Monday, September 24, 2012

FW: Refress....KRONOLOGI TRAGEDI AMBON-MALUKU BERDARAH

FW: Refress....KRONOLOGI TRAGEDI AMBON-MALUKU BERDARAH



" Tragedi ini sudah lama terjadi , yang lama sudah berlalu ... kita hanya bisa
belajar dari semua ini .saya memposting ulang bukan bermaksud memicu konflik
ulang lagi ... biar umat islam yang belum tahu menjadi tahu , karena berita
seperti inipun pasti dulunya tidak berimbang.
Namun saya yakin umat islam akan selalu mengenang ( takkan terlupa )dan
mengambil hikmah yang terbesar , Bahwa Kita Islam adalah agama Cinta damai bukan
kekerasan , ... ini terbukti di kisah lama ini siapa yang menngunakan kekerasan
,. semoga di ambil pelajaranya bagi kita umat Islam "




KRONOLOGI TRAGEDI AMBON-MALUKU BERDARAH


Desember 1998 s.d. Desember 2000


BAGIAN 1-1: SEBELUM AMBON


Tragedi berdarah di Ambon dan sekitarnya bukanlah sesuatu yang tiba-tiba.
Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebelum peristiwa Iedul Fithri 1419H
berdarah, tercatat beberapa peristiwa penting yang dianggap sebagai pra-kondisi,
bahkan jauh ke belakang pada tahun 1995. Beberapa peristiwa itu (sebagian)
adalah sebagai berikut.1)
15 Juni 1995: Desa berpenduduk Islam, Kelang Asaude (Pulau Manipa), diserang
warga Kristen Desa Tomalahu Timur, pada waktu Shubuh. Penyerangan
dikoordinasikan oleh empat orang yang nama-namanya dicatat oleh MUI.

21 Pebruari 1996 (Hari Raya Iedul Fithri) : Desa Kelang Asaude diserang lagi.
Serangan dilakukan oleh warga Tomahalu Timur dengan menggunakan batu dan panah.
Tiga hari sebelumnya, serombongan orang yang dipimpin oleh sersan (namanya
tercatat) datang ke Desa Asaude, menangkap raja (kepala desa) berikut istri dan
anak-anaknya. Mereka menggeledah isi rumah dan menginjak-injak peralatan
keagamaan.

18 Nopember 1998: Korem 174 Pattimura didemo. Sejumlah besar mahasiswa Unpatti
(Universitas Pattimura) dan UKIM (Universitas Kristen Indonesia Maluku), yang
dimotori oleh organisasi pemuda dan mahasiswanya menghujat Danrem Kolonel
Hikayat. Demonstrasi berlangsung dua hari. Mereka membakar beberapa mobil
keamanan, melukai tukang becak, dan merusak serta melempari kaca kantor PLN
Cabang Ambon. Jatuh korban luka-luka, baik di pihak mahasiswa maupun kalangan
ABRI.


Beberapa bulan sebelumnya, berlangsung desas-desus dan teror. Isu pengusiran
orang-orang Bugis-Buton-Makassar (BBM) sudah beredar di tengah masyarakat yang
membuat gelisah banyak orang. Mereka kurang bisa membedakan suku Bugis dan
Makassar. Kedua suku ini sebenarnya adalah satu. Orang-orang Muslim suku lain
(non-Maluku) juga diisukan untuk diusir. Produksi pesanan senjata tajam
ditengarai sangat tinggi. Pesanan dilakukan oleh kelompok tertentu.


Isu pengusiran BBM memang berbau SARA, terutama yang menangkut suku dan agama.
Entah bagaimana awalnya dari dalam Gereja. yang tepat, isu BBM bertiup dengan
kencang dari kalangan Kristen, bahkan kabarnya disuarakan oleh Gereja.


Menjelang akhir Nopember 1998: Sekitar 200 preman Ambon dari Jakarta, yang
bekerja sebagai penjaga keamanan tempat judi pulang kampung. Merekalah yang
memulai bentrok dengan penduduk Ketapang (Jakarta). Karena umat Islam Jakarta
marah, mereka dikepung. Beberapa darinya tewas. Sejumlah besar yang lain diminta
masyarakat agar dievakuasi oleh aparat keamanan. Sebagian dari mereka - sekitar
200 orang - inilah yang pulang ke Ambon.
Beberapa 'Test Case' Sebelum Iedul Fithri Berdarah


Setidaknya, ada tiga peristiwa penting yang dapat dianggap sebagai bagian dari
tragedi Iedul Fithri berdarah 1999. Ketiga peristiwa itu adalah peristiwa
Wailete tanggal 13 Desember 1998, peristiwa Air Bak 27 Desember 1998, dan
peristiwa Dobo 14 dan 19 Januari 1999.
Peristiwa-perista di atas adalah sebuah 'test case' yang dinilai berhasil
mendeteksi keberanian, persatuan dan kesatuan serta kesiapan Ummat Islam
se-Ambon untuk berperang. Kesabaran Ummat Islam yang tengah menyongsong bulan
Ramadhan itu dianggap suatu kelemahan terutama penilaian terhadap suku
Bugis-Buton-Makassar yang kurang kompak. Atas dasar penilaian demikian itu
tampaknya dijadikan peluang untuk mengobarkan Tragedi Iedul Fithri Berdarah. Hal
ini terbukti dengan tiba-tiba didatangkan ratusan preman dari Jakarta,
eks-konflik Jalan Ketapang, Jakarta sebagai pelaku di lapangan.


Serangan Massa Kristen ke Desa Wailete


13 Desember 1998 : Desa Wailete yang merupakan perkampungan Muslim masyarakat
asal Bugis-Buton-Makasar (BBM) diserang oleh warga Kampung Hative Besar
(Kristen). Ratusan massa Kristen menyerbu dengan batu, dan membakar kampung
Wailete. Serangan dilakukan dua kali pada malam itu dimana tahap kedua dilakukan
secara tuntas membakar habis semua rumah sehingga penghuni hanya menyelamatkan
diri dengan baju yang melekat di badan saja. Empat rumah dilaporkan terbakar dan
satu kios bensin milik orang Bugis terbakar dan meledak. Penduduk desa tersebut
mengungsi.2)


Tidak pernah ada kejelasan penyelesaian dalam peristiwa itu. Bahkan polisi
tampak ragu menghadapi ancaman warga desa Hative Besar. Keraguan aparat ini
tampak jelas sebagai hasil penghujatan selama demo dengan pecahnya insiden Batu
Gajah. Dalam rangkaian penghujatan lewat berbagai media massa sebagian
berpendapat bahwa oknum Polri telah berhasil digalang untuk melaksanakan rencana
mereka. Surat kabar Suara Maluku tidak memberitakan peristiwa besar ini secara
proporsional, dua kali pemberitaan yang tidak jelas kemudian menghilang, padahal
kasus Batu Gajah diberitakan luar biasa bahkan tulisan-tulisan dengan ungkapan
Anjing dan Babi masih berulang selama sebulan.
Ummat Islam yang menjadi panas karena solidaritas Islamiyahnya sebenarnya
mengharapkan adanya reaksi protes, pembelaan dan pertolongan yang memadai tetapi
hal itu tidak terjadi karena para pemimpinnya memang lemah dan tidak ada tokoh
pemersatu. Warga masyarakat desa Hative Besar telah membuktikan secara nyata isu
yang berkembang bahwa suku Bugis-Buton-Makassar dan Jawa-Sunda akan diusir dari
Ambon.


Setelah aksi pembakaran itu para tokoh desa Hative Besar mengeluarkan pernyataan
bahwa mereka tidak akan menerima kedatangan suku Bugis-Buton-Makasar lagi ke
desa Wailete, karena itu desa Wailete tidak pernah dibangun lagi, bahkan
parapenghuni yang telah melarikan diri itu tak berani mengunjungi bekas
kampungnya. Pemerintah daerah tidak memasukanpembakaran desa Wailete ini kedalam
program rehabilitasi, dianggap bukan dalam rangka kerusuhan Ambon.3)
Serangan Massa Kristen ke Desa Air Bak Akhir Desember 1998


27 Desember 1998 : Desa Air Bak, yang hanya berpenduduk sekitar 8 keluarga
beragama Islam (desa kecil) diserbu warga Desa Tawiri yang mayoritas beragama
Kristen. Pertikaian ini diawali ketika ada Babi peliharaan masyarakat Tawiri
memasuki kebun masyarakat desa Bak Air, hal seperti ini biasa terjadi. Menghalau
dengan lemparan batu saja Babi akan keluar dari kebun. Kali ini, kejadian ini
dijadikan masalah oleh orang Kristen Tawiri. Orang-orang Muslim dilempari batu.
Tidak ada penyelesaian, malah warga Muslim yang ditahan polisi.
5 Januari 1999 : Di tengah masyarakat beredar isu akan tejadinya kerusuhan pada
Hari Raya Iedul Fithri, meski beberapa penyampaian di antaranya dengan bahasa
yang disamarkan. Di bagian lain bisa dibaca bagaimana isu itu berkembang di
Kampung Batu Gantung Waringin. Seluruh rumah di situ dibakar dan diruntuhkan.
Kampung ini dihuni oleh mayoritas orang Bugis.

Tragedi Berdarah di Dobo, Maluku Tenggara
14 Januari 1999 : Kerusuhan pecah di Dobo, kecamatan Pulau Aru (Kepulauan
Tanimbar, Maluku Tenggara). Korban tewas delapan orang. Penyerangan dilakukan
oleh kelompok Kristen tersebut bukanlah yang pertama kali. Sekitar satu bulan
sebelumnya sempat terjadi kontak senjata tradisional meski dengan skala yang
lebih kecil di tempat yang sama.
19 Januari 1999: Hari Raya Iedul Fithri. Kerusuhan pecah lagi di Dobo, setelah
umat Islam melaksanakan sholat Ied. Dikabarkan 14 orang terbunuh, 10 orang di
antaranya adalah orang Kristen. Sebanyak 55 rumah habis terbakar.


Ketiga peristiwa di atas jelas telah direncanakan sebelumnya dalam rangka
mencoba rencana besar mereka, yakni pembantaian Muslim Ambon di Hari Raya Iedul
Fithri. Kerusuhan Dobo (14/1) layak dianggap sebagai awal meletusnya Kerusuhan
Ambon. Cukup banyak anggota TNI yang dikirim ke Dobo sehingga kekuatan TNI di
Ambon berkurang dalam jumlah yang berarti. Jumlah sisanya tidak mampu berbuat
apa-apa di kota Ambon pada tanggal 19 dan 20 Januari, sebelum datangnya bala
bantuan TNI dari tempat lain. Apalagi kemudian, di Dobo, pada Iedul Fithri, juga
pecah kerusuhan lanjutan yang cukup besar.4)


Dikaitkan dengan Tragedi Iedul Fithri Berdarah, rentetan ketiga peristiwa di
atas harus dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan, atau sebagai 'babak
pertama' dari seluruh babak yang berjudul 'Tragedi Iedul Fithri Berdarah'.
Seandainya ummat Islam di Ambon menyatakan protes keras kepada pihak Kristen
yang berpura-pura tidak tahu maka mereka akan ragu memasuki 'babak kedua', yaitu
adegan 'Tragedi Iedul Fithri Berdarah'. Dengan kata lain Tragedi Iedul Fithri
Berdarah itu belum tentu bisa terjadi karena uji cobanya tidak berhasil, Ummat
Islam masih siap dan kompak, siaga menghadapi setiap kemungkinan.


Begitu pula Polri, jika betul-betul profesional dan bersungguh-sungguh dalam
menangani kasus di atas, termasuk datangnya ratusan orang kiriman itu, maka
peristiwa yang amat menyakitkan Ummat Islam se Indonesia ini mungkin tidak akan
terjadi. Begitu juga kegelisahan masyarakat luas akibat munculnya kabar burung
bahwa akan ada kekacauan besar ketika Shalat Iedul Fithri. Jadi sesungguhnya
tragedi ini merupakan ketidak-profesionalan TNI atau lemahnya TNI akibat
penghujatan. Jelas ini merupakan peluang yang mulus bagi golongan untuk
merencanakan rencana makarnya.


Marilah kita lihat tragedi ini sebagai salah satu bukti rencana strategis pihak
Kristen yang teratur dan terencana, sehingga berhasil demikian baiknya.5)
Catatan kaki :


1.Menyulut Ambon, Sinansari Ecip, hal 48, Mizan 1999
2.Tragedi Ambon, hal 35, Yayasan Al-Mukminun 1999
3.Konsporasi Politik RMS Kristen Menghancurkan Umat Islam,Rustam Kastor, hal 25,
Wihdah Press
4.Menyulut Ambon, Sinansari Ecip, hal 51, Mizan 1999
5.Konsporasi Politik RMS Kristen Menghancurkan Umat Islam,Rustam Kastor, hal 27,
Wihdah Press


BAGIAN 1-2-2:IEDUL FITHRI BERDARAH 1999 (2/2) - HARI-HARI PEMBANTAIAN BERLANJUT


Hari-hari Pembantaian Berlanjut ...


Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku mengeluarkan catatan resmi rentetan
peristiwa penting pasca pecahnya Tragedi Iedul Fithri Berdarah, 19 Januari 1999.
Dokumen ini ditandatangani oleh pemimpin-pemimpin MUI, orpol, ormas, tokoh-tokoh
Islam di Maluku.

Selain itu, juga ada laporan terperinci berbagai peristiwa tiap hari yang
diterima dan kemudian dikeluarkan secara terbatas oleh Pusat Informasi dan
Komunikasi Umat Islam, Masjid Al-Fatah Ambon, dan Posko Umat Maluku Tenggara
perwakilan Ambon.


Peristiwa-peristiwa penting itu - dari MUI Pusat, Informasi Al-Fatah, dari Posko
Ummat Maluku Tenggara - sebagian dirangkum, disunting, dan disajikan di bawah
ini.
2 Pebruari 1999 : Insiden terjadi di Terminal Mardika. Seorang penumpang angkot
turun dari mobil dengan tidak mau membayar ongkos. Supir dan kernet menagihnya
tetapi tetap tidak mau membayar bahkan penumpang tersebut lari. Di saat
melarikan diri orang yang melihatnya berteriak 'Copet-copet!' kemudian dikejar
massa. Pada saat itu aparat keamanan yang bertugas di pasar mengeluarkan
tembakan. Massa semakin panik ditambah lagi Patroli Helikopter juga mengeluarkan
tembakan. Tidak berapa lama kemudian, terjadi pengejaran warga Islam di
kantor-kantor pemerintah yang berada di wilayah pemukiman Kristen, seperti di
Kanwil Depsos Karang Panjang dan Dinas Pertaninan Tanaman Pangan Dati I Maluku
di Tanah Tinggi. Pegawai beragama Islam bahkan ada yang diparang di halaman
kantornya (Depsos). Tiga karyawan Depkes dicegat ketika pulang melewati SMP
Negri I, yang beragama Islam diancam dan ditikam.

11.00 WIT : Enam orang pejabat yang akan menghadiri pertemuan dengan lima
Menteri di kantor Gubernur Maluku, di Ambon, terjebak barikade dan diancam
dengan kekerasan.
Seorang Bugis dibacok di Gang Singa, Belakang Soya, hingga meninggal.
SMEA Negri I Ambon di Karang Panjang diserang oleh para pemuda dari Pondok Paty.
Empat kendaraan roda dua dibakar.
3 Pebruari 1999 : Pagi hari, di Karang Tagepe, Kuda Mati, terjadi perusakan atas
empat rumah warga Muslim. Rumah-rumah warga Muslim yang belum dibakar atau
dirusak akan diratakan dengan tanah. Para pengungsi dari Karang Tagepe berada di
dalam tenda-tenda di lingkungan transmisi RCTI/SCTV Gunung Nona. Mobil dan
kendaraan roda dua dibakar. Rumah-rumah telah dibakar atau dirusak.


Makar Kristen di Kairatu dan Pembantaian di Desa Waraloki


Pukul 14.00 WIT : Diadakan jamuan makan 'Patita Damai' warga Kairatu, Rumberu
dan Rumaitu di satu pihak dan masyarakat Muslim Kairatu. Ternyata ada rencana
jahat pihak Kristen. Mereka datang dengan persenjataan lengkap seperti panah,
dan tombak, sehingga suasana pesta itu bukan dijadikan wahana Perdamaian
melainkan justru berubah menjadi ajang pertempuran. Dalam insiden itu 4 orang
warga Muslim terkena panah. Pertikaian meluas menjadi pembakaran pasar, dan
rumah-rumah warga Muslim di sekitar Masjid.


4 Pebruari 1999 : Pukul 05.30 WIT warga Desa Waraloki yang sedang melaksanakan
Shalat Shubuh diserang oleh massa Kristen dari Desa Kamariang, Sariawang (orang
gunung) dan juga warga Kristem lainnya, dengan formasi penyerangan berbentuk
huruf L. Dalam insiden itu 7 orang warga Muslim Waraholi terbunuh, salah satunya
adalah gadis cilik berumur delapan tahun. Menurut saksi, gadis cilik ini
dianiaya lebih dahulu sebelum dibunuh. Satu jam kemudian penyerang dipukul
mundur.


Pukul 07.00 WIT : Terjadi penyerangan kedua yang tidak dicegah oleh aparat
keamanan yang dipimpin oleh Letda Sitorus. Perusuh dilepas dan akhirnya lari ke
gunung. Warga yang melihat keadaan tersebut berkata agar pelaku perusuh
ditembak, tetapi oknum aparat mengatakan bahwa pelurunya telah habis. Dalam
insiden itu 52 rumah hancur dan kebanyakan korban adalah orang Buton.


Pukul 10.30 WIT : Kota Kairatu kembali diserang oleh massa Kristen yang datang
dari kampung-kampung yang berada di pegunungan, sehingga 40 rumah terbakar.
5 Pebruari 1999 : Pagi hari, kerusuhan kembali terjadi di Kairatu, berupa
pembakaran di Kairatu. Masyarakat Desa Pelauw (mayoritas Muslim) bergerak maju
menuju Kairatu untuk mengevakuasi masyarakat Muslim. Pada malam harinya,
rumah-rumah dan masjid dilempari batu.

Kerusuhan juga terjadi di Dusun Alinong. Sejumlah massa Kristen Kuda Mati
menyerang warga Muslim Dusun Alinong. Jalan menuju Karang Tagepe di Kuda Mati
dibarikade dengan batang-batang kayu. Sejumlah 25 keluarga minta tolong untuk
dievaluasi. Imam Masjid Al-Muqaram Kampung Karang Tagepe (Kuda Mati) dengan
istrinya ditemukan meninggal oleh polisi di ruang tamu rumahnya. Tubuhnya
terlilit kabel listrik telanjang. Pada pukul 10.00 WIT massa Kristen Kamariang
menyerang lagi, tetapi berhasil dihalau.


Desa Batu Merah Diguncang Bom


8 Pebruari 1999 : Pukul 08.00 WIT pertama kalinya Desa Batu Merah dilempari
dengan bom-bom rakitan.


13 Pebruari 1999 : Tertangkap 6 orang warga Kristen asal Maluku Tenggara yang
melecehkan Islam dengan menghujat Rasulullah dan menulis 'Yesus Maju Terus' pada
rumah warga Muslim di simpang tiga Air Besar STAIN-Ahuru.
Pembantaian Muslim di Pulau Haruku, Maluku Tengah

14 Pebruari 1999 : Di Pulau Haruku, Maluku Tengah, warga Kariu yang beragama
Kristen dibantu beberapa orang aparat membantai warga Muslim Pelauw. Dilaporkan
15 warga Muslim terbunuh dan 43 lainnya luka berat akibat terkena tembakan dan
granat. Tercatat, empat anggota Polisi terlibat dalam aksi penyerangan itu.
Mereka adalah Serka Loupatty, Serta Titir Loloby, Serda Hendrik Nandatu dan
Latumahina.
Ketegangan Terjadi Lagi di Passo


17 Pebruari 1999 : Pagi hari terjadi lagi ketegangan di Passo. Awalnya sebuah
mobil truk dari Hitu menuju Ambon yang dilempari batu. Penghuni Kristen di kiri
kanan jalan keluar sambil membawa parang dan panah. Kaca mobil dipecah dan
aparat keamanan yang berada di tempat kejadian tidak bereaksi. Menurut
keterangan korban, ada barikadi di jalan mulai di Negeri Lama sampai dengan
pasar, menggunakan batu, drum, dan batang pohon. Tiap mobil yang lewat
penumpangnya ditanyai. Dua orang warga Hitu yang menumpang mobil lain ditahan
karena membawa senjata tajam, sementara massa Kristen yang berkumpul di situ -
dengan membawa berbagai senjata tajam - dibiarkan begitu saja oleh aparat.
Dua jam kemudian, ada sebuah mobil Kijang menuju Hitu ditumpangi warga Muslim.
Pengemudinya dipanah oleh warga Kristen Desa Passo, mobil dilempari. Para
penyerang tidak diamankan oleh aparat keamanan yang ada.

Ambon Terus Bergolak


18 Pebruari 1999 : Ambon kembali diguncang bom. Peledakan itu terjadi pada hari
Kamis (18/2), pukul 1.00 WIT, dini hari. Smentara itu pemerintah melaporkan ada
81 berkas kasus kerusuhan Ambon yang siap disidangkan dengan menjerat 192
tersangka.

22 Pebruari 1999 : Terjadi bentrokan berdarah antara warga Muslim dan warga
Kristen. Peristiwa ini menyusul aksi pembakaran 15 rumah warga Muslim di Batu
Merah Dalam, Ambon dan satu buah Masjid di Ihamahu, Maluku Tengah. Sedikitnya 9
orang terbunuh dan puluhan lainnya luka-luka.


23 Pebruari : Puluhan bom dilemparkan ke perkampungan Muslim di Batu Merah
Dalam, Kodya Ambon. Puluhan rumah musnah terbakar. Dilaporkan 15 orang terbunuh,
13 orang tidak diketahui nasibnya dan 34 orang luka-luka.


Dikabarkan banyak murid sekolah yang dipulangkan, terutama di Galunggung Batu
Merah, Kapaha dan sekitarnya. Seorang ibu hamil berjilbab yang pulang dari pasar
ketika melewati Gereja Bethabara, Batu Merah Dalam diejek sekelompok orang,
tetapi tidak dihiraukan. Ia sempat ditendang. Ini terjadi pada pukul 09.00 WIT.
Memasuki tengah hari, terjadi kerusuhan di Desa Batu Merah Bawah dengan
pelemparan beberapa bom rakitan dari arah Batu Merah Atas. Terjadi juga
pembakaran warga Muslim di Dusun Rinjani (Desa Batu Merah).


Sampai akhir Pebruari 1999 banyak terjadi insiden di berbagai tempat. Serang
menyerang ini dilakukan dengan lemparan batu, lemparan bom, pemanahan,
pencegatan, pemukulan, pembacokan, perusakan, penjarahan dan pembakaran rumah.
Jama'ah Sholat Shubuh Ahuru Dibantai


1 Maret 1999 : Sejumlah massa membantai warga Muslim Ahuru, Kodya Ambon, yang
tengah melaksanakan Shalat Shubuh berjama'ah di Masjid Al-Huda. Sembilan orang
terbunuh. Dua orang bocah, Mansyur (7) dan Parman (1.5) lolos dari serangan
brutal ini. Aparat Polisi diduga terlibat dalam aksi penyerangan ini. Dilaporkan
pula bahwa di kawasan Kopertis, Kodya Ambon, juga terjadi penyerangan yang
diikuti pembakaran sebuah Masjid. 1)
Passo Bergolak Lagi


8 Maret 1999 : Terjadi kerusuhan lagi di Passo. Lewat tengah hari, sebuah
Mikrolet dari Tulehu yang dikawal 3 orang Polisi dihadang massa di tikungan
Jalan Baru Passo. Penumpangnya ditanya, agamanya Kristen atau Islam. Pak Sopir
diseret keluar, lalu lehernya dibacok. Para penumpangnya juga diseret keluar,
dibawa ke rumah warga setempat, alu diinterogasi. Mereka yang mengaku beragama
Kristen diminta beribadah menurut cara Kristen.


Pada tengah malam, dilaporkan ada kebakaran di dekat Masjid Jabal Tsur, Benteng
Atas. Diterima kabar lain kemudian bahwa yang terbakar adalah satu rumah warga
Muslim dan empat rumah warga Kristen. Keadaan dapat dikendalikan aparat
keamanan. Masjid Jabal Tsur sejak petang hingga Shubuh menjadi sasaran
pelemparan. Esok paginya, sekitar pukul 05.00 WIT, masjid itu dilempari bom,
tetapi tidak menimbulkan korban.


Catatan kaki :
1.Menyulut Ambon, Sinansari ecip, hal 97, Konspirasi Politik RMS Kristen, Rustam
Kastor, hal 185.
2.Tragedi Ambon, hal. 50, Yayasan Al-Mukminun.


No comments: