang huruf dan kata-kata tidak cukup untuk memujinya atau menggambarkan pribadinya. Oleh karena itu, cukup aku tunjukkan orang itu, seseorang yang aku panggil 'Abu Ibrahim' yaitu asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah.”</p><p><br /></p><p>6. Komentar Syaikh Hasan al-Bana (Pendiri Ikhwanul Muslimin).</p><p><br /></p><p>Pendiri Ikhwanul Muslimin ini memberikan komentar kepada Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani: “Sungguh saya mendapatkan as-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani seorang yang alim, cerdas, serius dan bersungguh-sungguh.” </p><p><br /></p><p>7. Komentar Syaikh Muhammad Dawud Audah (Anggota Majlis Palestina).</p><p><br /></p><p>Muhammad Dawud Audah menceritakan bahwa Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani adalah seorang yang fakir dan beliau wafat dalam keadaan fakir. Beliau tinggal di lantai lima pada sebuah apartemen. Beliau dengan rendah hati menaiki apartemennya dengan jalan kaki, sebab di apartemen itu masih belum ada lift.</p><p>(Lihat. Program Syahid 'ala al-Ashr, channel al-Jazirah, pada Sabtu sore 16 April 2005).</p><p><br /></p><p>Di luar itu, Syaikh Taqi memiliki sejumlah kejeniusan yang luar biasa. </p><p><br /></p><p>Beliau, sebagaimana pernah dinukil oleh Ustadz Irvan Abu Naveed, memiliki kemampuan intelektual antara lain sebagai berikut:</p><p><br /></p><p>• Syaikh Taqiyuddin telah dikaruniai hapalan Eidetic yang membuat beliau bisa mengingat kembali semua yang beliau inginkan, dengan sekali membaca buku.</p><p>• Putra beliau, Syaikh Ibrahim an-Nabhani berkata, “... Hapalan beliau yang luar biasa membuat beliau sanggup menghapal banyak hal.”</p><p>• Al-Soori berkata, “... Ingatan yang sangat luar biasa yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata...”</p><p>• Kebanyakan buku-buku beliau dikarang/ditulis dari ingatan beliau tanpa satu pun rujukan di tangan (hanya mengandalkan hapalan).</p><p>• Syaikh Sabri al-Aroori berkata, “Kebanyakan buku beliau telah dihasilkan dengan rujukan yang sedikit.”</p><p>• Putra beliau, Syaikh Ibrahim berkata, “Beliau pernah menghapal segala-galanya (dan menggunakan itu).”</p><p>• Jumlah fatwa, Soal-Jawab, dan analisis yang beliau keluarkan mencapai ribuan.</p><p>• Syaikh Sabri al-Arouri meriwayatkan, Syaikh Taqiyuddin mengarang “Mafahim Hizbut Tahrir” dari ingatannya.</p><p>• Putra beliau, Syaikh Ibrahim meriwayatkan, “... Saya tidak akan sampai separo halaman, sampai saya diberi halaman berikutnya..."</p><p>• Syaikh Sabri al-Aroori meriwayatkan, “... Beliau menulis selama dua jam tanpa henti untuk menulis kitab Mafahim Hizbut Tahrir itu...”</p><p>• Kitab Syakhsiyyah Islamiyyah Juz III (salah satu masterpiece beliau di bidang Ushul Fiqih), ditulis hanya dalam waktu 3 hari.</p><p><br /></p><p>Al-’Allamah Prof. Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi memberikan pengakuan:</p><p><br /></p><p>• “Beliau adalah seorang sahabat [Nabi] dari zaman yang berbeda ...”</p><p>• “Informasi ini tidak mengherankan, karena kami pernah belajar di Universitas al-Azhar pada masa itu... “</p><p>• “Beliau banyak diam, tetapi ketika beliau bercakap, bicaranya adalah mutiara; hujah yang kuat, meyakinkan, tegar pada pendapat yang beliau yakini.”</p><p><br /></p><p>Suatu ketika, Syaikh Ahmad Da’oor berkata:</p><p><br /></p><p>• “Kami telah mencari ulama dalam bahasa Arab, dan yang lain dalam Usul, dan yang lain dalam fiqh atau politik atau di seluruh bidang ilmu yang berbeda, tetapi mempunyai seorang yang merangkumi semua itu sekaligus mengetahui realitas politik.., kita tidak menemukan yang lain seperti Abu Ibrahim (Syaikh Taqiuddin) yang merangkumi semua itu.”</p><p><br /></p><p>Syaikh Sayyid Sabiq:</p><p><br /></p><p>• “... Beliau berkata dan banyak memuji kecerdasannya, dan mengatakan, bahwa beliau mengunjunginya di Palestina setelah tahun 40-an, ketika Syaikh Taqiuddin menjadi Qadhi ...”</p><p><br /></p><p>• “... Bagi Syaikh Sayid Saabiq, beliau memuji Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani sebagai orang yang jenius, yang mahir dan banyak mengambil perhatian tentang Islam ketika beliau menyedarinya hanya 5 tahun sebelum beliau mendirikan HT itu.”</p><p><br /></p><p>Khatimah</p><p><br /></p><p>Itulah sekelumit komentar dari sedikit ulama tentang kekagumannya pada sosok Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, seorang ulama besar abad ini.</p><p><br /></p><p>Karena itu siapapun yang merendahkan dan melontarkan ragam tudingan palsu pada HT yang Syaikh Taqi dirikan--yang mewarisi seluruh pemikiran beliau--hendaknya membuktikan kebenaran tudingannya. Jika tidak, hendaknya ia segera memohon ampunan kepada Allah SWT karena kebodohannya tentang HT dan tentang Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani sebagai pendiri sekaligus amir pertamanya.</p><p><br /></p><p>Wa ma tawfiqi illa bilLah. []</p>www.mediaumatyg.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/12265245960247783110noreply@blogger.com0